“Bukan itu, tapi ada hal yang masih mengganjal dalam hatiku.”“Tentang?” Ikhsan menatap Faiq mencoba menerka apa yang membuat temannya galau akut begini, hingga lebih senang menyendiri dari pada berbaur sama mereka. Ini bukanlah gaya Faiq, pasti ada sesuatu yang tengah menganggu pikirannya. Sebagai sahabat, Ikhsan tentu tidak bisa diam saja. paling tidak ia harus ikut andil memikirkan, setidaknya mencari solusi dari masalah yang dihadapi sahabatnya.Aneh saja kan! Tidak biasanya Faiq bersikap demikian, apapun masalahnya, Faiq selalu membagi masalahnya dengan ketiga temannya itu. Ibarat kata nih, tidak ada rahasia di antara mereka. Tapi melihat kegalauan Faiq membuat Ikhsan tak bisa acuh seakan tak peduli. Bila perlu apa yang dibutuhkan temannya, ia siap bantu, baik tenaga maupun pikiran.“Kok diam! Kamu tidak ingin membagi masalahmu dengan kami?” cecar Ikhsan tak sabar menanti jawaban dari sang teman.Faiq tersentak dalam mode diamnya. Bingung tengah menghinggapinya, hingga membuatn
“Kamu bilang mencintai Ela, tapi dengan cara menyakitinya. Cinta macam apa itu, cinta yang salah kaprah. Jangan bilang mencintai, bila kamu tak tahu arti mencintai yang sesungguhnya,” kecam Rusdy tak habis pikir dengan jalan pikiran anak lelakinya. Kepalanya tak berhenti menggeleng heran seraya menatap sang putra penuh intimidasi. Rasanya tak percaya, melihat sang putra salah mengartikan sebuah kata mencintai.“Ya, namanya cinta Pa. Itu bentuk usahaku untuk mendapatkan cintanya. Siapa tahu Ela berubah pikiran, setelah semua lelaki menolak untuk menikahinya. Aku yakin sekali itu, setelah semua orang tahu bagaimana kelakuan Ela, pasti tidak ada pria yang mau dengannya, kecuali pria bodoh. Saat itu terjadi aku datang sebagai dewa penolong. Bahkan aku yakin, Ela tidak akan menolak ukuran tanganku," ucap Soni yakin sepenuh hati.Rusdy kembali geleng-geleng kepala mendengar pernyataan anaknya. Tak menyangka anak yang begitu teramat dia sayangi telah salah melangkah. Padahal dulu, dia sering
“Maaf Waida, keputusanku sudah bulat tidak bisa diganggu gugat.” ketus Rosyida sebal bin kesal.Waida terdiam cukup lama mendengar keputusan final sang mantan sahabat. Kini ia tak berdaya merubah keputusan itu. Rasanya tak sanggup melihat kekecewaan Erlangga, tapi mau bagaimana lagi. Waida terus berpikir mencari celah untuk bisa merubah keputusan Rosyida.Suasana hening mencekam. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Waida dengan pikiran jahatnya, sedangkan Rosyida mentertawakan permintaan gila kawannya.Setelah cukup lama terdiam, Waida mengangkat kepala setelah menenangkan debar di dada. Ia pandangi wajah sahabatnya dengan pandangan intimidasi, menguatkan tekad yang telah ia rencanakan jauh-jauh hari. Rencana terakhir ini tidak boleh gagal. Ia terpaksa melakukan cara licik ini, agar Rosyida mau menuruti kemauannya. Jalan terakhir yang telah direncanakan terpaksa ia ungkap. Kini ia tak lagi peduli dengan kelanjutan hubungan persahabatan akan berakhir begitu saja. Asal
Besok adalah hari pernikahan Ela. Hari yang ditunggu oleh setiap wanita yang akan menaiki tangga berikutnya, dalam fase pernikahan dengan penuh rasa bahagia dan suka cita. Tapi tidak dengan Ela, ia lebih banyak resah dan gelisah. Raut cemas dan khawatir jelas tampak dari wajahnya yang tirus semenjak peristiwa kelam itu terjadi.Sebenarnya janda perawan itu masih dirundung ketakutan. Setiap menit, setiap jam berlalu dalam perasaan tidak tenang. Kegelisahan setiap saat hadir begitu saja tanpa diminta, hingga sering kali Ela tidak fokus dalam menyelesaikan pekerjaannya yangtengah dikerjakannya. Bahkan nasi goreng yang tengah dimasaknya pun, sampai hangus karena banyak melamun.Apakah semua wanita yang akan menikah mengalami ketakutan seperti dirinya. Tentu saja! Itu hanya pikiran Ela saja yang tengah dihinggapi ketakutan. Dia takut kalau keluarga Erlangga akan menghalangi kelancaran pernikahan ini, tak hanya itu ia juga cemas dengan ancaman Soni yang tak membiarkan lelaki lain memilikin
Hari yang ditunggu itu akhirnya tiba, pernikahan akan dilaksanakan di rumah kediaman Abi Hisyam sendiri. Beberapa tetangga yang pro dan dekat dengan keluarga Ela turut hadir membantu kelancaran pernikahan kedua bagi Ela. Mereka turut berbahagia, setelah melihat penderitaan yang dialami gadis malang itu. Semoga pernikahan itu berjalan lancar, itu doa mereka. Tidak ada lagi drama yang membuat keluarga Abi Hisyam menderita.Meskipun tak semua tetangga yang mendukung, keluarga tetap berharap pernikahan itu berjalan lancar. Ada sebagian tetangga yang meragukan kelancaran pernikahan itu, bahkan mereka menyangsikan ada lelaki tulus yang bersedia menikahi Ela, setelah apa yang terjadi padanya. Mereka ingin mengetahui siapa lelaki bodoh yang mau mempersunting gadis yang sudah dinilai buruk di sebagian masyarakat.Bisik-bisik sebagian tetangga mulai menguar ke permukaan. "Siapa sih lelaki yang mau menikahi Ela itu, nanti pasti menyesal.""Iya lelaki bodoh namanya itu, biar saja, kita lihat saj
“Iya Bi, ini dalam perjalanan menuju ke sana. Doain lancar ya Bi, tadi ada insiden sedikit, ban bocor.” Jelas Faiq menangkap kecemasan dari suara Abi Hisyam. “Maaf ya Bi, bikin Abi cemas,” sambung Faiq tak enak hati. Tak ada sahutan dari seberang, hingga membuat Faiq bicara lagi bermaksud menenangkan lelaki yang telah banyak berjasa padanya.“Abi jangan cemas, mobil sudah selesai dibenarin. Kini kami sudah melanjutkan perjalanan,” terang Faiq cepat supaya Abi Hisyam tidak panik.“Alhamdulillah, syukurlah. Abi cemas, karena kamu tak datang jua. Sementara waktu semakin siang. Baiklah! Abi tunggu segera. Jangan lama-lama ya,” pesan Abi Hisyam sebelum memutuskan sambungan telepon.Setelah sambungan telepon terputus, Faiq menyimpan kembali ponselnya di saku jas. Perjalanan kembali dilanjutkan, sampai di persimpangan tak jauh dari rumah pengantin wanita mobil kembali berhenti, membuat Faiq heran. "Ada apa lagi ini?" batin Faiq dalam hati. Kecemasan hinggap dalam dada lelaki yang sebentar l
Abi Hisyam jelas heran dan bertanya-tanya, kenapa tidak ada Faiq bersama rombongan itu. Kemana pria itu, apa ia berniat kabur? pikiran buruk bermain di benak Abi Hisyam. Untuk menghilangkan pikiran buruk itu, mau tak mau Abi Hisyam harus bertanya pada salah seorang dari rombongan yang baru datang. “Mana Faiq?” Tanya Abi Hisyam dengan mata terus jelalatan memindai area. Berharap Faiq muncul dari belakang. Tapi sayang harapannya tak sesuai kenyataan. Faiq tak kunjung keluar dari mobil. Gimana mau keluar, orang yang ditunggu tidak berada di dalam mobil.“Faiq tidak bersama kalian?” tanya Abi Hisyam yang penasaran dengan keberadaan Faiq.Serentak semuanya bengong dengan pertanyaan pria di depannya. Masih ingat dalam benak mereka, bahwa ada seorang pria yang datang menjemput Faiq, kini calon mertua Faiq ini malah menanyakan pada mereka. Mana mereka tahu, jelas sekali tadi sudah berangkat dengan orang yang mengaku suruhan Abi hisyam. "Loh ! Faiq belum sampai sini? kok aneh," gumam Ikhsan
Sementara di tempat lain, tepatnya di atas sebuah motor yang tengah melaju kencang seorang pria berpakaian pengantin berusaha menghentikan laju motor. Lelaki itu adalah Faiq, sang calon pengantin yang dibawa kabur oleh seorang pria. Entah apa tujuan pria itu membawa kabur sang pengantin baru.“Hei Pak! Berhenti, bapak mau bawa saya kemana? Kok jalannya lewat sini,” tanya Faiq menepuk bahu sang sopir sedikit kencang. Tanpa memedulikan tepukan Faiq, sang sopir terus saja melarikan motornya ke jalan yang lengang.“Pak! Berhenti,” teriak Faiq dengan nada suara lebih keras. Tapi teriakan itu tetap tak digubris oleh si pengendara motor. Kebetulan jalanan sepi, jadi mudah saja bagi pak sopir bersikap acuh dan tak peduli.“Jika bapak tidak berhenti juga, saya loncat nih,” ancam Faiq tak kehilangan akal. Faiq mengambil ancang-ancang bersiap untuk meloncat.Mendadak sang sopir terkaget-kaget dengan ancaman penumpangnya. Wah bahaya, kalau dia bisa kabur, habis aku dimarahi bos besar. Ini tak bo