Home / Rumah Tangga / Ditiduri Majikan / Eps 6. Apartemen

Share

Eps 6. Apartemen

Author: Yuwen aqsa
last update Last Updated: 2024-02-11 14:37:20

Begitu sampai di rumah, Lingga langsung masuk. Menjabat tangan tamu papa Fandi yang sedang ngobrol di ruang tamu. Dia pamit masuk ke dalam dengan alasan ingin ke kamar mandi. Lingga menghela nafas saat ada beberapa orang di ruang tengah. Pengen nyari Nada, pengen ngomongin tentang testpack dan masih ada yang mau ia bahas lagi. Tapi kalau ada banyak orang begini, Lingga takut semua mencurigainya.

Santai kaya’ nggak ada masalah apa pun, Lingga melangkah ke kulkas. Mengambil botol air minum dingin dan menuangnya ke gelas. Melirik ke arah dapur untuk mencari keberadaan Nada. Dan sialnya di dapur Cuma ada Bu Sari sama ibu tetangga sebelah yang membantu mama Ajeng masak.

Memberanikan diri masuk ke dapur.

“Eh, Mas Lingga. Mau cari apa, Mas?” tanya bu Sari.

“Uumm,” gumam Lingga, menggaruk sisi kepala. “Nada di mana? Mau nanyain kemeja yang kemarin dia setrika.”

“Oh, si Nada tadi disuruh ibu beliin isi staples,” jawab Bu Sari.

Lingga menganggukkan kepala. Balik badan dan keluar dari dapur. Kesempatan bisa ngajakin Nada untuk bicara berdua. Lingga melangkah lebar, keluar dari rumah dan kembali masuk ke mobil. Mobilnya melaju pelan keluar gerbang dan berhenti di pinggir jalan gang yang menjadi jalan satu-satunya menuju ke rumahnya.

Lingga melangkah keluar saat melihat Nada yang muncul dari belokan jalan.

Kedua mata Nada melebar melihat Lingga yang mendekat. “Den,” jeritnya tertahan ketika tangannya langsung dicekal dan dia ditarik. “Den, lepaskan, Den!”

“Masuk,” suruh Lingga setelah membuka pintu.

Nada menggeleng, wajahnya terlihat takut. “Nyonya nunggu saya.”

Lingga menatap tajam tepat di kedua manik mata Nada. “Masuk. Ada banyak yang ingin aku bicarakan sama kamu.”

Dengan terpaksa dan takut Nada masuk ke mobil. Dia menoleh ketika Lingga menengadahkan tangan.

“Mana isi staplesnya?” pinta Lingga.

Nada menyerahkan plastik bening yang berisi beberapa isi staples. Dia menunduk, meremas tangan sendiri yang ada di pangkuan.

“Pak, keluar bentar,” suruh Lingga pada seseorang yang ditelpon. Cuma ngomong gitu dan langsung menarik hp dari telinga. Lingga membuka kaca mobil dan menyerahkan palstik itu ke pak Saidi. “Kasih ke mama. Bilang aja Nada ijin jenguk teman sakit yang kerja di daerah sini.” Kata Lingga.

Pak Saidi tersenyum melihat beberapa lembar uang untuk tutup mulut. “Siap, Den!”

Tak menunggu lagi, mobil hitam Lingga bergerak, menjauh dari area rumah tinggalnya. Tak ada obrolan, Lingga diam, begitu juga dengan Nada yang diam menunduk dan sesekali melirik ke kaca samping.

Mungkin sepuluh menit, Lingga masuk ke halaman gedung apartemen. Langsung ke basemen untuk parkir.

“Ayok, turun,” ajaknya, melirik ke Nada yang menatap ke kiri kanan.

Nada menurut, membuka pintu mobil dan turun. Mengikuti langkah Lingga yang menuju ke lorong untuk masuk ke gedung apartemen. Ikut masuk ke dalam lift. Aman di lift karna dia nggak Cuma sama Lingga saja. Di lantai 12 Lingga dan Nada keluar.

Lingga menoleh, menatap Nada yang terlihat takut. “Ayok, masuk.”

Bibir Nada gemetar. “Den, saya… saya—” tak melanjutkan kalimat karna tangannya ditarik untuk masuk ke dalam unit apartemen milik Lingga yang tidak diketahui mama atau siapa pun. Mesannya nggak pakai namanya, tapi pakai nama pak satpam di kantor, jadi nggak tercatat dan nggak bisa dilacak.

Nada dipepet di dinding sebelah pintu. Dadanya terlihat nyata jika berdebar menyepat. Kedua mata berair karna takut. Lalu menggelengkan kepala. “Saya nggak akan ngasih tau ke siapa pun kalau saya hamil, Den. Saya… saya akan berusaha membuat dia tak bertahan,” kata Nada dengan suara tertahan.

Kedua mata Lingga menajam. “Kamu berani menggugurkan anakku?”

Jantung Nada makin berdebar menyepat mendengar pertanyaan yang seperti menantang itu. Perlahan ia mengangkat wajah sampai mendongak karna kemungilannya tak sejajar dengan Lingga yang teramat tinggi. Tangannya mengepal karna banyakan bejatnya Lingga ketika merebut paksa kegadisannya terlintas. Rasanya marah, sakit hati dan… dan benci.

Nada meneguk ludahnya. “Saya nggak mau hamil. Saya masih ingin bekerja. Tujuan saya merantau ke Jakarta untuk mencari uang. Untuk biaya sekolah adik-adik saya dan berobat ibuk. Dan anda yang telah membuat tujuan saya itu jadi buyar. Makanya, saya akan berusaha sekeras mungkin untuk membuangnya—eeggh!”

Tak suka dengan kalimat panjang Nada, Lingga menakup wajah kecil Nada sampai bibir Nada mengerucut. Lalu mengecup bibir berwarna merah muda itu.

Tangan Nada bergerak memukuli bawah dada Lingga. Mencekal tangan Lingga, berusaha menarik tangan itu untuk membebaskan diri.

“Enggak, Den. Saya nggak mau! Enggak mau!” jerit Nada, menolak ketika dia ditarik untuk mengikuti Lingga yang masuk ke ruang tengah. “Aaa! Jangan, Den! Tolong, jangan! Hiks….”

Nada kembali pasrah saat rok dan kaosnya telah terlempar ke lantai. Dia memejam, menahan rasa aneh yang selalu muncul saat Lingga mulai mengerayahi tubuhnya.

“Aahh, Deh… jangan, Den….”

Sebenarnya nggak pengen mendesah, tapi permainan Lingga dan penyatuannya benar-benar membuat bibir Nada tak bisa dikontrol. Tangan Nada mencekal kedua lengan Lingga yang mengungkung tubuhnya. Bibirnya tak berhenti mendesah saat Lingga bergerak cepat. Bahkan ia menegang saat mencapai di titik puncaknya.

Untuk pertama kalinya lingga tersenyum melihat wajah polos Nada yang kesakitan dan penuh keringat. Dirasa dia sangat candu dengan Nada.

“Jangan pernah berfikir membunuh anakku, Nad,” bisik Lingga, tepat di atas wajah Nada yang masih mengatur nafas.

Ini Nada baru saja pelepasan dan lemesnya ibu hamil muda membuatnya amat lelah. Bulir mengalir melalui ujung mata. “Den,” lirih Nada dengan suara serak. “Saya… saya….”

“Aku akan tanggung jawab.” Putus Lingga.

Lingga menarik diri, menjatuhkan tubuh polosnya di sebelah Nada. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Nada. Tangan kekarnya melingkar ke dada Nada, mendekapnya.

“Maksudnya tanggung jawab bagaimana?” tanya Nada, melirik Lingga. Dia berusaha menyingkirkan lengan tangan Lingga dan menggeser tubuh untuk menjaga jarak.

“Tetap lahirkan anakku. Aku akan membiayainya. Aku akan menganggap dia anakku.”

Nada memejam dalam mendengar jawaban itu. “Bagaimana kalau nyonya dan tuan bertanya. Saya harus jawab bagaiman soal kehamilan saya?”

“Tidak usah kembali ke rumah. Tinggallah di sini saja.”

Nada terbelalak mendengar ide Lingga. “Den—”

“Jangan membantahku, Nad. Kamu butuhnya uang, kan? Aku akan kirim uang ke orang tuamu setiap bulan. Jadi kamu tidak perlu berkerja. Cukup jaga anakku sampai lahir dan selamat.” Santai Lingga beranjak dari ranjang. Memunguti baju dan celana lalu membawanya masuk ke kamar mandi.

Nada mencengkeram pinggiran selimut yang menutupi tubuh polosnya. Ia menunduk, kembali menangis saat melihat tanda merah di salah satu gundukan dada.

“Ibu… maafkan aku….” Rintih Nada dengan hati hancur.

Jujur saja Nada bingung harus bagaimana. Kembali pulang ke kampung, itu teramat tak mungkin. Satu-satunya cara yang terlintas di kepala hanya menggugurkan kandungannya sebelum perut membesar. Dan ia bisa kembali bekerja tanpa rasa khawatir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (17)
goodnovel comment avatar
RATU KIDUL oser
gpp deh. dari pada dia pulang ke rumah lingga. mending di apartemen
goodnovel comment avatar
lais_jk98
tanggung jawab ki di nikahi loh ling kalo tanggung jawab kek gitu kamu sama aja anggep nada kayak wanita gampangan kamu punya adek loh ling
goodnovel comment avatar
yunita zaidan
tapi emang paling aman nada ga usah balik lagi kerumah lingga deh... ntar diamuk sama emaknya lingga gara" aduan adis
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ditiduri Majikan   Extra Part

    “Aargh! Aargh!” pak Fandi merintih tak henti ketika luka di kakinya terasa nyeri sampai ulu hati sana.Satu tahun ini ia terkena diabetes, gulanya tinggi. Kakinya yang patah dulu itu, membengkak. bagian jempolnya tepat di kuku, mengeluarkan bau tak enak. Terkadang perawat lelaki yang Adis bayar untuk mengurusi pak Fandi sampai muntah-muntah karna tak tahan dengan bau nanah, bau busuk yang keluar dari jempol kakinya.“Setiap hari sore pasti begitu, Bu,” tutur perawat lelaki ini.Adis menatap prihatin akan keadaan papa tirinya yang sampai detik ini masih menghuni rumahnya. Ya, walau mamanya sudah enggak ada, tapi pak Fandi tetap di sini. Dan sepertinya akan menghabiskan sisa hidupnya di rumah almarhum sahabatnya dulu.“Dis,” panggil pak Fandi, tak begitu jelas.Adis sedikit merinding mendengar panggilan itu. Sejak kejadian malam dua tahun lalu itu, Adis tak pernah lagi muncul di hadapan pak Fandi. Dia takut dan tidak mau terjadi hal yang lebih mengerikan pada diri sendiri.“Bu, dipanggi

  • Ditiduri Majikan   Eps 58. ending!

    Adis menatap iba pada adiknya yang tertidur di dalam box baby. Kata dokter adiknya bisa dioperasi untuk satu matanya itu. Hanya saja kemungkinan satu mata itu bisa berfungsi, sangat lah tipis. Tetapi jika adik kecilnya ini tidak oeprasi, Adis nggak tega melihatnya. Pasti ketika besar nanti akan menjadi bullyan teman-temannya perkara kecacatannya.Kedua bahu Adis melemah dengan kenyataan hidupnya yang sekarang terasa amat berat di kedua pundaknya. Mengurusi adik beda ayah ini, mengurusi pak Fandi yang bahkan tak ada hubungan darah dengannya. Lalu mengurusi mamanya yang sampai hitungan bulan ini belum sembuh. Entah, luka jahitan di perut mamanya belum sembuh, belum kering. Justru mengeluarkan bau tak enak dan mamanya sering menjerit kesakitan setiap hari.Tangan Adis meremas kain dressnya sendiri. Dengan cukup kesusahan ia meneguk ludah lalu melangkah pergi, keluar dari kamar Aina.“Bu,” sapa suster Bella, suster yang Adis sewa untuk merawat Aina.Adis menunjuk ke arah sofa yang ada di

  • Ditiduri Majikan   Eps 57.

    Entah apa yang telah terjadi. Kuasa Tuhan itu nyata adanya. Selama hamil bu Marlin tak pernah melakukan kesalahan apa pun. Tutur katanya juga biasa, tak pernah menyumpahi siapa pun. Makan juga makan sayuran biasa yang disediakan oleh suster yang telah disewa oleh Adis.Adis menatap layar hp yang menampilkan foto adiknya yang telah tertidur di box baby. Baby cantik yang wajahnya sedikit mirip dengan wajahnya. Tapi sayang, baby cantik ini satu matanya datar, seperti tak ada apa-apa. Hanya ada alis berbulu tipis saja. selain itu, yang lain normal. Tangannya ada dua, kaki juga dua. Begitu yang yang lain.Adis menatap mamanya yang sempat menolak anaknya ini. Mama Marlin nggak mau nyusui anaknya karna anaknya… cacat. Bahkan bu Marlin sampai menangis meraung dan menuduh pihak rumah sakit telah menukar anaknya.Bagaimana mungkin anak ini ditukar? Semalam yang masuk dan menjadi pasien melahirkan hanya bu Marlin saja. Dan hanya ada satu baby ini saja.“Eegh….”Lengkuhan lirih dari ranjang membu

  • Ditiduri Majikan   Eps 56.

    Malam hari, pak Fandi bangun karna susah tidur. Hampir seharian tidur, jadi kalau harus semalam tidur, rasanya bosan dan sudah susah untuk tidur. Ia melangkah keluar dengan bantuan tongkat karna kakinya masih sakit untuk berjalan tanpa bantuan. Dengan hati-hati mendudukkan diri di sofa ruang tv, mengambil remote tv dan menatap layar lebar di hadapannya yang menyala. Menekan remote, mengubah canel yang dimau.Di dalam kamar yang berbeda, bu Marlin merasa tergangu dengan suara berisik dari luar kamar. dengan hati-hati ia beranjak bangun, awas menatap jam yang melingkar di dinding kamar yang ia pakai. Di sana jarum jamnya ada di angka dua. Jadi ini dini hari, tentu di luar masih petang.“Pasti itu mas Fandi,” gumamnya dalam kesendirian. “Udah dibilangin kalau malam jangan nonton tv kencang-kencang masih aja nggak didengarkan! Sudah nggak bisa jalan! Ngerepoton anakku! Tapi tetap nggak tau diri!” bu Marlin mengomel, menatap ke arah pintu kamarnya yang tertutup dengan tatapan kesal.“Mas!

  • Ditiduri Majikan   Eps 55.

    “Mamamama….”Pagi menyapa dan cerewetnya Yoona yang pertama masuk ke pendengaran Nada. Pelan-pelan ia membuka mata, menyipit dan tersenyum saat ternyata anaknya sudah bangun. Yoona duduk anteng di depannya sambil memainkan sesuatu.Sesuatu berupa bh yang dua cupnya berbentuk bunga mawar berwarna merah itu ditarik-tarik Yoona. Kaya’ yang gemes pengen lepasin bunga mawar itu dan membuangnya.Nada menepuk kening dan mencoba meminta barang dinasnya itu. “Na, mama minta.” Ia menengadahkan tangan.Yoona melirik, bibirnya mengerucut. bukannya memberikan, tapi bocah kecil yang tubuhnya berisi itu mengingsut duduk. Membelakangi mamanya dan kembali melakukan aktifitas, menarik-narik kelopak mawar merah itu.“Cckk, salahku sih. Kenapa juga nggak lempar itu di lantai aja. Sampai ditemuin sama Yoona.” Nada menggerutu sendiri. Ia bangun, kedua mata melebar saat bagian dadanya terekspos karna telanjang setelah semalam kembali dihabisi oleh suaminya.“Nen, mama nen.” Yoona menuding ke arah dada maman

  • Ditiduri Majikan   Eps 54.

    “Suster Wati nggak telpon. Padahal ini udah hampir siang,” gumam Nada setelah melihat layar hp-nya yang sepi.Lingga menggeser kelapa muda yang milik Nada. “Berarti Yoona nggak rewel, sayang.”“Kurang percaya aku, Mas. Aku mau vidio call.” Nada memutuskan menekan tanda panggilan vidio di pojok layar.Tak lama layar hp Nada berubah menjadi wajahnya suster Wati. Seorang suster yang telah Lingga sewa untuk menjaga Yoona selama satu minggu di Bali ini.“Bu,” sapa suster Wati.“Yoona nggak rewel, mbak?” tanya Nada.Kamera beralih menjadi kamera belakang, memperlihatkan Yoona yang sibuk mainan pasir ajaib di sebuah ruangan yang khusus untuk bermain balita. Dan ada beberapa balita juga, nggak Cuma Yoona saja.“Dari tadi anteng, Bu. Sambil saya kasih roti sama minum susu.”Nada tersenyum dengan helaan penuh lega. “Jangan lupa nanti tidur siang ya, mbak.”“Iya, Bu. Ini udah jam sebelas lebih. bentar lagi, kalau Yoona udah makan siang. Saya nina bobo.” Jawab suster sopan.Nada menganggukkan kep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status