Share

Bab 6. Aku beta!

Penulis: Lemonia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 22:50:44

Matahari belum terlalu tinggi, tapi lapangan sudah terasa panas di bawah sepatunya. Fiora berdiri di barisan, tangannya bertumpu di pinggang, napasnya mulai berat meski pemanasan baru berlangsung beberapa menit. Keringat mengalir pelan dari pelipisnya, membasahi garis rahang, membuat helaian rambut menempel di kulit.

Ada yang tidak beres dengan tubuhnya.

Kepalanya sedikit pening, seperti berputar perlahan. Dunia terasa bergeser setengah langkah lebih cepat dari biasanya, membuat Fiora harus berdiri diam agar tidak kehilangan keseimbangan. Tapi yang paling mengganggu bukanlah pusing itu, melainkan panas yang muncul dari dalam tubuhnya sendiri. Panas itu menyebar dari dada, lalu mengendap di perut, membuat seluruh tubuhnya terasa tidak familiar, karena ini memang pertama kalinya Fiora mengalami ini.

Napasnya tersengal, padahal dia belum berlari. Bahkan tidak sedang bergerak cepat. Jantungnya berdetak lebih keras dari biasanya, menciptakan ritme tak teratur yang membuatnya semakin gelisah.

Sebenarnya, sudah dua hari ini indra penciumannya menjadi lebih tajam. Fiora bisa mencium bau keringat teman disebelahnya, aroma tajam rumput yang baru dipotong di halaman sekolah, bahkan wangi samar dari seseorang yang berdiri cukup jauh di depannya. Wanginya manis, namun entah kenapa membuat perutnya bergejolak tanpa sebab yang jelas. Semuanya terlalu jelas, terlalu kuat, hingga menyebabkan mual.

“Fi, tidak seperti biasanya kau pakai parfum,” suara Talia terdengar dari samping, ringan seperti biasa, tapi ada nada penasaran di baliknya.

Fiora menoleh cepat. “Apa?”

“Seperti vanila tapi juga seperti wangi bunga. Mawar, mungkin? Tapi lebih lembut. Tidak terlalu menyengat, kok. Tenang saja."

Fiora mengerutkan alis, lalu dengan hati-hati mengendus kerah bajunya. Tidak ada apa pun yang aneh. Hanya bau keringat yang samar, bercampur sisa sabun dari mandi pagi tadi, sabun biasa yang sudah ia pakai bertahun-tahun. "Aku tidak mencium bau apapun."

Sebelum Talia sempat menjawab, peluit guru olahraga terdengar lagi, lebih tajam. Siswa-siswa mulai berpencar, beberapa sudah mengambil bola, sebagian lagi membentuk tim.

Fiora mencoba tidak memikirkannya. Mencoba fokus pada permainan dan mengabaikan desiran aneh yang masih terasa dalam tubuhnya. Tapi semakin banyak ia bergerak, semakin cepat pula tenaganya terkuras. Nafasnya memburu lebih cepat dari biasanya, keringatnya mengucur deras, membasahi pelipis dan tengkuknya hingga seragam olahraga yang dipakainya terasa lengket dan tak nyaman.

Dan kemudian, rasa nyeri itu datang. Tumpul di perut bagian bawah, seperti ditusuk pelan dari dalam, lalu menghilang sebelum sempat benar-benar menyakitkan.

Yang lebih mengganggu adalah pandangan beberapa anak laki-laki. Terutama mereka yang berjenis Alpha.

Mereka mulai melirik ke arahnya. Satu per satu. Tidak semua terang-terangan, tapi cukup jelas bagi Fiora yang sedang sangat sensitif terhadap sekelilingnya.

Bukan tatapan biasa.

Bukan karena rambutnya yang lepek atau seragam olahraga yang kusut. Ada sesuatu dalam pandangan mereka, seperti penciuman mereka menangkap hal yang bahkan tak bisa ia rasakan sendiri.

“Pertandingan selesai!” seru pelatih dari pinggir lapangan.

Fiora nyaris mendesah lega mendengarnya. Ia langsung berjalan ke pinggir lapangan, mengambil botol air dan meneguknya dengan cepat. Tapi bahkan air dingin tak benar-benar menurunkan panas dari dalam tubuhnya. Langkahnya terasa berat saat ia menuju ruang ganti lebih dulu dari yang lain.

Saat kaus olahraga dilepas, Fiora bisa merasakan hembusan angin dari ventilasi menyentuh kulitnya yang basah oleh keringat. Meski hanya sesaat, sensasi dingin itu meredakan panas dalam tubuhnya sedikit.

Ia bersandar ke loker, tubuhnya setengah limbung, dan memejamkan mata. Keningnya mengerut. ‘Aku harus ke UKS.’

Ada sesuatu yang salah.

Keringatnya beraroma. Ia bisa menciumnya sekarang. Lembut, manis, samar seperti bunga mawar yang mekar. Seperti omega.

Napasnya tercekat. Tubuhnya menegang.

‘Tidak. Tidak mungkin.’ Ia membuka mata perlahan, jantungnya berdetak kencang dan berantakan. 'Tidak.. aku beta!'

“Fiora?”

Suara itu membelah pikirannya yang kalut. Fiora menoleh pelan, matanya buram, baru menyadari bahwa Beberapa teman sekelasnya sudah masuk ke ruang ganti. Talia mendekat, menepuk bahunya pelan. Alisnya mengernyit.

“Kau sangat pucat. Kau sakit?”

Fiora ingin menjawab, tapi tenggorokannya kering. Matanya berair, tubuhnya mulai menggigil. Lututnya seperti tak kuat menopang beban.

“Aku... aku harus ke UKS,” ucapnya akhirnya, suaranya serak dan nyaris tak terdengar. Ia buru-buru meraih seragam sekolah dan mengenakannya dengan tangan gemetar, tak peduli lagi apakah bajunya terpasang rapi atau tidak.

"Aku akan mengantarmu," ujar Talia, masih mengenakan baju olahraganya. Ia menyusul Fiora dengan langkah cepat, namun baru beberapa langkah keluar ruang ganti, Talia berhenti dan menatapnya. Hidungnya sedikit mengernyit. “Fi, baumu semakin pekat.”

Fiora hanya bisa menunduk. Napasnya tak teratur, dada naik-turun terlalu cepat, dan kulitnya meremang seolah suhu ruangan mendadak berubah. Perut bagian bawahnya kembali berdenyut pelan tapi menyiksa.

“Tapi aku beta, Talia.” suaranya nyaris putus asa. “Aku sudah jadi beta sejak umur tujuh tahun! Hasilnya jelas.”

Talia menelan ludah, menatapnya dalam diam sesaat.

“Aku rasa, sudah tidak lagi.”

***

Mereka sampai di UKS, tetapi ruangan itu kosong. Tak ada satu pun petugas yang berjaga. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan, dan aroma disinfektan yang menusuk hidung.

Fiora langsung menuju salah satu ranjang di pojok ruangan dan membaringkan tubuhnya yang gemetar. Kasurnya dingin, tapi itu tak cukup untuk meredakan panas yang membakar dari dalam. Panas di tubuhnya sudah tak bisa dikendalikan lagi. Keringat membasahi pelipis, dan matanya basah oleh rasa campur aduk yang tak ia pahami.

Talia menutup pintu UKS dengan cepat, lalu segera bergegas membuka lemari satu per satu. Tangannya ikut gemetar, entah karena panik atau ikut terpengaruh aroma feromon Fiora yang semakin memenuhi ruangan. Matanya menyapu rak-rak kecil yang tertata seadanya, mencari Satu-satunya obat yang mungkin bisa meredakan sakitnya Fiora.

“Sial…” gumamnya. “Di mana suppressant-nya?!”

Lemari ketiga dibuka dengan kasar, lalu ditutup kembali dengan suara bantingan. “UKS macam apa ini?! Tidak ada petugas, tidak ada persediaan?"

Fiora hanya bisa meringkuk, menahan diri untuk tidak mengerang. Panasnya sudah sampai ke tengkuk, tepat di tempat kelenjarnya berada. Aroma tubuhnya makin pekat, dan ia tahu, siapa pun yang berjenis Alpha dan cukup dekat pasti akan merasakannya juga.

Dan itu menakutkan.

Talia berbalik, menelan panik yang mulai memenuhi tenggorokannya. "Tunggu disini, aku akan meminta Suppressant dari omega yang paling dekat dari sini dan memanggil petugas untuk memeriksamu. Aku akan kembali secepatnya."

Fiora hanya mengangguk.

Pintu UKS terbuka dan tertutup lagi dalam waktu singkat. Talia menghilang di balik pintu tersebut.

Untuk beberapa detik, UKS sunyi. Hanya deru napas Fiora yang terdengar, tercekat dan tersengal. Tubuhnya mulai berkeringat lebih deras. Bahkan seprai di bawahnya sudah lembap.

Lalu, dari luar, terdengar suara.

“Hei, apa kau mencium sesuatu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 7. Pertolongan

    Heat omega bisa sangat berbahaya jika terjadi di tempat umum. Feromon yang dilepaskannya bisa mempengaruhi omega lain untuk memasuki fase heat secara tak terduga, dan lebih parah lagi, dapat memicu red phase pada alpha yang mencium baunya. Dalam fase itu, seorang alpha bisa kehilangan kendali atas instingnya, seolah otaknya terputus dari logika, dan hanya menyisakan dorongan naluriah untuk mengklaim.Karena risiko itulah, pemerintah menerapkan peraturan yang sangat ketat. Omega yang masih di bawah umur diwajibkan mengonsumsi obat penekan heat secara rutin. Hal yang sama berlaku untuk para Alpha, mereka juga harus mengonsumsi penstabil agar tidak mudah terpicu oleh aroma feromon. Obat-obat itu harus diminum tepat waktu, setiap hari, tanpa kecuali. Pemeriksaan acak di sekolah dan tempat umum sering dilakukan untuk memastikan kepatuhan.Jika ketahuan melanggar, maka akan mendapat sanksi. Denda besar, surat peringatan, pembatasan akses fasilitas publik, bahkan bisa dimasukan ke dalam Pusa

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 6. Aku beta!

    Matahari belum terlalu tinggi, tapi lapangan sudah terasa panas di bawah sepatunya. Fiora berdiri di barisan, tangannya bertumpu di pinggang, napasnya mulai berat meski pemanasan baru berlangsung beberapa menit. Keringat mengalir pelan dari pelipisnya, membasahi garis rahang, membuat helaian rambut menempel di kulit.Ada yang tidak beres dengan tubuhnya.Kepalanya sedikit pening, seperti berputar perlahan. Dunia terasa bergeser setengah langkah lebih cepat dari biasanya, membuat Fiora harus berdiri diam agar tidak kehilangan keseimbangan. Tapi yang paling mengganggu bukanlah pusing itu, melainkan panas yang muncul dari dalam tubuhnya sendiri. Panas itu menyebar dari dada, lalu mengendap di perut, membuat seluruh tubuhnya terasa tidak familiar, karena ini memang pertama kalinya Fiora mengalami ini.Napasnya tersengal, padahal dia belum berlari. Bahkan tidak sedang bergerak cepat. Jantungnya berdetak lebih keras dari biasanya, menciptakan ritme tak teratur yang membuatnya semakin gelisa

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 5. Kedatangan siswa baru

    “Gina.”Semua mata langsung menoleh. Reksa berdiri tidak jauh dari sana, tangannya dimasukkan ke saku celana, ekspresinya datar tapi cukup untuk membuat siapa pun merasa terancam.“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya dengan nada santai, meski ada sedikit sindiran yang jelas tersembunyi di balik kata-katanya. Siswa kelas tiga seharusnya tidak berada di Koridor wilayah kelas dua, apalagi tanpa alasan yang jelas.Gina tersenyum lebar, langkah cerianya tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Seakan tak menyadari bahaya yang mengintai, ia mendekat pada Reksa dengan semangat yang tak terhitung. “Reksa! Aku mencarimu kemana-mana!”Reksa mengangkat alis, Pandangannya tetap dingin, "mencariku?" suaranya terdengar datar, nyaris tak berintonasi. "Untuk apa?"Gina berhenti tepat di depannya, mencoba menampilkan senyum manis yang mungkin efektif bagi orang lain, tapi jelas tidak bagi Reksa. “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kita kan belum bertemu hari ini,” ucapnya dengan nada lembut

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 4. Muncul antagonis?

    “Seperti yang kita semua tahu, dalam masyarakat kita, ada tiga sekunder gender utama yaitu Alpha, Beta, dan Omega. Setiap sekunder memiliki karakteristik biologis yang berbeda, terutama dalam hal interaksi sosial dan hubungan pasangan,” ucap Pak Dwi sambil memandang seisi kelas.Semua siswa terlihat kompak mengangguk, meskipun beberapa diantaranya sebenarnya masih bingung.Mengerti kebingungan siswanya, Pak Dwi melanjutkan penjelasannya. "Dari zaman dulu hingga sekarang, hubungan antara individu dari jenis kelamin sekunder yang berbeda telah menjadi topik yang menarik. Beberapa orang memiliki aturan ketat tentang perkawinan, sementara yang lainnya lebih fleksibel. Namun, yang pasti, jalinan hubungan tidak hanya sekadar tentang cinta atau ketertarikan, tetapi juga tentang kompatibilitas biologis.""Hari ini, kita akan membahas tentang ikatan perkawinan dalam sistem ABO. Bagaimana ikatan ini terbentuk? Apa saja konsekuensinya, baik secara biologis maupun sosial? Dan apakah semua pasanga

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 3. Awal sebab

    "Ini sih keterlaluan. Mau sampai kapan diam, Fi? Kau harus melapor pada guru," desak Talia, teman sekelasnya yang baru saja masuk ke kelas. Nada suaranya terdengar gusar, seolah tak bisa menahan kekesalannya melihat keadaan Fiora.Fiora masih diam, tangannya menyentuh salah satu coretan di mejanya. Ia mengusapnya perlahan, lega karena setidaknya Reksa sedikit berbaik hati dengan tidak menggunakan spidol permanen untuk ini."Tidak perlu," ucap Fiora akhirnya. "Reksa paling cuma dapat hukuman ringan, dan itu tidak akan menjamin dia berhenti menggangguku.""Kau cuma takut, kan? Kalau dia malah bertingkah lebih parah kalau kau melapor," balas Talia sambil menatapnya tajam.Fiora tidak menjawab. Itu memang salah satu alasannya, tapi ada hal lain yang lebih menakutkan.Pikirannya kembali ke kejadian yang membuatnya menjadi pesuruh Reksa.Hari itu, Fiora mendapat giliran piket kelas. Tugasnya adalah membuang sampah ke tempat pembuangan sementara di belakang sekolah, area yang jarang dilewati

  • Ditandai oleh Bajingan yang Membuliku   Bab 2. Alpha sebaiknya berurusan dengan omega saja

    Di dunia ini, setiap manusia memiliki jenis kelamin sekunder, yang bukan hanya menentukan pasangan hidup, tetapi juga hierarki sosial dan bagaimana mereka dipandang dalam masyarakat.Alpha, pemegang hierarki tertinggi yang kuat dan dominan. Beta, populasi terbesar tanpa feromon. Sedangkan omega, sering dianggap sebagai lambang kecantikan.Di usia remaja, naluri Alpha dan Omega semakin kuat, membuat keinginan mereka untuk memiliki satu sama lain meningkat. Daya tarik ini terasa seperti magnet yang tidak bisa mereka kendalikan, bagian dari insting alami mereka. Sementara itu, Beta tidak mengalami ketertarikan semacam itu dan menjalani hidup mereka tanpa benar-benar terikat dalam sistem ini, meski tetap berada di dalam lingkup sosial Alpha dan Omega.Alpha bisa berteman, bekerja, atau bahkan memimpin Beta dalam lingkungan sosial. Namun, ada satu hal yang jarang terjadi, Alpha tidak punya alasan untuk bermain-main atau mengganggu Beta. Itu bukan sesuatu yang menarik bagi mereka. Jika ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status