Share

Dosenku Calon Suamiku
Dosenku Calon Suamiku
Penulis: Aquarius_Girl

Rasa Dejavu

"Eh dengar nggak katanya maba akan dididik dosen baru loh?"

"Iya nih, by the way pada tahu wajah dosennya nggak?"

"Yah kagak. Tapi kalau dari namanya cakep sih."

"Emang siapa dah?"

"Umur berapa? Paling kayak dosen peyot yang lain."

"Heh! Kabarnya awet muda bahkan dijuluki vampire tahu. Namanya Pak Ari kalau nggak salah."

"Ya elah Ari mah pasaran. Tukang sayur, daging,bengkel juga banyak namanya Ari."

"Yang gue inget itu doang tapi lupa nama lengkapnya gila sih akan keren, ganteng, kece penampilannya gue jamin."

Pak Ari-- Begitulah para mahasiswa dan mahasiswi akan memanggilnya. Arion Prakasa atau akrab disapa Ari, pria berusia 43 tahun telah berstatus duda sejak 22 tahun yang lalu dikarenakan kematian sang istri. Yaps, seperti yang para mahasiswi tadi bahas, walau telah menginjak usia 40 ke atas tak membuat keriput menghampirinya.

Bahkan penampilan Arion tak sekuno bayangan orang-orang. Dia berpenampilan sesuai jaman. Hal tersebut terbukti dengan dirinya yang baru turun dari mobil berwarna putih. Para mahasiswi yang peka dengan aroma orang tampan, seketika bergegas menepi demi melihat Arion. Layaknya pemangsa melihat umpan, tatapan penuh pujaan diberikan untuk Arion dari kejauhan.

Pria yang dijadikan atensi tetap fokus melangkah hingga ruang dosen. Tempat bekerjanya selama beberapa tahun ke depan. Kaki jenjang mengenakan pantofel coklat, kemeja satin menutupi dada bidangnya, dan celana yang terbalut membuat paha dan tubuh Ari kian menambah kesan sempurna. Sungguh definisi lelaki fiksi, apabila bagi gadis-gadis penggemar novel dan komik.

"Woy gila ternyata lebih dari ekspetasi!"

"Fiks selera gue!"

"Heh! Selera gue ya!"

"Gils inimah beruntung banget maba."

"Balik semester awal bisa nggak sih?"

"By the way Pak Ari mata kuliah apa dan jurusan apa?"

"Gue jadi semangat kejar nilai demi tuh dosen deh."

Walaupun telah duduk di kursi ruang dosen, tak membuat telinga Arion yang sangat jelas mendengar pembicaraan para mahasiswi. Dia hanya menghela nafas membayangkan hari dan ketenangannya selama mengajar.

"Wah Pak Ari udah jadi primadona aja nih," puji salah satu dosen pria berusia 40 tahun.

Arion terkekeh bingung hendak membalas bagaimana. Dosen muda berusia 30 tahun ikut bergabung ke meja Arion.

"Waktu jaman saya jadi mahasiswi di sini aja dosennya gak sebening dan awet muda Pak Ari."

"Benar, andai saya tak berkeluarga pasti saya menggoda Pak Ari. Pak Ari lajang bukan? Suka yang berusia 35 tahun nggak, Pak?"

Arion kembali dibuat terkekeh dengan pujian berbalut candaan dan pertanyaan para dosen yang lain. Dia melirik jam tangan, tampaknya dia tak bisa berlama-lama bercengkrama menikmati hari pertama. Jam telah menunjukkan pukul sebelas siang, dimana dia harus menampu materi untuk para maba semester pertama.

"Maafkan saya tapi mari lanjutkan pembicaraan tanpa saya."

"Semangat mengajar Mas Rion."

"Semangat Pak Ari."

"Ditunggu waktu senggangnya, Sayang."

Netra setajam elang, ujung mata bak kucing, dan hidung mancung mampu dijadikan panjat pinang itu kini tampak jelas tampak dihadang kacamata berlensa hitam lagi. Rahang dengan jenis j-line dan potongan dagu bak idol, menambah pesona Arion dalam berjalan menuju kelas. Mahasiswa bahkan menatap paras Arion, sembari berharap kelak saat tua tetap rupawan layaknya Arion bukan bak Spongebob kekeringan.

Pemilik sepatu pantofel cokelat tersebut berhenti, kala netranya berhenti tepat sebrang ruang dimana dirinya membimbing hingga jam makan siang. Dia menghela nafas terlebih dahulu, sekadar menyembunyikan perasaan kelabu karena kenangan bersama sang istri kala kuliah.

"Selamat siang dan salam kenal anak-anak."

"Selamat siang suamiku!"

"Selamat siang pacarku!"

"Siang sayangku, cintaku, calon tulang punggungku!"

"Selamat siang calon masa depan!"

Wanita maupun pria, ada yang bening maka sudah pasti ada penggodaan bukan? Arion hanya menggelengkan kepala samar-samar. Dalam hati bersuara, dasar anak muda.

"Dikarenakan ini masih hari pertama, bagaimana bila kita awali dengan perkenalan terlebih dahulu?" tawar Arion.

"Setuju Sayang!"

"Setuju, Pak!"

Beda gender, beda jawaban. Para mahasiswi merasa akan selalu berkobar semangat, apabila dosen tiap mata kuliah dan semester seperti Arion.

"Baiklah mulai dari--"

Vierra Azelina Clarissa-- Gadis akrab disapa Zelin, mahasiswi semester baru yang juga akan merupakan salah satu didikan Arion. Gadis tersebut tergopoh-gopoh setelah turun dari ojek motor online. Sepanjang jalan lisannya tak henti mengumpat untuk sang Kakak yang semester akhir. Katanya mereka memiliki jadwal kelas yang sama pada siang hari, tetapi realita Zelin seketika mengumpat kala batang hidung kakaknya tak di rumah.

Pemilik sepatu sport bermerek adidas tersebut, seketika berlari sembari mengedarkan pandangan ke sana kemari. Netra dan otaknya cepat-cepat bekerjasama, mencari ruang kelas sembari berharap dosen belum tiba. Ledakan ekspetasi dan realita berbanding terbalik, setibanya Zelin di depan ruang kelas.

Arion spontan bak diguyur satu truk semen, tubuhnya memaku sempurna. Paras tersebut tak asing, bahkan sangat tak asing di hati maupun netra. Arion meneguk ludah kasar, dengan tatapan datar, jantungnya berdegup secara gila-gilaan. Andai ruangan ini tak ada mahasiswa-mahasiswi, maka sudah pasti Arion melangkah lalu menarik Zelin.

"Pe--permisi?" tegur Zelin ketakutan dengan Arion. Apakah itu tatapan dirinya dimusuhi di hari pertama? Apakah dirinya nanti akan mendapatkan hukuman? Bagaimana hari-harinya setelah ini?

Arion berdeham membuat seluruh pasang mata menatap curiga sang dosen, lalu berganti menatap curiga Zelin. Apa-apaan ini, apakah benih-benih perasaan atau hubungan rahasia?. Arion mengalihkan fokusnya dari Zelin, berganti menatap jendela. "Masuklah dan perkenalkan namamu!" perintah Arion.

Zelin menganggukkan kepala, melangkah perlahan, setelah sempat meneguk ludah kian ketakutan. "Hai teman-teman? Perkenalkan nama saya Vierra Azelina Clarissa. Kalian bisa memanggil saya Zelin, Lina, maupun Clarissa."

Netra Arion kembali terbelalak dibarengi dengan degup yang kembali menggila. Nama itu... Mengapa bisa tak hanya paras yang duplikat, melainkan nama juga menyerupai Azalea Marissa yang tak lain sang istri. Takdir macam apa yang menghampiri Arion? Mengapa alur pertama sebagai dosen pindahannya seperti ini?

Zelin menatap kagum sang dosen. Tampan dan termasuk dalam list lelaki idaman, hanya saja mungkin dirinya tak termasuk tipe idaman sang dosen. Ditambah tak mungkin pria matang seperti Pak Ari, menyukai gadis 22 tahun semester pertama. Tetapi melihat tatapan mata Pak Ari membuatnya berpikir bila menaruh rasa, dan ntah hanya perasaan penuh kepercayaan diri atau realita. Zelin merasa pernah melihat Arion, tetapi tak mengingat pastinya.

"Pak, apakah hanya Zelin yang berkenalan saja?" celetuk salah satu mahasiswa, berhasil memecahkan lamunan Azelina dan Arion.

Arion menatap datar Zelin. Jangan sampai degup jantung, isi otak, dan arti tatapan kerinduannya tersampaikan. Arion yakin ini hanyalah kebetulan, yang membuat deja vu sesaat. Dirinya harus fokus dan profesional.

"Kau duduklah!" perintah Arion tanpa menyebutkan nama Zelin.

Azelina menoleh ke sana kemari, dirinya memiliki nama dan telah memperkenalkan diri. Lantas mengapa hanya disebut 'kau'?

"Saya, Pak?"

Arion tak menjawab apapun. Pria tersebut hanya menatap garang Zelin, lalu menunjuk kursi kosong dengan tatapan. Arion mencekal tangan Zelin sebelum melewatinya, "Temui saya apabila tak sibuk karena ada pembicaraan penting."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status