/ Romansa / Dosen Killer Itu Calon Suamiku / Bab 6: Maaf yang Mengejutkan

공유

Bab 6: Maaf yang Mengejutkan

작가: Nareswari
last update 최신 업데이트: 2025-11-25 08:56:32

Bima menggeleng. “Bukan menyiapkan, tapi membelikan dan mengantarkan ke sini.”

“Yah, Pak, kalau saya tidak bisa bagaimana, Pak?” rengek Tiara. “Saya harus kerja soalnya, Pak.”

Bima merapikan mejanya. “Saya tidak mau tahu. Bagaimanapun, sesibuk apapun, kamu harus menyempatkan diri untuk mengantar makanan saya ke sini.”

Lalu, dia berdiri dan mencondongkan wajahnya ke arah Tiara. Tiara agak tersentak kaget.

“Kamu harus ingat kesepakatan kita,” ucap Bima dengan tatapan yang tajam dan senyum sinisnya.

Tiara tampak syok. “B-baik kalau begitu, Pak.”

Bima melihat jam tangannya. “Ya sudah, kamu boleh keluar.”

“Kita nggak bimbingan, Pak?” tanya Tiara tak percaya.

“Sudah selesai,” ucap Bima.

Tiara hanya mendengus kesal. Mau tidak mau dia hanya mengangguk dan bergegas membereskan laptopnya. Tidak lupa, dia masukkan black card milik Bima ke dalam dompetnya. Lalu, dia pamit.

Belum juga Tiara melangkahkan kakinya keluar, Bima memanggilnya kembali.

“Tiara,” ucap Bima.

Tiara menoleh. “Ya, Pak?”

“Saya minta maaf,” jawab Bima.

Tiara menatap Bima heran. Kata maafnya terasa bagai sambaran petir di siang bolong.

Kejadian saat skripsinya dilempar ke udara. Makian dan sumpah serapahnya yang begitu menyakitkan.

Belum lagi kejadian semalam yang tak terduga. Di mana keperawanannya telah direnggut.

Meskipun Tiara menyadari, ini bukanlah kesalahan Bima seratus persen karena mereka sama-sama berada di bawah pengaruh alkohol.

“Saya sadar, tidak seharusnya saya melempar skripsimu dan juga …” Bima tampak ragu mengatakannya. “... merenggut milikmu yang paling berharga.”

Air mata Tiara tak bisa terbendung. Pertahanannya rubuh seketika.

Melihat Tiara menangis, Bima tampak bingung. Dia mengambil tisu dari meja kerjanya dan memberikannya kepada Tiara.

“Ambillah,” ucap Bima.

Tiara mengambil beberapa lembar tisu. Lalu dia mengelap air mata juga ingusnya. Srooooot!

Bima mengernyitkan hidungnya. Tapi tetap terlihat dingin dan menjaga wibawanya.

“Saya juga minta maaf, Pak. Permisi.” Tiara segera berlari keluar dari kubikel Bima. Tampak beberapa pasang mata menatapnya penuh tanda tanya.

Bima terlihat cemas tapi dia tidak mungkin mengejarnya.

Tiara terus berlari dan langsung pulang. Pikirannya tidak karuan.

Tidak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Mia meneleponnya. Tiara segera mengatur napas dan suaranya agar tidak terlihat sedang menangis. Dia tidak mau ibunya tahu.

Tiara berdeham. “Halo, Bun?”

“Kak, Ayah sedang di IGD,” ucap Mia gemetar.

Tiara terperanjat. “Ayah kenapa, Bun?”

Suara Mia terdengar rapuh dan tegar sekaligus. “Barusan Ayah pingsan di kantor, Pak Didi langsung membawanya ke sini. Dokter sedang memeriksanya. Ibu dan adik juga baru tiba.”

“Aku ke sana sekarang ya, Bun. Bunda tenang, Ayah pasti baik-baik aja.” Tiara menutup ponselnya dan mengambil kunci mobil di atas lemari.

Sebelum pergi, Tiara memberitahu Ines bahwa ayahnya sedang di rumah sakit dan dia akan segera ke sana. Ines meminta segera dikabari kalau ada apa-apa.

Kemudian Tiara bergegas masuk ke mobilnya dan berangkat.

Tiara menyentuh layar monitor di dashboardnya. Dia hendak menghubungi Naira. Dia baru ingat kalau mereka janjian makan siang di kantin.

Dddrrrrrt. “Kamu masih lama, Ra?” tanya Naira di seberang telepon.

“Sorry, Ra. Aku nggak bisa nyusul ke kantin. Barusan Bunda nelepon, katanya Ayah masuk rumah sakit,” jawab Tiara.

“Ya ampun! Terus sekarang kamu mau ke sana?” tanya Naira.

Tiara memutar kemudinya. “Iya, aku lagi di jalan sekarang. Bunda pasti ketakutan sekarang.”

“Iya, iya. Semoga Ayah kamu cepat sembuh ya. Salam buat Bunda dan Septha. Kabari aku ya kalau ada apa-apa,” ucap Naira.

“Iya, makasih ya, Ra,” sahut Tiara dan menekan tombol di kemudinya untuk mengakhiri telepon.

Tiara mempercepat laju mobilnya. Perjalanan menuju rumah sakit sekitar satu jam jika lancar. Dan untungnya, jalan tampak lengang saat itu. Mungkin karena jam makan siang sudah habis.

Sesampainya di IGD, Tiara bertanya kepada perawat. Dengan cepat, dia menemukan ayahnya yang masih terbaring lemah. Untungnya, Jeremy sudah sadar.

Tiara langsung memeluk Jeremy. “Ayah, ayah nggak apa-apa?”

Jeremy tersenyum senang melihat anak sulungnya. “Ayah baik-baik aja kok, Nak. Maaf ya, ayah jadi buat kamu cemas.”

Tiara menggeleng pelan. “Nggak, Yah. Aku yang minta maaf karena nggak bisa jagain Ayah.”

Tiba-tiba perut Tiara berbunyi. Cukup keras. Wajahnya berubah merah.

“Kamu belum makan, Kak?” tanya Mia.

Tiara nyengir dan menggelengkan kepalanya. “Belum, Bun.”

Semua orang tertawa.

“Makan dulu sana, cacing-cacing di perutmu pada protes tuh,” ucap Jeremy. Sedang sakit pun, Jeremy tetap bisa bercanda.

Tiara menggenggam tangan Jeremy. “Nanti aja deh, setelah memastikan Ayah baik-baik aja.” Tiara kemudian melihat Mia. “Tadi kata dokter kenapa, Bun?”

Mia membetulkan selimut Jeremy. “Masih butuh observasi. Tadi dokter mengambil darah Ayah untuk diperiksa.”

Tiara berjengit. “Pasti sakit ya, Yah?”

“Nggak, kok. Ayah kan kuat!” jawab Jeremy.

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 7: Dirawat-Inap

    “Diambil darahnya kan pas Ayah pingsan. Jelas nggak sakit,” celetuk Septha. Anak satu ini memang suka ceplas-ceplos. Gen Alpha memang beda. Semua orang jadi tertawa mendengarnya. Tidak lama kemudian, seorang dokter jaga bertubuh tinggi dengan kulit yang eksotis datang. Perawat cantik bertubuh mungil mengikutinya di belakang sambil membawa berkas medis. “Selamat siang Bapak dan Ibu, juga Kakak dan Adik. Hasil tes laboratorium sudah saya terima,” ucap dokter jaga sambil meminta berkas dari perawat. Dokter membaca kembali hasil tesnya. “Kadar hemoglobin Bapak cukup rendah di 8,5 g/dL, nilai normalnya untuk pria di angka 13 ke atas. Ada kemungkinan, Bapak mengalami anemia.”Tiara, Mia, dan juga Septha mendengarkan dokter dengan seksama. Mereka berpegangan tangan, berharap semuanya baik-baik saja. Dokter melanjutkan penjelasannya. “Dan juga kadar gula darah Bapak Jeremy juga cukup rendah, di angka 60 mg/dL. Kondisi ini bisa jadi membuat Bapak pusing, pandangan kabur, dan bahkan pingsa

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 6: Maaf yang Mengejutkan

    Bima menggeleng. “Bukan menyiapkan, tapi membelikan dan mengantarkan ke sini.”“Yah, Pak, kalau saya tidak bisa bagaimana, Pak?” rengek Tiara. “Saya harus kerja soalnya, Pak.”Bima merapikan mejanya. “Saya tidak mau tahu. Bagaimanapun, sesibuk apapun, kamu harus menyempatkan diri untuk mengantar makanan saya ke sini.”Lalu, dia berdiri dan mencondongkan wajahnya ke arah Tiara. Tiara agak tersentak kaget. “Kamu harus ingat kesepakatan kita,” ucap Bima dengan tatapan yang tajam dan senyum sinisnya.Tiara tampak syok. “B-baik kalau begitu, Pak.”Bima melihat jam tangannya. “Ya sudah, kamu boleh keluar.”“Kita nggak bimbingan, Pak?” tanya Tiara tak percaya. “Sudah selesai,” ucap Bima. Tiara hanya mendengus kesal. Mau tidak mau dia hanya mengangguk dan bergegas membereskan laptopnya. Tidak lupa, dia masukkan black card milik Bima ke dalam dompetnya. Lalu, dia pamit. Belum juga Tiara melangkahkan kakinya keluar, Bima memanggilnya kembali. “Tiara,” ucap Bima.Tiara menoleh. “Ya, Pak?”“

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 5: Bimbingan

    “Aku nggak telat, kan?” tanya Tiara sambil melihat jam tangannya. Tiara segera masuk ke lift dan menekan tombol 4, jurusan Sastra Inggris berada. Gedung fakultas bahasa memiliki bentuk yang unik. Dari luar tampak seperti kubus-kubus bertumpuk tak beraturan dan berwarna-warni. Keluar dari lift, tampak sebuah lobby penuh dengan nuansa merah, biru, dan putih. Lengkap dengan ornamen bendera Inggris dan juga boneka singa sebagai hewan nasional Inggris. Di sebelah kiri lobby, terdapat kantor jurusan serta ruang Kepala Jurusan. Di sebelah kanan, terdapat ruang Ketua Program Studi dan juga Sekretaris Program Studi. “Tiara!” panggil Pak Fendy, Ketua Administrasi Jurusan. “Ini berkas laporan penelitian yang harus kamu isi, dan nanti harap dilampirkan di dalam skripsi kamu, ya!”“Oh, iya, Pak. Terima kasih,” ucap Tiara. “Bagaimana, skripsi kamu lancar?” tanya Pak Fendy. Tiara hanya bisa tersenyum getir. Skripsinya tidak lancar. Bahkan terancam mengulang lagi dari nol. Tapi, dia juga tidak

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 4: Pesan Mendebarkan

    “Dih, belum bangun juga ini anak!”Tiara mengambil toner spray-nya dan segera menyemprotkan ke wajah Naira. Naira terkejut dan gelagapan. Seperti yang tenggelam di kolam renang. “Woy, bangun!” Tiara menepuk-nepuk pipi Naira pelan. “Kamu di kasur, kagak tenggelam, Ira!”Naira tiba-tiba membuka matanya. Tangannya mengusap wajahnya yang basah. “Aku masih hidup ya?”Tiara menyodorkan segelas air madu untuknya. “Nih, minum dulu. Dari Tante.”Naira mengambil gelas itu dan meminumnya. Rasa pusingnya mulai memudar. “Ini jam berapa sih?” tanya Naira. Matanya menyipit melihat jam. “Jam 9. Sana mandi, abis itu makan. Tuh udah aku bawain dari Tante,” jawab Tiara. Naira mengucek-ngucek matanya. Lalu dia tersentak kaget. “Hah?! Jam 9? Sialan! Kenapa kamu nggak bangunin aku dari tadi sih?”Naira bergegas bangun dan ke kamar mandi. Secepat kilat, Naira sudah keluar lagi dan berganti pakaian. “Heh, kamu nggak mandi?” tanya Tiara kaget. “Mandi, gigi doang,” jawab Naira cuek. “Nanti ajalah pulang

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 3: Kisah Kasih Tante Ines

    Ines melirik tajam. “Jangan macam-macam deh, Caro!”Caro adalah panggilan sayang dalam bahasa Italia. Sejak Ines dan Roberto menikah, mereka sepakat tetap memanggil masing-masing dengan panggilan sayang saat mereka masih pacaran dulu. “Jangan semangati Tiara seperti itu, nanti dia keluyuran lagi. Mabok lagi!” sindir Ines. Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak, Tante. Suer. Janji. Aku nggak mau clubbing lagi. Kapok!”Roberto terkekeh. “Bella, nggak apa-apa lah. Sesekali. Tiara juga sudah dewasa. Sudah 22 kan?”Tiara mengangguk. “Biarkan dia menentukan hidupnya,” lanjut Roberto. Ines menyendok nasi ke piring Roberto, lalu ke piring Tiara. “Sudah, ayo kita makan!”Tiara meminum air madunya terlebih dahulu. Rasa pusing hilang seketika. Lalu makan dengan lahap. “Ahh, masakan Tante memang juara!” ucap Tiara senang. Roberto menggerogoti tulang ayam. “Kamu tahu, Tiara, masakan Tantemu ini jugalah yang meluluhkan hati Mamma Om.”“Oh iya? Emang dulu kalian nggak direstui? Gimana ce

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 2: Dijebak Naira

    “Kamu dari mana? Baru pulang jam segini?”Ibu kos berdiri di depan pintu kamar Tiara. Dia adalah Ines, Tante Tiara. Ines melipat kedua tangan di depan dadanya yang besar. “Tante lihat semalam Naira cuman pulang sendiri,” kata Ines dengan tidak sabar. Ines mengendus aroma tubuh Tiara. “Kamu mabuk, ya?”Merasa ada yang salah, Tiara mencoba menciumi aroma tubuhnya sendiri. Tiara berkata, “Aku nggak tahu kalau minumanku dicampur alkohol, Tante. Sumpah!”Mata Ines melotot. Kemudian tangannya menggeplak bokong Tiara. “Kok bisa?! Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan tingkah lakumu sama ibumu?”Tiara meringis. “Ampun Tante! Aku cuman minum seteguk, Tante. Beneran. Sumpah! Tapi habis itu aku nggak ingat apa-apa.”Ines berjalan mengelilingi Tiara. Tampak marah tapi juga khawatir. “Tapi kamu nggak digrepe-grepe lelaki hidung belang kan?”Untungnya, Tiara memakai gaun tanpa lengan dengan leher tinggi. Jadi, jejak ciuman pada kulit lehernya tertutup sempurna. Tiara menggeleng. “Nggak, Ta

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status