Share

Bab 5

Author: Sherlys01
last update Last Updated: 2025-09-29 20:04:56

William tampak tertegun. Ia tak menyangka kalau Eva memperkenalkan dirinya begitu saja. Lalu bibirnya perlahan membentuk senyuman lembut.

“Eva ya? Nama yang sangat indah.”

Eva langsung menoleh ke arah William, “indah apanya? Namaku ini ‘kan tergolong pasaran dan terdengar biasa saja…”

William mendorong kursi roda Eva dan berkeliling di sekitar taman. Eva hanya duduk diam sambil mengamati bunga-bunga yang melewatinya.

“Kamu tahu nggak kalau nama kamu itu sebenarnya punya arti yang sangat indah, bahkan jauh lebih indah dibandingkan bunga-bunga ini.”

Eva menggelengkan kepalanya, “memangnya ada nama yang lebih bagus daripada nama bunga?”

“Tentu saja ada. Salah satunya adalah namamu sendiri, Nama ‘Eva’ sebenarnya memiliki arti ‘hidup’ atau bisa juga ‘pemberi kehidupan’. Sangat indah ‘kan?”

Eva terkejut mendengarnya, ia tidak mengatakan apapun. Bahkan dirinya sendiri tidak menyangka kalau namanya memiliki makna yang cukup dalam.

William menghentikan langkahnya, lalu ia berlutut sehingga wajahnya sejajar dengan Eva.

“Kamu mau apa?” tanya Eva dengan bingung.

William tidak menjawab, ia hanya tersenyum lalu mengambil bunga yang ada di tangan Eva dan menyelipkannya di telinga Eva.

“Teruslah hidup dan berjuanglah untuk mengejar impianmu sendiri. Masih ada banyak hal yang bisa kamu lakukan kedepannya nanti.”

Bola mata Eva membesar, matanya mulai berkaca-kaca hingga akhirnya air matanya jatuh dari ujung matanya.

“Eh, jangan nangis dong. Nanti kalau ada orang yang lihat dan salah paham gimana?” William mengusap air matanya dengan lembut.

Eva merasa malu dan ia segera memalingkan wajahnya. “Aku nggak nangis kok…”

William terkekeh kecil, “sudah cukup jalan-jalannya? Mau masuk ke dalam?”

Eva mengangguk pelan. William bangkit berdiri dan mendorong kursi roda masuk ke rumah sakit. Eva diam-diam menggenggam erat celananya, di mulutnya terlihat samar-samar senyuman tipis.

----

Dua hari kemudian, dokter memeriksa keadaan Eva.

“Hm. Secara keseluruhan, kondisinya tubuhnya sudah semakin membaik. Luka sudah mulai kering, sudah tidak ada pendarahan lagi. Jadi, kamu sudah bisa keluar dari rumah sakit besok.”

Dokter menoleh ke arah William, “untuk pihak keluarga, dimohon untuk segera membayar biaya pengobatannya ya.”

William mengangguk, “saya mengerti. Terima kasih atas bantuannya.”

Dokter tersebut membungkukkan badan dan pergi keluar dari bangsal. Eva hanya duduk di kasur sambil melamun.

“Kamu sedang memikirkan apa?”

Eva menoleh, “hm? Oh… aku hanya memikirkan cara mengumpulkan uang untuk bayar biaya rumah sakit. Sudah hampir sebulan aku disini, pasti biayanya sangat mahal ya…”

William menghela nafas pelan, “untuk apa kamu memikirkan itu? Aku sudah bayar kok.”

Mata Eva melebar, ia menatap William dengan tak percaya.

“Nggak percaya? Nih bukti pembayarannya.” William mengeluarkan secarik kertas dari saku.

“Berikan padaku,” Eva mengulurkan tangannya dan hendak mengambil kertas tersebut.

William menaikkan tangannya dan membuat Eva tidak bisa meraihnya. William tertawa melihat Eva yang kesulitan mengambilnya.

Eva mencibir, “kenapa sih kamu selalu ikut campur urusanku seperti ini??”

William mendekati Eva perlahan, kedua tangannya bertumpu pada pagar besi kasur. Matanya yang gelap menatap Eva cukup dalam, “karena aku sudah berjanji untuk terus menjagamu. Jadi semua urusanmu akan menjadi urusanku.”

Melihat wajah William yang mendekat, Eva merasakan detak jantungnya mulai tidak beraturan. Ia segera memalingkan wajahnya, “aku nggak butuh bantuanmu.”

“Kenapa nggak? Dengan kondisimu yang seperti ini, apa kamu bisa mencari uang?”

Eva terdiam. Dengan keterbatasan yang ia miliki, mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah. Pekerjaan seperti apa yang tidak membutuhkan sepasang kaki?

Eva akhirnya menyerah, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding kasur.

“Terserah kamu saja deh…”

William tersenyum dan mengelus kepala Eva dengan lembut, “begitu dong. Nurut yah.”

Eva menepis tangan William, “apa sihh?”

William tertawa dan ia menarik tangannya. Setelah itu, ia melirik ke arah jam di tangannya.

“Karena kamu sudah mulai sembuh, aku keluar sebentar ya. Masih ada urusan yang harus diselesaikan.”

Eva masih memalingkan wajahnya, “kalau ada urusan, pergi saja. Nggak perlu minta izin dariku.”

William tersenyum lembut, “nanti aku akan bawakan makanan kesukaanmu. Istirahat yang cukup ya.”

William balik badan dan pergi keluar meninggalkan Eva seorang diri. Saat pintu sudah ditutup, Eva memandangi bunga yang diberikan oleh William.

“Nama yang lebih indah dari bunga? Heh, lucu sekali…”

Eva memandangi langit yang cerah dari jendela. Ia merasa hatinya terasa hangat. Tanpa sadar, Eva mengenggam bunga tersebut dengan erat.

Perasaan yang nyaman itu membuat Eva mengantuk dan akhirnya tertidur. Beberapa jam kemudian, pintu bangsal tiba-tiba di dobrak cukup kencang. Eva terkejut dan langsung bangun.

Beberapa orang suster masuk ke dalam dan mulai membereskan kasur-kasur busa yang ada di lantai. Eva merasa ada yang sesuatu yang tidak beres.

“Apa yang sedang kalian lakukan?”

“Sebentar lagi ada pasien lain yang akan dimasukkan ke ruangan ini. Anda akan kami pindahkan ke ruang kelas 3.” Jawab Suster sambil membereskan barang-barang.

Eva mengernyitkan dahinya, “apa maksudmu? Kenapa saya tidak mendapatkan pemberitahuan ini sebelumnya?”

Salah satu Suster merasa tidak sabar, ia mendengus kesal.

“Begini ya, bu. Ibu ‘kan sudah disini hampir selama sebulan, ibu juga belum membayar biaya inapnya. Sekarang sedang ada pasien yang perlu dirawat inap, jadi mohon kesadarannya dan jangan mempersulit kami.”

Eva menatap suster itu dengan tajam, “jadi kalian mengusirku?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 5

    William tampak tertegun. Ia tak menyangka kalau Eva memperkenalkan dirinya begitu saja. Lalu bibirnya perlahan membentuk senyuman lembut.“Eva ya? Nama yang sangat indah.”Eva langsung menoleh ke arah William, “indah apanya? Namaku ini ‘kan tergolong pasaran dan terdengar biasa saja…”William mendorong kursi roda Eva dan berkeliling di sekitar taman. Eva hanya duduk diam sambil mengamati bunga-bunga yang melewatinya.“Kamu tahu nggak kalau nama kamu itu sebenarnya punya arti yang sangat indah, bahkan jauh lebih indah dibandingkan bunga-bunga ini.”Eva menggelengkan kepalanya, “memangnya ada nama yang lebih bagus daripada nama bunga?”“Tentu saja ada. Salah satunya adalah namamu sendiri, Nama ‘Eva’ sebenarnya memiliki arti ‘hidup’ atau bisa juga ‘pemberi kehidupan’. Sangat indah ‘kan?”Eva terkejut mendengarnya, ia tidak mengatakan apapun. Bahkan dirinya sendiri tidak menyangka kalau namanya memiliki makna yang cukup dalam.William menghentikan langkahnya, lalu ia berlutut sehingga waj

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 4

    Di malam hari, Eva tidak bisa tidur. Ia ingin pergi ke toilet, tetapi ia tidak tahu cara untuk menurunkan pagar besi tersebut. Ia terus meraba dan menggoyangkan pagar besinya.“Kamu mau ngapain?”Eva terkejut dan langsung menoleh ke belakang. William sedang berdiri di samping kasur dengan mata yang terkantuk.“Aku… mau ke toilet.”“Aku sudah pernah bilang ‘kan, kalau perlu sesuatu langsung beritahu aku saja.”“Kamu saja sedang tidur, bagaimana aku- ahh!”Tanpa aba-aba, tubuh Eva sudah digendong oleh William. “shh… sudah malam jangan teriak-teriak.”“Kamuu..” Eva langsung memukul dada William.William hanya tersenyum melihat tingkahnya, lalu ia segera membawa Eva ke toilet. Pergerakan yang tiba-tiba itu membuat Eva refleks merangkul leher William.Saat keluar dari bangsal, cahaya lampu mulai menyinari wajah William. Kulitnya yang putih terlihat sangat bersih, hidungnya mancung, bibir tipisnya samar-samar tampak tersenyum. Eva juga bisa mendengar suara detak jantung William yang stabil.

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 3

    William membaringkan tubuh Eva dengan perlahan, ia mengambil selimut dan menyelimutinya hingga ke dada. William menatap Eva sejenak, pikirannya sedang kacau. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang ini.Ponsel milik William berdering, lalu ia mengangkatnya.‘Pak, saya sudah mencari tahu informasi tentang anak itu. Dia bernama Eva Brown, usia 19 tahun. Ibu kandung Eva sudah meninggal dunia sejak ia dilahirkan, jadi sekarang dia tinggal bersama ayah dan ibu tirinya.’William melirik ke arah Eva, tetapi ia hanya diam mendengarkan. Terdengar lagi suara dari telepon.‘Selama tinggal di keluarga tersebut, Eva tidak pernah makan dengan kenyang. Kamarnya juga ditempatkan di gudang yang sempit, sejauh orang yang sering memberikannya makan hanyalah para pelayan saja.’William menghembuskan nafas panjang, ia tidak menyangka kalau Eva sudah sangat menderita selama ini. Tidak heran jika gadis itu sudah tidak memiliki semangat hidup lagi.“Apa yang sebenarnya terjadi di malam itu? Sebelum d

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 2

    Eva merasa tubuhnya seperti terguncang dan terdengar suara orang yang berbicara.“Cepat bawa dia ke UGD!”Tetapi suara tersebut semakin lama semakin menghilang, hingga akhirnya semua terasa sangat hening.‘Ibu, sebentar lagi aku akan menyusulmu. Tunggu aku ya.’Sementara itu di luar ruang UGD, seorang pria sedang berbincang dengan dokter.“Bagaimana keadaannya?”Dokter menghela nafas, “hah… nyawanya berhasil kami selamatkan, untung saja bapak membawanya tepat waktu. Tetapi kondisi tubuhnya sangat memprihatinkan.”Dokter tersebut menoleh ke arah Eva yang sedang tak sadarkan diri di ruang UGD. Ia menggelengkan kepalanya.“Kami menemukan cukup banyak luka luar di seluruh tubuhnya, lukanya terlihat seperti bekas cambukan. Bahkan menyebabkan pembuluh darah di kakinya pecah.”Pria itu sedikit terkejut, “separah itu? Lalu bagaimana dengan kondisi fisiknya yang lain?”Dokter tersebut diam sejenak, ia terlihat sedang menarik nafas dalam-dalam. Lalu ia mulai berbicara.“Selain luka luar, dia ju

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 1

    “Dasar anak durhaka! Berani-beraninya kamu mencuri barang kakakmu!”“Bu-bukan aku yang mencurinya- AHH!”Mason mengayunkan tangannya, cambuk tersebut mengenai tangan Eva hingga meninggalkan garis panjang merah yang pedih. Eva jatuh tersungkur.“Padahal kami sudah bersusah payah membesarkanmu. Seperti inikah caramu membalas budi??”Tubuh Eva gemetaran disertai rasa perih yang menusuk. Air mata Eva mengalir dengan deras di wajahnya.“Bukan aku...”“Masih nggak mau ngaku ya??”Mason mengangkat tangannya, Eva buru-buru merangkak ke arah Mason dan memegang kakinya.“Ayah, aku mohon percayalah padaku. Bukan aku yang mencuri barang kakak.”Mason mendorong tubuh Eva menggunakan kakinya, “kalau bukan kamu lalu siapa lagi?? Di rumah kita, cuma kamu yang berani melakukannya.”Eva terdorong, tangannya yang penuh dengan luka menopang tubuhnya yang hampir jatuh ke lantai. Dengan perlahan ia mendongakkan kepalanya.“Sudahlah, Eva. Lebih baik kamu mengaku saja, ayah pasti mau kok memaafkanmu.”Eva me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status