Aku terbangun dari tidurku dan mendapati diriku dengan hanya tertutupi selimut berwarna jingga milikku. Aku melihat jam dinding di kamarku, ternyata sekarang sudah pukul 7 malam. Aku lalu melihat Liam yang sedang tertidur di sampingku dan memelukku dengan tangan besarnya. Aku tersenyum melihatnya dan membelai rambutnya. Liam yang selalu aku inginkan, saat ini tidur di sampingku tanpa menggunakan sehelai pakaian karena dia sudah melepasnya dan melemparnya ke sudut tempat tidurku.
Aku lalu memindahkan tangannya karena aku ingin turun ke lantai bawah. Aku merasa haus sekali. Aku mengambil selimut dari lemariku dan menggunakannya untuk menyelimuti seluruh tubuhku. Aku lalu membuka pintu dengan perlahan karena aku tidak mau membangunkan Liam. Aku menuruni tangga dan mengambil segelas air kemudian meminumnya.
“Ah, akhirnya bangun juga, kau pasti kelelahan.” Sebuah suara mengagetkanku, aku lalu mencari asal suara itu dan ternyata itu ibuku yang sedang berbaring di
Aku memacu mobilku dengan cepat. Aku tidak tahu jawaban apa yang akan kuberikan saat Ruby bertanya kenapa aku begitu lama bersama Ava. Sungguh, hal itu terjadi diluar perkiraan, sesaat setelah aku meminum benda itu, aku benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukannya. Aku tidak menyangka akan melakukan hal ini dengan sahabatku sendiri.Saat aku sampai, aku disambut oleh nenekku yang sedang duduk di kursi santai di depan rumah. Nenek menyambutku dan memberitahuku kalau makan malam sudah siap. Aku tersenyum dan masuk kedalam, menemui Ruby yang sedang memasak.“Bagaimana harimu? Apa dia senang?” tanya Ruby seraya tersenyum kepadaku.“Yaa begitulah, kami makan siang bersama dan bermain di Play Zone di mall,” dustaku.“Haha begitu, sepertinya menyenangkan sekali, mungkin aku akan ikut bersenang-senang dengan kalian kapan-kapan,” ucap Ruby seraya meletakkan makanan yang telah siap di meja makan.“Seh
Air mata yang jatuh dari mata ibuku mulai berhenti sesaat setelah aku mengambilkannya segelas air putih. Aku meminta ibuku agar bernafas secara perlahan, dan ibuku mulai mengatur nafasnya. Ibuku lalu meletakkan gelasnya dan menghapus air matanya.“Semua pertengkaran yang terjadi dengan Christian adalah hasil dari keegoisanku dan juga kecemburuan ibu, saat itu ibu benar-benar bodoh tidak mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu,” jelas ibuku seraya memulai cerita.“Ibu benar-benar kesal dengan ayahmu karena dia pergi melakukan pekerjaan di luar negeri bersama beberapa temannya, saat itu ada seorang wanita cantik bernama Naomi yang ikut dalam pekerjaan yang di lakukan oleh ayahmu,” cerita ibuku.“Lalu?”“Ayahmu sudah meyakinkan ibu kalau Naomi hanyalah seorang rekan kerja, tidak lebih, tapi ibu tidak mempercayai ayahmu dan membayar seorang detektif untuk membuntuti Bella, sayangnya, detektif yang ibu sewa mala
Aku mencintainya, hanya saja dia bukan milikku, dia milik orang lain. Ibuku memperhatikan aku dengan tatapan kesal, aku membuang muka dan melihat ke arah lain dan mencoba pergi dari tatapan ibuku, namun ibuku kemudian berdiri dan mengikuti ke manapun aku berusaha menghindarinya.“Kita bicarakan nanti saja, bu,” ucapku setelah lelah menghindari tatapan ibuku.“Hmmm, baiklah terserah saja, lagipula bukankah kita akan menghabiskan waktu ‘ibu dan anak perempuannya’ di mall ini, jadi sebaiknya kau tidak stress,” ucap ibuku menghentikan tatapan kesalnya.“Memangnya kita mau apa?” tanyaku.“Tentu saja, BELANJA!!” teriak ibuku.“Aku tidak mengerti fashion, apa ibu tidak melihat pakaian yang aku pakai sekarang?” tanyaku seraya meminta ibuku melihat pakaian yang aku kenakan.“Hmm, kau memang tidak modis,” komentar ibuku setelah melihat aku yang hanya menggunakan sneake
Aku membuka mata dan melihat sekelilingku. Ternyata aku tertidur di sofa depan televisi dan saat aku bangun aku bisa melihat ibuku yang tengah duduk di meja makan dan meminum secangkir kopi. Aku menghampirinya dan ibuku tersenyum melihatku. Dia lalu menawariku roti panggang dan aku hanya mengangguk seraya duduk di kursi meja makan.“Hari ini adalah hari senin, kau akan pergi ke sekolah bukan?” tanya ibuku.Sial, aku lupa kalau aku adalah seorang pelajar. Aku lalu mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, meninggalkan ibuku yang tengah menunuggu roti panggangku matang di alat pemanggang roti.Setelah aku selesai, aku lalu turun dan menghabiskan roti panggangku serta meminum segelas air kemudian berpamitan dengan ibuku. Aku mengambil kunci mobil yang menggantung dan melangkah keluar dari pintu.“Tunggu!” teriak ibuku. Aku lalu menoleh dan melihat ibuku menghampiriku.Dia lalu menata rambutku yang tidak rapi dan membenarka
Aku menatap mereka satu per satu, masing-masing dari mereka memasang ekspresi panik. Ibuku lalu menghampiriku dan berusaha memelukku, namun aku menghindar dari setiap sentuhannya dan menatap tajam ke arah ibuku.“Ava, kau akan baik-baik saja jika bersama ayah, Olivia, ibu barumu akan memperhatikanmu dengan baik, ayah janji,” ucap ayahku. Olivia kemudian melihat ke arahku dan menganggukan kepala mengiyakan perkataan ayahku.Aku berusaha menahan air mataku. Seharusnya aku memang sedari awal tidak perlu memikirkan keluarga ini. Cukup jalani hidup dengan tenang dan menunggu semua uang yang datang dari mereka dan menginvestasikan uangku dan menjadi pebisnis handal. Tapi, Liam sudah membuatku terlanjur memiliki perasaan menginginkan sebuah keluarga. Sial.“Ava, ayo kita pergi dari sini, kemasi semua barang-barangmu dan tinggalkan tempat ini, bersama ayah dan Olivia, ayah sangat menyayangimu,” ucap ayahku yang sedikit mendekat ke arahku.
Aku sampai di sebuah rumah minimalis bernuansa putih di sebuah daerah di pinggir kota ini. Olivia membukakan pintu pagar dan seketika aku takjub karena pekarangan rumahnya sangat indah di penuhi bunga-bunga. Aku lalu membantu Olivia menurunkan bahan-bahan masakan tadi ke dalam rumahnya.Kesan pertama ketika aku masuk ke dalam rumahnya adalah ; luar biasa. Olivia benar-benar tahu dimana harus meletakkan barang dan dekorasi yang minim namun elegan membuat rumah yang tidak terlalu besar ini menjadi terasa mewah dengan tataaan rumahnya.“Aku akan melanjutkan pekerjaanku yang tersisa, kejutkan aku dengan masakan kalian ya,” ucap ayahku seraya masuk ke dalam sebuah ruangan. Aku bisa teriakan kegirangan ayahku dari dalam ruangan itu. Aku tidak tahu kenapa ayahku berselebrasi seperti itu.“Oke, jadi, apakah kau siap?” tanya Olivia seraya menyodorkan sebuah sendok besar ke arah mulutku layaknya sebuah mic.“Hahaha, tentu saja!”
Aku membuka mataku dan melihat sekeliling kamar. Melihat ke jam dinding dan mendapati waktu saat ini, jam setengah 7 pagi. Aku keluar dari kamar dan melihat Olivia yang sedang berkutat dengan kompor di depannya.“Selamat pagi, Ava,” ucap Olivia yang sedang membalik telur.“Selamat pagi,” balasku. Aku masih berusaha mengumpulkan nyawaku, bahkan, sebenarnya mataku belum terbuka sepenuhnya.“Ayah mana?” tanyaku setelah mataku terbuka sepenuhnya.“Sudah pergi, dia berangkat pagi sekali, dia bilang kalau ada urusan di luar negeri,” jawab Olivia seraya menyiapkan sarapan pagi. Dia menuangkan segelas susu dan memberikannya kepadaku.“Wow, terima kasih!” ucapku bersemangat. Aku menyantap telur goreng dan roti yang dimasak oleh Olivia dan meminum susu yang tadi di berikan Olivia.“Jangan lupa kalau hari ini kau harus sekolah,” ucap Olivia mengingatkan aku. Aku hanya mengangguk da
Aku masuk ke dalam mobil Carla dan kami pergi menuju mall. Di sepanjang jalan, kami bernyanyi dan tidak lama kemudian, kami sampai di mall. Saat di mall, kami malah berjalan dan melihat ke toko-toko yang ada di mall dan tidak makan sama sekali. Justru teman-temanku malah berbelanja dengan jumlah yang sangat banyak dan melupakan rencana kita semua untuk makan malam bersama. Lagipula, sekarang belum malam.Kami memainkan permainan di play zone dan berfoto bersama di photobooth. Aku tertawa tidak berhenti karena kekonyolan masing-masing dari teman-temanku, seperti Carla yang tidak sengaja memasukkan sedotan ke dalam hidungnya, atau ketika Yura memasukkan es batu ke dalam seragam Mason, atau momen ketika ponsel milik Billy masuk ke dalam air mancur mall. Mereka benar-benar tahu bagaimana menghiburku. Sedangkan aku, hanya tertawa dan memperhatikan mereka semua. Sungguh, hari ini tidak akan aku lupakan.“Tidak membeli sesuatu juga?” tanya Mason kepadaku. Aku mema