Bab 18Pandangan mata Diandra kemudian tertuju kepada box bayi, tempat di mana Ammar tertidur dengan nyenyak. Semoga saja Arkan tidak curiga jika putranya sudah dicekoki obat yang membuat Ammar seringkali mengantuk dan akhirnya tertidur hampir sepanjang hari."Setelah aku berhasil merebut Arkan, maka dengan segera, bayi ini harus segera aku singkirkan. Aku tidak sudi mengurusnya. Bayi ini cuma alat bagiku untuk merebut Arkan agar kembali ke dalam pelukanku," gumam Diandra penuh kemarahan."Apalagi dia anak laki-laki dan akan menjadi pewaris semua kekayaan Arkan. Aku tidak sudi berbagi dengan anak ini, apalagi dia terlahir dari rahim Maryam, musuh bebuyutanku," pikirnya.Diandra dan Maryam memang bersahabat sejak mereka masih kuliah, tetapi entah kenapa keberuntungan selalu saja berada di pihak Maryam, bahkan untuk urusan percintaan. Sejak lama Diandra menaruh hati kepada Arkan, lelaki sederhana, pekerja keras dan memiliki tubuh tinggi besar, gagah dan tampan. Nyatanya Arkan lebih memi
Bab 19"Kamu mau nggak menyusu sama Ibu?" tawar Zakia lirih. Dia menatap wajah putih kemerahan itu dengan lembut.Sepasang mata mungil itu nampak berbinar-binar. Bibirnya bergerak-gerak sementara tangannya mengepal. Zakia mendekatkan dadanya ke wajah Ammar. Terdengar suara mulut yang berkecipak. Mulut yang bergerak seperti mencari sesuatu di dadanya dan Zakia paham betul itu.Bayi manapun pasti akan merindukan ASI, menyusu secara langsung di payudara ibunya. Itulah puncak keterikatan emosional antara bayi dengan ibunya. Kehangatan dekapan seorang ibu yang tak di dapat Ammar sejak lahir ke dunia ini. Diam-diam sepasang netra Zakia memanas.Zakia akhirnya mengurungkan niatnya untuk membuat susu botol. Dia memilih membawa Ammar keluar dari ruangan pribadi bayi itu, menuruni anak-anak tangga dan akhirnya masuk ke dalam kamarnya.Zakia menyusui Ammar di dalam kamarnya sampai bayi itu merasa kenyang. Wanita muda ini sangat takjub melihat antusiasme bayi yang sejak lahir sudah ditinggalkan
Bab 20Sekali lagi Zakia mengibaskan tangannya. Dia tidak sudi menerima perlakuan kasar dari baby sister yang berlaku bak nyonya rumah itu. Sudah cukup ia menerima perlakuan kasar di tempat tinggalnya yang terdahulu dan sekarang dia tidak akan membiarkan lagi orang-orang memperlakukannya dengan tidak baik. Meskipun di rumah ini ia hanya numpang, tapi bukan berarti orang-orang bisa memperlakukan dirinya seenaknya. Diandra melangkah cepat menuju kamar Zakia. Brak!Diandra membuka pintu dengan keras, menimbulkan suara derit nyaring dan membuat Ammar yang tengah tertidur menjadi menggeliat dan sontak membuka mata. Ammar yang lebih dulu membuka mata langsung menangis karena merasa tidurnya terganggu dengan keributan yang terjadi di sekitarnya."Nah, bener, kan? Kamu yang lancang membawa Tuan Muda kemari! Apa hakmu membawa Tuan Muda kemari? Kamar ini sangat tidak layak untuk menjadi tempat tidur Tuan Muda. Dia sudah punya kamar sendiri yang jauh lebih mewah. Dia tidak pantas tidur di kama
Bab 21Zakia berkelit saat tangan Diandra ingin meraih kembali Ammar yang sudah berada di dalam gendongannya. Dia tidak menghiraukan Diandra dan memilih keluar dari ruangan bayi nan mewah itu.Sepanjang siang ini Zakia sudah bersabar, mencoba untuk tuli dari tangisan bayi itu. Namun di saat Naya sudah tertidur lelap siang ini, Zakia tak tahan lagi. Dia terpaksa menjemput Ammar di ruangan pribadinya. Dan benar saja, dia mendapati Ammar dalam kondisi yang mengenaskan. Lagi-lagi Diandra melalaikan tugasnya. Wanita yang bertugas sebagai baby sister itu malah asyik bermain ponsel dan membiarkan anak asuhnya menangis sampai suaranya serak."Kasihan sekali kamu, Nak," keluh Zakia mengusap-usap wajah bayi itu. Dia mempercepat langkahnya, khawatir Diandra mengejarnya sampai ke lantai bawah. Sebelum membuka pintu kamarnya, Zakia menoleh ke belakang. Syukurlah, ternyata Diandra tidak mengejarnya. Zakia buru-buru masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.Tangis Ammar sudah sepenuhnya reda, seh
Bab 22"Maaf, Tuan. Dia sedang tidur...." Belum selesai kalimat yang diucapkan oleh Diandra, tapi Arkan keburu menjauh.Diandra berlari kecil mengiring langkah panjang Arkan menapaki anak-anak tangga, menuju ruangan pribadi Ammar. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat mereka sudah sampai di ruangan nan mewah itu.Arkan melangkah mendekati box bayi yang menjadi tempat tidur putranya. Seharian bekerja membuat rasa rindunya terhadap sang anak begitu mendera. Sebenarnya Arkan ingin secara langsung mendampingi detik demi detik perkembangan putranya, tetapi tidak bisa. Ada kewajiban yang harus ia tunaikan. Dia harus bekerja dan itu pun juga demi masa depan putranya. Dia tidak ingin apa yang sudah ia rintis harus hancur karena keteledorannya sendiri. Dia tidak mungkin bisa mempercayai orang-orangnya seratus persen. Sudah terbukti ada dua orang tikus di kantor, padahal dia sudah memegang kendali Jaguar Mobil, tetapi tetap saja ia kecolongan, apalagi jika dia mempercayakan Jaguar mobil kep
Bab 23Malam ini Arkan menghabiskan waktunya untuk bermalam di ruangan pribadi Ammar, putranya. Kesempatan yang sangat jarang sekali terjadi, karena selama ini ia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Pulang larut malam, bahkan terkadang ia harus berangkat pagi-pagi sekali tanpa sempat menengok putranya, walaupun hanya sekedar untuk mencium wajah putranya, pamit berangkat kerja.Awalnya keadaan baik-baik saja. Ammar begitu anteng dalam dekapannya. Bayi lelaki itu seperti tak ingin lepas darinya. Namun keadaan segera berubah ketika malam menjelang larut. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam dan bayinya belum juga tidur. Ammar terus merengek, padahal Arkan sudah membuat suasana kamar sangat tenang. Ammar pun sudah ia mandikan tadi sore, lantas ia pakaikan pakaian terbaik, sehingga tak ada alasan bagi putranya untuk merasa tidak nyaman."Ma...." Tiba-tiba terdengar suara lirih dari mulut yang bergerak-gerak itu. Selama beberapa menit, mulut itu terus bergerak-gerak seperti ing
Bab 24Akhirnya setelah sarapan, mereka pun berangkat. Arkan dengan menggendong Ammar, sementara Zakia menggendong Naya. Diandra sempat menawarkan diri untuk ikut, tetapi Arkan menolaknya. Peristiwa kemarin masih membuatnya dongkol setengah mati.Arkan memutuskan untuk meliburkan dirinya dari aktivitas kantor. Seluruh pekerjaannya hari ini ia limpahkan kepada Reno dan Mita. Hanya dua orang itu yang bisa dipercaya, walaupun tentunya tidak bisa seratus persen. Namun setidaknya, sampai sejauh ini Reno dan Mita tidak pernah mengkhianatinya.Mobil meluncur dengan tenang menuju rumah sakit. Arkan sengaja membuat janji lebih dulu. Dia tak mau membuang waktunya yang berharga dengan berlama-lama antre. Dalam perjalanan kali ini, Arkan ditemani seorang sopir, berhubung ia membawa Ammar besertanya. Sepintas mereka seperti keluarga yang utuh dengan sepasang bayi kembar. Arkan menghela nafas berat saat melirik Zakia yang tengah menyusui Naya. Ada rasa iri di benaknya. Seandainya saja Maryam masi
Bab 25 Zakia langsung tak berkutik. Dia membiarkan Arkan melakukan apapun sesukanya. Mulutnya hanya mampu ternganga menyaksikan tumpukan barang di hadapannya. Banyak sekali belanjaan mereka hari ini, termasuk tumpukan baju-baju Zakia yang memenuhi bagasi mobil. Bahkan untuk mengangkut barang-barang yang diperuntukkan untuk Naya, sampai harus menggunakan sebuah mobil pick up. Entah berapa uang yang dihabiskan oleh Arkan hari ini. Kepala Zakia terasa berdenyut membayangkan banyaknya deretan angka nol di belakang angka lain. Dua buah mobil akhirnya beriringan keluar dari halaman toko. Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah. Semula Zakia berpikir, jika barang-barang Naya akan memenuhi kamarnya yang sempit. Tapi ternyata tidak. Arkan justru memerintahkan orang-orang itu agar menaruh seluruh barang-barang yang sudah dibelinya untuk Naya ke ruangan pribadi Ammar. "Tuan." Diandra yang menyongsong kedatangan mereka langsung memprotes saat orang-orang yang mengiringi Arkan berma