공유

Bab 5: Bimbingan

작가: Nareswari
last update 최신 업데이트: 2025-11-25 08:55:47

“Aku nggak telat, kan?” tanya Tiara sambil melihat jam tangannya.

Tiara segera masuk ke lift dan menekan tombol 4, jurusan Sastra Inggris berada. Gedung fakultas bahasa memiliki bentuk yang unik. Dari luar tampak seperti kubus-kubus bertumpuk tak beraturan dan berwarna-warni.

Keluar dari lift, tampak sebuah lobby penuh dengan nuansa merah, biru, dan putih. Lengkap dengan ornamen bendera Inggris dan juga boneka singa sebagai hewan nasional Inggris.

Di sebelah kiri lobby, terdapat kantor jurusan serta ruang Kepala Jurusan. Di sebelah kanan, terdapat ruang Ketua Program Studi dan juga Sekretaris Program Studi.

“Tiara!” panggil Pak Fendy, Ketua Administrasi Jurusan. “Ini berkas laporan penelitian yang harus kamu isi, dan nanti harap dilampirkan di dalam skripsi kamu, ya!”

“Oh, iya, Pak. Terima kasih,” ucap Tiara.

“Bagaimana, skripsi kamu lancar?” tanya Pak Fendy.

Tiara hanya bisa tersenyum getir. Skripsinya tidak lancar. Bahkan terancam mengulang lagi dari nol. Tapi, dia juga tidak akan menyerah sampai akhirnya Bima bisa menyetujui skripsinya.

Tiara pamit dan segera menuju koridor di samping ruangan Sekretaris Program Studi yang menyambungkan ke ruangan Dosen. Ruangan itu dibagi ke dalam beberapa kubikel.

Kubikel Bima ada di paling ujung bersama para dosen muda lainnya yang sering dijuluki oleh mahasiswa “Pandawa” Sasing.

Mereka berempat adalah Bima, Arjuna, Yudi, dan Dewa. Nama mereka memang mirip sekali dengan tokoh wayang Pandawa Lima yang terkenal.

Sebelum menuju kubikel Bima, Tiara belok dulu ke toilet. Perasaannya tentu saja tidak karuan mengingat apa yang sudah terjadi antara mereka semalam.

‘Kenapa pikiranku jadi nggak karuan begini ya?’ tanya Tiara dalam benaknya.

Tiara mengunci pintu toilet dan menyalakan kran air. Padahal dia tidak melakukan apapun di dalam toilet. Hanya berusaha untuk menenangkan diri.

Tiara mengatur napasnya. ‘Tarik napas … tahan … hembuskan …’

Setelah perasaannya cukup tenang, perlahan Tiara membuka pintu. Lalu, dia menuju wastafel dan mencuci muka.

Tiara menatap wajahnya di cermin dan meyakinkan dirinya.

‘Tenang, Tiara. Kamu pasti bisa melalui semua ini,’ ucapnya dalam hati. Dia mengambil tisu yang menempel di dinding, mengelap wajahnya.

Lalu dia melempar tisu itu ke tong sampah sambil melenggang pergi. Langkahnya begitu mantap menuju kubikel Bima.

Tiara mengetuk pintu yang terbuka. “Selamat siang, Pak!”

Tampak Bima sedang membaca berkas di tangannya. Dia begitu tampan saat sedang serius.

Tanpa menoleh, Bima mempersilakan Tiara masuk. “Duduk dulu!”

Tiara duduk di kursi di depan meja Bima. Cukup lama mereka berada di ruangan itu tanpa sepatah kata pun.

Bima masih fokus pada kertas-kertas di mejanya.

Setelah 30 menit berlalu, Tiara memberanikan diri untuk bertanya.

“Pak, maaf, apakah saya bisa bimbingan hari ini juga? Saya lihat, Bapak masih memiliki banyak pekerjaan,” ucap Tiara dengan hati-hati.

Bima melihat jam tangannya. “Masih ada waktu sejam lagi. Tunggu, ya!”

Dengan terpaksa, Tiara kembali menunggu. Karena bosan, Tiara mengeluarkan laptopnya dan mencoba merevisi skripsinya.

Tiara dan Bima kini sibuk dengan urusan masing-masing.

Tepat pukul 12, Dewa datang dan mengetuk kubikel Bima. Bima dan Tiara tersentak kaget.

“Ya, kenapa Pak Dewa?” tanya Bima.

“Kalian sedang bimbingan? Kok nggak ada suara sama sekali?” tanya Dewa sambil terkekeh.

Tiara hanya nyengir. Dia juga tidak mengerti kenapa dia harus berada di sana.

“Kenapa? Mau makan?” tanya Bima kepada Dewa. “Duluan saja, nanti saya nyusul. Bentar lagi lah!”

Dewa mengangguk. “Oke. Di tempat biasa ya!”

Bima mengacungkan jempolnya, setuju. Setelah itu, dia mengambil sesuatu dari dalam laci meja kerjanya.

“Ini,” ucap Bima sambil menyodorkan sebuah black card kepada Tiara.

Tiara mengerutkan dahi. Bingung. “Ini apa, Pak?”

“Black card,” jawab Bima. Lalu, dia menatap Tiara. “Kamu nggak tahu itu apa?”

Tiara menatap Bima tak percaya. “Ya saya tahu kartu itu–”

Bima langsung memotong perkataan Tiara begitu saja. “Lalu kenapa kamu nanya seperti itu?”

“Maksud saya, kenapa Bapak kasih kartu itu ke saya?” tanya Tiara agak ketus. “Apa jangan-jangan …”

Tiara menutup mulutnya dengan tangannya. Dia celingukan memastikan tidak ada siapapun di dekat mereka.

“Bapak mau jadikan saya simpanan, Pak?” tanya Tiara dengan mata yang melotot hampir keluar dari kelopaknya.

Bima menepuk dahi. Dia tidak percaya bahwa gadis di depannya memiliki tingkat percaya diri yang begitu tinggi.

“Jangan geer, kamu! Saya kasih kartu itu karena mulai besok, eh tidak, besok saya tidak di sini. Mulai hari Rabu, kamu bertugas untuk membelikan saya makan siang,” kata Bima.

Dahi Tiara berkerut. “Saya, Pak?”

“Memangnya di sini ada orang selain kamu?” tanya Bima dingin.

Tiara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Jadi setiap hari, saya harus siapkan makan siang untuk Bapak?”

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 7: Dirawat-Inap

    “Diambil darahnya kan pas Ayah pingsan. Jelas nggak sakit,” celetuk Septha. Anak satu ini memang suka ceplas-ceplos. Gen Alpha memang beda. Semua orang jadi tertawa mendengarnya. Tidak lama kemudian, seorang dokter jaga bertubuh tinggi dengan kulit yang eksotis datang. Perawat cantik bertubuh mungil mengikutinya di belakang sambil membawa berkas medis. “Selamat siang Bapak dan Ibu, juga Kakak dan Adik. Hasil tes laboratorium sudah saya terima,” ucap dokter jaga sambil meminta berkas dari perawat. Dokter membaca kembali hasil tesnya. “Kadar hemoglobin Bapak cukup rendah di 8,5 g/dL, nilai normalnya untuk pria di angka 13 ke atas. Ada kemungkinan, Bapak mengalami anemia.”Tiara, Mia, dan juga Septha mendengarkan dokter dengan seksama. Mereka berpegangan tangan, berharap semuanya baik-baik saja. Dokter melanjutkan penjelasannya. “Dan juga kadar gula darah Bapak Jeremy juga cukup rendah, di angka 60 mg/dL. Kondisi ini bisa jadi membuat Bapak pusing, pandangan kabur, dan bahkan pingsa

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 6: Maaf yang Mengejutkan

    Bima menggeleng. “Bukan menyiapkan, tapi membelikan dan mengantarkan ke sini.”“Yah, Pak, kalau saya tidak bisa bagaimana, Pak?” rengek Tiara. “Saya harus kerja soalnya, Pak.”Bima merapikan mejanya. “Saya tidak mau tahu. Bagaimanapun, sesibuk apapun, kamu harus menyempatkan diri untuk mengantar makanan saya ke sini.”Lalu, dia berdiri dan mencondongkan wajahnya ke arah Tiara. Tiara agak tersentak kaget. “Kamu harus ingat kesepakatan kita,” ucap Bima dengan tatapan yang tajam dan senyum sinisnya.Tiara tampak syok. “B-baik kalau begitu, Pak.”Bima melihat jam tangannya. “Ya sudah, kamu boleh keluar.”“Kita nggak bimbingan, Pak?” tanya Tiara tak percaya. “Sudah selesai,” ucap Bima. Tiara hanya mendengus kesal. Mau tidak mau dia hanya mengangguk dan bergegas membereskan laptopnya. Tidak lupa, dia masukkan black card milik Bima ke dalam dompetnya. Lalu, dia pamit. Belum juga Tiara melangkahkan kakinya keluar, Bima memanggilnya kembali. “Tiara,” ucap Bima.Tiara menoleh. “Ya, Pak?”“

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 5: Bimbingan

    “Aku nggak telat, kan?” tanya Tiara sambil melihat jam tangannya. Tiara segera masuk ke lift dan menekan tombol 4, jurusan Sastra Inggris berada. Gedung fakultas bahasa memiliki bentuk yang unik. Dari luar tampak seperti kubus-kubus bertumpuk tak beraturan dan berwarna-warni. Keluar dari lift, tampak sebuah lobby penuh dengan nuansa merah, biru, dan putih. Lengkap dengan ornamen bendera Inggris dan juga boneka singa sebagai hewan nasional Inggris. Di sebelah kiri lobby, terdapat kantor jurusan serta ruang Kepala Jurusan. Di sebelah kanan, terdapat ruang Ketua Program Studi dan juga Sekretaris Program Studi. “Tiara!” panggil Pak Fendy, Ketua Administrasi Jurusan. “Ini berkas laporan penelitian yang harus kamu isi, dan nanti harap dilampirkan di dalam skripsi kamu, ya!”“Oh, iya, Pak. Terima kasih,” ucap Tiara. “Bagaimana, skripsi kamu lancar?” tanya Pak Fendy. Tiara hanya bisa tersenyum getir. Skripsinya tidak lancar. Bahkan terancam mengulang lagi dari nol. Tapi, dia juga tidak

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 4: Pesan Mendebarkan

    “Dih, belum bangun juga ini anak!”Tiara mengambil toner spray-nya dan segera menyemprotkan ke wajah Naira. Naira terkejut dan gelagapan. Seperti yang tenggelam di kolam renang. “Woy, bangun!” Tiara menepuk-nepuk pipi Naira pelan. “Kamu di kasur, kagak tenggelam, Ira!”Naira tiba-tiba membuka matanya. Tangannya mengusap wajahnya yang basah. “Aku masih hidup ya?”Tiara menyodorkan segelas air madu untuknya. “Nih, minum dulu. Dari Tante.”Naira mengambil gelas itu dan meminumnya. Rasa pusingnya mulai memudar. “Ini jam berapa sih?” tanya Naira. Matanya menyipit melihat jam. “Jam 9. Sana mandi, abis itu makan. Tuh udah aku bawain dari Tante,” jawab Tiara. Naira mengucek-ngucek matanya. Lalu dia tersentak kaget. “Hah?! Jam 9? Sialan! Kenapa kamu nggak bangunin aku dari tadi sih?”Naira bergegas bangun dan ke kamar mandi. Secepat kilat, Naira sudah keluar lagi dan berganti pakaian. “Heh, kamu nggak mandi?” tanya Tiara kaget. “Mandi, gigi doang,” jawab Naira cuek. “Nanti ajalah pulang

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 3: Kisah Kasih Tante Ines

    Ines melirik tajam. “Jangan macam-macam deh, Caro!”Caro adalah panggilan sayang dalam bahasa Italia. Sejak Ines dan Roberto menikah, mereka sepakat tetap memanggil masing-masing dengan panggilan sayang saat mereka masih pacaran dulu. “Jangan semangati Tiara seperti itu, nanti dia keluyuran lagi. Mabok lagi!” sindir Ines. Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak, Tante. Suer. Janji. Aku nggak mau clubbing lagi. Kapok!”Roberto terkekeh. “Bella, nggak apa-apa lah. Sesekali. Tiara juga sudah dewasa. Sudah 22 kan?”Tiara mengangguk. “Biarkan dia menentukan hidupnya,” lanjut Roberto. Ines menyendok nasi ke piring Roberto, lalu ke piring Tiara. “Sudah, ayo kita makan!”Tiara meminum air madunya terlebih dahulu. Rasa pusing hilang seketika. Lalu makan dengan lahap. “Ahh, masakan Tante memang juara!” ucap Tiara senang. Roberto menggerogoti tulang ayam. “Kamu tahu, Tiara, masakan Tantemu ini jugalah yang meluluhkan hati Mamma Om.”“Oh iya? Emang dulu kalian nggak direstui? Gimana ce

  • Dosen Killer Itu Calon Suamiku   Bab 2: Dijebak Naira

    “Kamu dari mana? Baru pulang jam segini?”Ibu kos berdiri di depan pintu kamar Tiara. Dia adalah Ines, Tante Tiara. Ines melipat kedua tangan di depan dadanya yang besar. “Tante lihat semalam Naira cuman pulang sendiri,” kata Ines dengan tidak sabar. Ines mengendus aroma tubuh Tiara. “Kamu mabuk, ya?”Merasa ada yang salah, Tiara mencoba menciumi aroma tubuhnya sendiri. Tiara berkata, “Aku nggak tahu kalau minumanku dicampur alkohol, Tante. Sumpah!”Mata Ines melotot. Kemudian tangannya menggeplak bokong Tiara. “Kok bisa?! Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan tingkah lakumu sama ibumu?”Tiara meringis. “Ampun Tante! Aku cuman minum seteguk, Tante. Beneran. Sumpah! Tapi habis itu aku nggak ingat apa-apa.”Ines berjalan mengelilingi Tiara. Tampak marah tapi juga khawatir. “Tapi kamu nggak digrepe-grepe lelaki hidung belang kan?”Untungnya, Tiara memakai gaun tanpa lengan dengan leher tinggi. Jadi, jejak ciuman pada kulit lehernya tertutup sempurna. Tiara menggeleng. “Nggak, Ta

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status