Share

Bab 6

Author: Sherlys01
last update Last Updated: 2025-10-07 19:00:54

Suster tersebut mendengus kesal, ia memegang pinggangnya.

"Ternyata kamu cukup pintar juga. Benar, kami ingin mengusirmu dari kamar ini."

Eva menyipitkan matanya, "atas dasar apa kalian bisa mengusirku? Pak William sudah membayar biaya administrasinya!"

Mereka saling memandang satu sama lain, lalu salah satu dari mereka tertawa terbahak-bahak.

"William yang mana? Apa maksudmu William Vanderbilt?"

Eva menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "oh? Jadi kalian tahu dia?"

"Tentu saja tahu. Pak William itu adalah orang yang paling terpandang dan berprestasi di dunia kedokteran, kami semua sangat menghormatinya."

"Bahkan pak William juga menjadi salah satu investor terbesar di rumah sakit ini."

Mata Eva mulai melebar. Ia tak menyangka, kalau orang yang selama ini selalu menemaninya ternyata adalah orang besar. Eva sedikit tertunduk.

"Kenapa? Merasa malu karena kebohonganmu sudah terbongkar? Heh, kamu pikir pak William mau membantu orang cacat sepertimu? Jangan mimpi!"

Suster yang di sebelahnya mengangguk, "benar, pak William adalah orang yang sangat diidam-idamkan oleh setiap wanita, tapi sayang sekali... dia nggak pernah mau disentuh oleh wanita manapun."

Eva sedikit terkejut mendengarnya. Selama ini William selalu membantu dirinya saat ia membutuhkan bantuan bahkan sering terjadi kontak fisik di antara mereka. 

'Nggak mau disentuh? Apa mereka lagi bercanda? Selama ini William sering menggendongku dan terkadang jahil juga... omong kosong apa yang sedang mereka bicarakan?' gumamnya dalam hati.

"Sudah, kita nggak punya waktu lagi. Gotong saja dia ke ruang kelas 3."

Kedua suster itu menghampiri Eva dari kanan dan kiri. Jantung Eva tercekat, ia merasa seperti sedang dikepung dari berbagai sisi. Saat tangan suster itu menyentuh Eva, bayangan di malam itu mulai berputar di benaknya. Malam di saat Eva dipukuli oleh ayahnya dan diseret pergi oleh pengawal. 

Eva refleks menepis tangan suster, "JANGAN SENTUH AKU!! PERGI KAMU!"

Suster tersebut tampak tertegun sesaat, lalu ia mencoba lagi untuk menggotong Eva. Tetapi Eva terus berontak bahkan mendorong dengan kuat hingga mereka mundur beberapa langkah.

"Kalian ini ngapain sih? Gotong pasien saja nggak becus. Cepat bawa dia keluar, sebentar lagi bapak itu akan dibawa kesini."

Eva mengambil bantal di dekatnya dan melemparnya, "PERGI!"

Suster itu menangkap bantalnya, tetapi Eva terus melempar barang-barang yang ada di sekitarnya. Namun gerakannya terhenti saat tangannya memegang sebuah bunga yang ada di dekatnya. Nafasnya terengah-engah.

"Dasar gila!"

Salah satu suster menghampiri kasur Eva dan membuka kunci yang ada di roda kasur.

"Sudah, bawa sekalian kasurnya. Kita pindahkan dia."

Kedua suster lain mengangguk. Eva yang melihat suster mulai mendekatinya, ia menggenggam bunga tersebut dengan erat, seolah-olah ingin melindunginya.

'Kak William...' ucapnya dalam hati.

Kasur Eva didorong keluar dari bangsal.

----

Sore hari, William berjalan ke arah bangsal dengan membawa sekantong plastik di tangannya. Ekspresinya terlihat ceria.

William menoleh ke arah kantong plastik tersebut, "kalau Eva lihat makanan ini, dia pasti sangat senang."

William sampai di bangsal, ia memegang gagang pintu dan membukanya.

"Eva, aku bawakan makanan untuk-"

Kata-kata William terhenti, matanya pun membelalak. Ia melihat orang yang di dalam bangsal bukanlah Eva, melainkan bapak-bapak yang sudah berumur beserta istrinya. Mereka menoleh ke arah William dengan tatapan bingung.

"Uhm... maaf, apa kalian melihat seorang gadis yang berusia 19 tahun? Dia yang sebelumnya di sini..."

"Gadis? Kami tidak melihatnya, saat kami sudah sampai disini, ruangannya sudah kosong."

William terpaku, lalu kantong plastik yang ada di tangannya terlepas dan terjatuh. Tanpa berpikir panjang, ia langsung pergi meninggalkan bangsal, ia berlari menuju resepsionis.

Salah satu orang melihat kedatangan William, "pak William ada ap-"

"Pasien yang ada di ruang 302, dia dipindahkan kemana?"

Tatapan William tajam hingga membuat orang resepsionis itu merinding, "di-dia ada di ruang kelas 3 lantai 2, kalau bapak mau-"

Belum sempat menyelesaikan pembicaraannya, William langsung melesat pergi ke lantai 2. Di lorong rumah sakit, William melihat ke dalam ruangan satu per satu.

Langkah William terhenti di salah satu pintu yang tersisa, nafasnya terengah-engah. Lalu ia memegang gagang pintu dan membukanya. Saat pintu terbuka, ia melihat sosok yang familiar di ujung ruangan.

Eva memeluk sebuah bantal dengan sangat erat, tubuhnya gemetaran, matanya pun membesar. 

"Eva!"

William langsung menghampiri Eva. Eva menoleh ke arah William, matanya mulai berkaca-kaca. 

"Kak... William..."

Melihat kondisi Eva yang menyedihkan, dada William terasa sangat sesak. Ia perlahan-lahan mengulurkan tangannya dan menyentuh pipinya. Tubuh Eva menegang, tetapi ia tidak menolak atau menepis tangannya.

Terdengar suara yang lembut dan serak, "apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?"

Pertahanan yang sudah susah payah ia bangun, kini runtuh begitu saja. Air mata mengalir sangat deras di wajahnya, lalu ia memeluk pinggang William sambil menangis dengan kencang. 

William menepuk punggung Eva dengan lembut, "maaf, aku datang terlambat. Sekarang aku sudah disini, nggak akan ada yang menyakitimu lagi."

Orang-orang yang ada di dalam ruangan, semuanya memperhatikan mereka, tetapi mereka sudah tidak peduli lagi.

Setelah menangis cukup lama, Eva mulai merasa tenang dan melepaskan pelukannya. William membungkukkan badan dan memegang pipi Eva dengan kedua tangannya.

"Eva... katakan padaku. Mereka mengusirmu?"

Eva mengangguk pelan. William sedikit menunduk, tatapannya menjadi gelap. Ia merasa kesal karena sudah memperlakukan Eva seperti ini.

Ia menghela nafas, " ya sudah, mulai sekarang kamu ikut aku saja ya. Hari ini kita keluar dari rumah sakit, bagaimana?"

Eva diam sejenak, lalu ia mengangguk setuju. Tanpa berlama-lama, William langsung menggendong Eva dan keluar dari bangsal.

Begitu keluar, mereka berpas-pasan dengan beberapa suster yang sebelumnya mengusir Eva.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 111

    "Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?"Eva sedikit menunduk dan meremas kedua tangannya. "Soalnya ... ada seseorang yang menyebarkan informasi kalau aku ini menyontek saat ujian di forum sekolah, terus ... dia juga memasukkan fotoku di postingan itu."Eva sesekali melirik ke arah William, tetapi William hanya diam mendengarkan saja, tetapi dahinya sedikit berkerut. "Dia memasukkan fotomu? Siapa yang berani melakukan hal itu?"Eva menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, karena akun itu hanyalah akun anonim jadi nggak kelihatan siapa pemilik asli akun tersebut."William mengalihkan pandangannya, ia berpikir sejenak. Lalu, ia menoleh kembali ke arah Eva. "Terus, kamu ada rencana apa?""Untuk saat ini sih ... aku hanya bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang mahasiswa, yaitu belajar untuk ujian. Karena aku pikir, akan lebih baik kalau bisa membuktikkan di depan para dosen kalau aku ini innocent."William tersenyum tipis. "Siapa sangka, se

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 110

    "Hm ... hanya kebetulan saja. Kebetulan aku sempat lewat Perpustakaan tadi dan sempat melihatmu bertarung dengan pemikiranmu sendiri."William sedikit menunduk dan menempelkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Eva. "Kamu ini benar-benar nggak pernah gagal ya, untuk membuatku merasa kagum padamu."Eva tak bisa menahan air matanya, bibirnya sedikit bergetar. Ia meraih kepala William dan menempelkan bibirnya ke bibir William, William seketika terpaku di tempat. Tidak lama kemudian, Eva melepaskan ciumannya dan memeluk leher William."Terima kasih ... terima kasih sudah mau mempedulikanku sampai sejauh ini. Terima kasih sudah mau menjadi rumah untukku, terima kasih karena sudah mempersiapkan semua ini hanya untuk mengembangkan kemampuanku."Eva tidak bisa mengucapkan kata-kata lain selain berterima kasih. Tidak ada yang tahu seberapa bahagia dirinya yang sekarang, setelah belasan tahun tinggal di sebuah keluarga yang tidak pernah mempedulikannya sedikit pun

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 109

    Eva merenung sejenak, ia mengalihkan pandangannya ke depan. "Hm ... untuk saat ini, aku masih belum tahu. Tapi satu-satunya hal yang bisa aku lakukan sekarang, paling cuman ... belajar buat ujian besok."Seketika mata Clara berkedut. "Kamu ini ya ... baru juga bisa menenangkan diri, tapi masih berniat buat belajar. Otakmu itu sebenarnya terbuat dari apa sih? Heran deh ..."Eva terkekeh. "Aku bener, 'kan? Memangnya apa tugas kita sebagai seorang mahasiswa? Kalau bukan belajar, terus apa lagi?""Ya, tapi ... kamu nggak mau gitu membersihkan namamu? Postingan itu sudah dilihat oleh semua mahasiswa di kampus ini, lho. Memangnya kamu rela dihujat terus sana sini?"Tentu saja mau, akan sangat merepotkan kalau berita ini bisa tersebar hingga keluar kampus. Tetapi Eva tidak ingin mengatakannya kepada Clara, selama buktinya masih belum ditemukan."Aku tahu kalau kamu sangat mengkhawatirkanku, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu."Clara mengernyitkan dahinya. "Kenapa begitu

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 108

    Dengan nafas yang terengah-engah, Eva meraih kalung tersebut dan mengangkatnya hingga sejajar dengan matanya. Walau pun matanya mulai memerah, ia mengamati kalung yang ada di telapak tangannya selama beberapa saat. Dengan hati-hati, ia mengelus kalung itu dengan ibu jarinya.Entah bagaimana, ia bisa merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Dengan spontan, ia langsung menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi yang ia temukan hanyalah beberapa mahasiswa yang sedang membaca buku di mejanya masing-masing yang agak jauh darinya.Eva menoleh kembali pada kalung yang ia pegang. Jari tangannya perlahan-lahan menekuk hingga menutupi kalung yang ada di telapak tangannya. Sikutnya bertumpu pada pegangan tangan kursi roda.'Sudah, tenang ya. Kamu itu kuat.'Begitulah kata-kata yang terlintas di benak Eva. Kemudian, ia melepaskan genggamannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi roda, kedua tangannya bertumpu pada pegangan tangan kursi roda, lalu ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 107

    Setelah Eva keluar dari ruang dosen, Eva menghembuskan nafas lega, Kemudian, ia berencana untuk pergi ke kantin sambil menunggu Clara. Selama perjalanan, banyak mahasiswa yang saling berbisik saat mereka melihat Eva."Eh, lihat itu. Dia itu anak yang katanya menyontek itu, 'kan?""Iya, benar. Kalau nggak salah dia baru saja keluar dari ruang dosen deh ...""Pasti habis dihukum."Eva mengerutkan dahinya, ia merasa bingung kenapa semakin banyak mahasiswa yang mengetahui kejadian itu. Padahal ia sudah membuktikan kejujurannya di depan dosen, lalu kenapa mereka masih saja menyinyir?Namun, Eva berusaha untuk mengatur nafasnya dan tetap bersikap tenang. Ia berusaha untuk tidak memikirkan semua itu, karena apa pun yang dikatakan oleh banyak orang, ia sendiri juga tidak bisa menghentikan mereka. Memang pahit, tapi itulah yang dinamakan kenyataan.Karena mendengar hinaan dari mahasiswa lain, Eva memutuskan untuk berpindah tempat. Ia tidak ingin pergi ke kantin, tetapi ke Perpustakaan. Karena

  • Dosenku Penyembuh Lukaku   Bab 106

    Eva mulai memfokuskan pikirannya untuk mengerjakan ujian. Seperti biasa, ia melakukan ritualnya dahulu sebelum akhirnya menjawab soal satu per satu. Dosen yang ada di sebelah Eva memperhatikannya dengan seksama, begitupula dengan Surya."Dia nggak ngerasa keganggu ya kalau kita di sini?"Surya menggelengkan kepalanya. "Nggak, tuh lihat saja wajah seriusnya. Mau kita berisik juga nggak akan memecah fokusnya."Dosen itu terkekeh. "Hebat ya, bahkan saya saja nggak bisa mempertahankan fokus seperti itu."'Ya dong ... siapa dulu biangnya.' batin Surya."Mahasiswi lagi ujian, kenapa kalian berdua malah berisik?"Surya dan dosen itu menoleh serentak. Lalu raut wajah Surya berubah menjadi masam."Ngapain kamu ke sini?"Ibu Ruth memegang pinggangnya dengan kedua tangan. "Apa maksud pak Surya? Saya di sini hanya ingin mengawasi mahasiswi saya saja kok, nggak boleh?"Surya memutarkan bola matanya dengan malas. Ibu Ruth mel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status