"Tolong saya," rintih seorang pria berlumur darah, sambil memegang kaki Zahira.
Bugh!
Gadis itu jelas terkejut dan menjerit.Terlebih dia tidak bisa melihat wajah pria yang saat ini sudah mencium lantai.
"Anda siapa?" tanya Zahira yang sudah tidak dijawab pria tersebut."Mengapa orang ini bisa masuk ke dalam rumahku, padahal aku hanya keluar sebentar saja." Zahira masih memegang kantong plastik yang berisi kopi dan cemilan, yang baru saja di belinya di warung dekat rumah. Dalam posisi seperti ini, ia tidak bisa melihat wajah dari pria tersebut.Zahira baru menyadari keteledorannya yang lupa mengunci pintu. Jika wanita lain melihat hal mengerikan seperti ini, sudah pasti akan ketakutan setengah mati. Namun tidak dengan Zahira, gadis cantik itu bahkan terlihat santai dalam menghadapi kasus yang begitu sangat menakutkan seperti saat ini.Saat akan masuk ke rumahnya, ia sempat melihat beberapa orang laki-laki bertubuh tinggi dan besar. Para lelaki itu, lalu lalang di depannya. Meskipun tidak berkata apa-apa, namun nampak dari gelagatnya, mereka sedang mencari seseorang.Gadis berwajah cantik itu mulai berpikir, apa yang harus dilakukannya terhadap pria yang saat ini dalam keadaan sekarat. Bila tidak cepat di tolong, pria itu bisa mati karena kehabisan darah."Ya ampun aku lupa mengunci pintu." Lagi-lagi Zahira teledor dan lupa mengunci pintu rumahnya. Bisa saja orang-orang yang sedang mencari si pria datang dan langsung masuk ke dalam rumah.Zahira mencoba untuk melepaskan tangan pria itu dari kakinya. Setelah berhasil melepaskan tangan lelaki itu, dia berlari ke pintu dan mengunci pintu. Ditutupnya semua kain gorden dengan rapat, agar tidak ada celah untuk orang mengintip ke dalam.Dengan posisi telungkup seperti ini membuat darah akan semakin banyak mengalir dari luka di perutnya. Ia mencoba mendorong tubuh pria itu agar posisinya bisa terlentang. Tubuh pria itu cukup besar, tinggi dan tegap, membuat gadis bertubuh langsing itu kesulitan untuk membalikkan tubuh laki-laki tersebut."Akhirnya aku berhasil membalikkan tubuhnya, dia sangat berat." Zahira menarik napas panjang.Zahira berlari ke dalam kamar, untuk mengambil perlengkapan medis yang dimilikinya. Tidak butuh waktu lama dia sudah kembali membawa tas yang berisi peralatan medis.Sebelum memeriksa luka pasien, Zahira melapisi tangannya dengan sarung tangan latex berwarna putih. Dikeluarkannya Stetoskop dari dalam tas dan memeriksa detak jantung pria tersebut. Mendengar detak jantung yang masih stabil, dan nafas yang masih teratur, membuat ia sedikit lega.Wanita berwajah cantik itu, tampak tenang saat memeriksa kondisi pasiennya. Dibukanya, baju jas sertta kemeja yang melekat di tubuh pria tersebut. Bukan hanya satu luka di bagian perut saja. Pria itu juga mengalami luka robekan di bagian lengan, kemudian dada serta punggung. Harus diakuinya, bahwa pria itu memiliki stamina dan fisik yang kuat, sehingga masih mampu bertahan di saat kondisi seperti ini."Lukanya tidak terlalu dalam sehingga tidak melukai organ dalamnya." Zahira berkata setelah memeriksa luka tusukkan di perut pria tersebut. Dibersihkannya luka terlebih dahulu dengan memakai cairan desinfektan. Setelah membersihkan luka, Zahira memberi sunti bius di bagian perut. Setelah itu dia menjahit sobekan di bagian perut tersebut.Setelah menjahit bagian perut, Zahira membersihkan bagian luka di dada. Luka yang menganga itu kemudian dijahitnya. Begitu juga dengan luka di bagian lengan dan juga punggung.Setelah selesai menjahit bagian luka dan memastikan tidak ada lagi darah yang keluar mengalir, Zahira menutup bagian jahitan dengan memakai perban.Zahira selalu menyediakan alat-alat medis seperti ini. Guna untuk membantu tetangga yang butuh bantuan. Gadis itu memasukkan jarum infus di tangan pria yang belum diketahui identitasnya tersebut. Setelah memasang infus dan mengantungkan infus dengan besi penyangga, ia kemudian menyuntikkan antibiotik serta obat penghilang rasa nyeri dan beberapa jenis obat lainnya lewat jarum infus.Melihat dari penampilannya, pria itu seperti bukan orang biasa.Zahira memandang celana kain berwarna hitam yang sudah berlumuran darah. Tanpa ragu gadis cantik itu membuka celana si pria tanpa menyisakan sehelai benang pun.Setelah itu dia menutup tubuh pria itu dengan selimut dan memberikan bantal di belakang kepala. Namun posisinya masih tetap berada di ruang tamu. Karena Zahira tidak sanggup untuk memindahkan pria tersebut.Zahira ingin mengetahui siapa orang yang saat ini sedang ditolongnya. Dikeluarkannya dompet dari saku celana pria tersebut. Matanya terbuka lebar ketika melihat isi dompet pria itu. Didalam dompet begitu banyak lembaran uang Dollar dan uang rupiah. Hingga membuka gadis cantik itu melongo.Jantungnya berdegup semakin cepat ketika membayangkan sesuatu hal yang mengerikan dan ditakutinya. Melihat banyaknya uang di dalam dompet pria itu, mungkin orang ini memang bukan orang baik.Zahira melihat identitas dari pria tersebut. Ada banyak kartu di dalam dompet. Kartu penduduk untuk di Indonesia dan satu lagi kartu penduduk kewarganegaraan Amerika Serikat. Diperhatikannya wajah pria tersebut, yang diketahui bernama Arion Jhonson. Dari raut wajah si pria, memang tidak tampak seperti wajah asli Indonesia."Jika aku perhatikan wajahnya cukup tampan, tapi kenapa orang-orang tersebut ingin membunuhnya, " lirih gadis itu."Aku tidak boleh terlibat dalam kasus ini. Bisa saja dia seorang pengedar. Sepertinya di luar juga sudah aman aku akan membawanya ke rumah sakit." Zahira memutuskan. Diletakkannya dompet pria tersebut, kedalam saku celana.Drrrt!
Jantungnya berdegup dengan cepat, ketika mendengar suara panggilan telepon di ponsel milik laki-laki itu.
Keringat mulai bercucuran di pelipis kening. Ia tidak berani untuk mengangkat sambungan telepon.
Bisa saja yang saat ini menghubunginya, musuh yang sedang mencari si pria. Atau si penelepon, berada di depan rumahnya dan mencari keberadaan suara dering telepon.
Memikirkan hal ini, membuatnya takut. Dengan cepat ditolaknya panggilan telepon.
Niat hati untuk membawa pria itu keluar dari rumahnya, terpaksa ditunda.
"Semoga pilihanku tak salah," lirihnya dalam hati.
***Begitu banyak yang dilalui. Pada akhirnya ia sampai ke detik penuh kebahagiaan seperti ini. Dimana Alex mengucapkan ijab kabul untuknya.Air mata Fatimah menetes ketika bayangan kedua orang tua beserta kakaknya melintas dipandangnya. Mau seperti apapun orang-orang membenci keluarganya, namun dia tetap menyayangi mereka. Jika acara resepsi telah selesai, Fatimah ingin berkunjung ke makam keluarganya. Ia ingin memberi tahu kepada papi, mami berserta Alina, bahwa ia sudah menikah. Pernikahan yang diselenggarakan hanya dalam hitungan hari. Namun tetap saja berlangsung dengan mewah. Hanya saja tamu yang diundang sangat terbatas. Apa yang dialami Fatimah, membuat ia memiliki trauma jika berhadapan dengan orang banyak. "Padahal sudah janji, nikahnya sederhana." Fatimah berkata sambil memandang wajah tampan suaminya. "Ini sudah sangat sederhana," jawab Alex dengan santainya.Fatimah tersenyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. Meskipun wujudnya telah berubah, si cantik Celine masih te
"Nona Fatimah, Apa kamu bisa melihatku?" Dokter yang berdiri di depan Fatimah bertanya dengan tenang. Lagi-lagi Fatimah tidak menjawab Dia menangis dan detik kemudian memeluk Alex dengan erat. "Jika kamu tidak bisa melihat, aku siap menjadi matamu. Aku akan selalu bersamamu dan menjagamu. Kamu jangan sedih." Alex berbisik di telinga Fatimah, sambil mengusap punggung gadis tersebut. Fatimah menggelengkan kepalanya. "Aku akan selalu bersama denganmu. Aku tidak akan mempermasalahkan apapun." Lagi-lagi Alex berusaha meyakinkan gadis tersebut. Mengetahui mata Fatima tidak bisa melihat, tentu saja membuat ia kecewa. Namun cinta tidak dilihat dari fisik. Apapun kekurangan calon istrinya, Ia akan siap menerimanya. "Fatimah, bisa katakan seperti apa pandanganmu saat ini?" Tanya Vandra dengan cemas."Aku sudah bisa melihat." Fatimah mengusap air matanya dan kemudian menatap Alex. "Kamu bisa melihatku?" Alex begitu bahagia setelah mendengar jawaban dari Fatimah.Fatimah menganggukkan kepa
"Mas, aku gugup." Fatimah berkata sambil terus menggenggam tangan Alex. Hari ini adalah hari yang sangat ia nantikan. Dimana perban wajah dan perban mata akan dibuka. Namun entah mengapa Fatimah merasa takut dan juga gugup. Bagaimana jika operasi wajahnya gagal. Bisa saja wajahnya akan tampak menyeramkan. Atau mata yang tidak bisa melihat. "Jangan takut, operasi kamu pasti berjalan dengan sangat baik. Setelah ini kamu akan menjadi wanita tercantik." Alex paham dengan apa yang dirasakan calon istrinya. Karena itu dia menghibur calon istrinya tersebut. "Setelah buka perban, ternyata hasilnya di luar harapan. Apakah Mas masih mau dengan aku?" Fatimah berkata dengan nada sedih. Rasa cintanya sudah sangat besar untuk Alex, ia tidak akan sanggup jika kehilangan pria tersebut."Di luar harapan seperti apa maksudnya?" Alex tersenyum dan kemudian mencium punggung tangan Fatimah. "Banyak kan hasil operasi yang gagal. Misalnya saja setelah operasi wajahnya jadi aneh, atau mungkin menyeramkan
Meskipun diminta untuk beristirahat, namun Alex tidak menuruti perintah Vandra. Dengan setia ia menunggu Fatima di depan ruangan observasi. "Tuan Alex, nona Fatimah sudah sadar." Dokter yang memantau kondisi Fatimah langsung memberi tahu Alex. Mereka sangat kagum melihat cinta Alex yang begitu tulus untuk Fatimah. Didunia ini sangat langka bisa di temukan pria seperti Alex. Pria yang mencintai tanpa memandang fisik. "Benarkah? Apakah saya bisa langsung melihatnya?" Alex yang sudah tampak kelelahan, langsung bersemangat ketika mendengar kabar tentang calon istrinya."Silahkan." Dokter berkaca mata itu membersihkan Alex untuk masuk. "Jika nanti nona Fatimah meminta minum, anda berikan saja minum sedikit. Di sana sudah ada gelas minum serta takarannya. Nona Fatimah boleh minum persatu jam." Dokter berkaca mata itu menjelaskan.Dengan cepat Alex menganggukkan kepalanya. Ia langsung masuk ke ruangan operasi. Hal pertama yang dirasakannya, rasa sakit dan perih. Ia tidak bisa membayangkan
Alex menunggu di depan ruang operasi bersama dengan Arion dan Sebastian. Namun karena operasi berjalan sangat lama, Arion dan Sebastian pulang. Kini tinggal Alex seorang yang menunggu. 20 jam menunggu akhirnya lampu yang menyala di ruang operasi dipadamkan. Ini pertanda bahwa operasi telah selesai. Namun tetap saja Alex merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat. Bagaimana jika operasi tidak berjalan dengan baik. Hal itu rasanya tidak mungkin, mengingat tim dokter yang disediakan oleh Arion bukanlah tim Dokter sembarangan. Bahkan Arion mendatangkan dokter-dokter dari luar negeri yang memang sudah terkenal dengan kemampuan dibidangnya masing-masing. Pintu ruangan terbuka, tim Dokter pun keluar dari dalam ruangan. "Dokter Vandra, bagaimana kondisinya?" Alex langsung bertanya dengan Vandra yang merupakan ketua tim."Operasi berjalan dengan lancar namun pasien masih dalam keadaan kritis. Dalam artian kita akan menunggu selama 24 jam untuk memantau kondisi pasien. Jika kondisi pa
Arion sibuk mengganti popok putrinya yang sedang pup. Dengan sangat telaten, pria tampan itu membersihkan pantat bayinya dengan tisu basah. Setelah bersih barulah memasangkan popok yang baru. Arion sangat menikmati perannya menjadi seorang ayah. Ketika putri kecilnya menangis, ia yang bangun lebih dulu. Jika bayi cantik itu bangun karena merasa tidak nyaman dan meminta diganti pipok, Arion tidak akan membangunkan istrinya, dia yang akan menganggti sendiri."Anak Daddy sudah wangi." Arion tersenyum dan mencium pipi bulat putrinya. "Kamu sangat cantik, Mirip mommy." Arion berkata sambil memandang Zahira yang tertidur lelap. Bayi cantik itu memandang Arion dengan bibir bulat. Seakan ia sedang berbicara dengan Daddy nya. Wajah bayi cantik itu sangatlah sempurna. Hidung mancung, bibir kecil, warna kulit putih kemerahan dan rambut yang berwarna coklat. Meskipun paras wajahnya mirip Zahira, namun warna kulit, hidung, mata, Serta alis, milik sang Daddy. Sepertinya bayi cantik itu sangat p