Share

Bab 2. Percakapan dengan jiwa

Saat Zelona hendak menyatukan diri. Tiba-tiba, Arkav berkata, "apa yang Nona lakukan!"

Pertanyaan ambigu tersebut membuat Orang-orang yang berada di ruang inap kebingungan. Di ruang VVIP tersebut hanya ada Zelona yang koma dan Orlin yang sedang pingsan namun berada di sofa. Lantas Nona siapa yang Arkav maksud?

Jiwa Zelona terhenyak dan menatap kearah Arkav yang juga menatapnya. Dokter Calxivar bertanya, "apa yang kamu katakan dokter Arkav?"

Arkav pun mengelak saat tersadar telah berkata. "Ah, tidak ada. Saya hanya asal bicara saja. Jika begitu saya permisi dulu."

Jiwa Zelona segera turun dari brankar dan mengikuti langkah Arkav ke sebuah rooftop rumah sakit.

"Apakah dokter bisa melihatku?" tanya Zelona seraya mendekat ke arah Arkav yang memegang pembatas.

"Hmmm, begitu lah. Lagipula apa yang hendak kau lakukan dengan yang tadi? Ingin masuk ke dalam ragamu begitu? Tidak semudah itu Nona!"

Zelona terkejut mendengar penuturan dari dokter yang bisa melihat jiwanya bahkan turut serta mengomel. Ia berkacak pinggang dan berkata, "Kenapa kau bicara seperti itu, apakah kau adalah malaikat maut, hah?"

"Semua tidak sesederhana itu. Kau belum bisa kembali ke ragamu tanpa izin dari Sang Pencipta!" peringat Arkav yang membuat Zelona kesal.

Jiwa Zelona segera meninggalkan dokter yang membantunya operasi dan ingin segera menuju kamar inapnya. Akan tetapi saat hendak masuk pintu, ia tidak bisa karena pintu sedang tertutup. Zelona hanya bisa pasrah dan melihat raganya yang sedang berbaring dengan alat-alat penunjang kehidupan dari balik pintu kaca.

Dexon yang menemani Zelona hanya bisa menatap nanar wajah pucat kekasihnya dan berujar, "Ze, cepatlah bangun. Kenapa kau justru tertidur?"

"Dexon benar, Ze. Daddy dan Mommy menunggu dirimu. Segeralah bangun, Nak," kata Xander seraya memegang tangan anaknya sebelah kanan yang bebas.

"Sebenarnya Zelona hendak kemana Dexon?" kini tatapan Xander menghunus ke arah Pria yang menjadi kekasih anaknya.

Ditatap begitu intens, membuat Dexon sedikit gugup. Namun sebisa mungkin ia menguasai diri dengan menyahut, "Sebenarnya Dexon meminta Zelona bertemu di cafe karena ingin makan siang bersama dan hendak membahas tentang acara pertunangan kami nantinya."

Xander menghela nafas panjang dan hanya diam. Hatinya tersayat. Air matanya kembali mengalir.

"Maafkan Daddy, nak. Belum bisa menjaga dirimu dengan baik."

Sementara Itu Jiwa Zelona yang mendengar suara ayahnya dari luar, hanya bisa mengeluarkan cairan bening serupa kristal semakin deras. Pintu tiba-tiba dibuka oleh Floxa, kesempatan itu membuat Zelona segera masuk, yang dikhawatirkan bila pintu tertutup ia tidak bisa kembali masuk.

Floxa berakting dengan cara menangis histeris. "Ayah, apa yang terjadi pada Kakak Zel?"

Zelona yang melihat adik tirinya, merasa marah dan segera menuju ke arah Floxa untuk menampar. Akan tetapi, usahanya sia-sia. Ia lupa bahwa dirinya sekarang adalah Roh yang gentayangan.

"Kakakmu mengalami kecelakaan di jalan raya. Dia sudah melakukan operasi di kepala. Hanya saja saat ini kakakmu sedang koma," beber Xander.

Floxa pura-pura terkejut. Padahal sedari dulu ia ingin menyingkirkan kakak tirinya tersebut karena selalu unggul darinya.

"Malang sekali nasip kakak, yah. Lantas bagaimana dengan acara pertunangan yang akan digelar dalam waktu dekat?" tanya Flo yang menunjukkan ekspresi sedih. Padahal hatinya sangat senang.

Jiwa Zelona malah menyahut lebih dulu. "Floxa, semua ini gara-gara kamu. Kamulah yang sudah merayu kekasihku. Sekarang berpura-pura simpati. Aku tidak akan percaya padamu sampai kapanpun!"

Xander menatap lama wajah pucat anaknya sebelum menjawab pertanyaan anak tirinya. "Mengenai itu, kita bicarakan nanti. Mungkin pertunangan tersebut akan ditunda sampai Zelona kembali sadar."

"Aku berharap bahwa Zelona segera mati!" Seru Floxa yang hanya berani diutarakan dalam hati saja.

"Aku tahu bahwa kamu sangat senang bila aku menderita kan, Flo!" teriak Zelona nyalang. Namun sekeras apapun dia berteriak hingga lelah. Tetapi tidak ada sahutan. Ia frustasi dengan mengacak rambutnya hingga berantakan.

"Apapun keputusan Ayah akan Floxa ikuti. Sebaiknya Ayah istirahat dulu di sofa. Floxa ingin keluar mencari makanan dan minuman." Ia segera melontarkan tanya pada pria yang menjadi incarannya. "Apakah kak Dexon ingin membantuku? Kurasa kakak juga perlu asupan."

"Baiklah. Akan aku bantu bawakan."

Melihat gelagat aneh antara kekasih dan adik tiri, membuat Zelona segera mengikuti keduanya sebelum terjebak di dalam ruang inapnya. Ia akan mencari tahu tentang dugaannya selama ini.

Sesampainya mereka di kantin, Floxa segera duduk dan bertanya, "jadi, kapan kakak Dexon ingin menikah denganku?"

Zelona pikir bahwa dia salah dengar. Ia hanya berdiri di tengah-tengah antara dua penghianat.

Dexon segera menggenggam erat tangan Flo guna menenangkan. Hal itu membuat Zelona sangat murka. Apalagi saat mendengar jawaban Dexon.

"Tunggu sebentar. Zelona baru saja mengalami kecelakaan. Kita tidak boleh mendesak ayahmu karena masih dalam mode bersedih."

"Benar-benar dua manusia penghianat!" Seru Zelona yang berusaha menonjok wajah keduanya. Meskipun usahanya tetap percuma.

"Aku tidak bisa menunggu terlalu lama Kak, perutku akan semakin membesar nantinya. Pokoknya aku memberi waktu 2 hari untuk Kak Dexon berpikir. Bila dalam waktu yang dijanjikan tidak ada respon atau tanggapan. Jangan salahkan aku bahwa akan menyampaikan pada Ayah dan Mama Orlin bahwa saat ini Aku sedang mengandung anak kak Dexon!"

"Hah, apa? Floxa hamil? Anak Dexon?" tanya Zelona yang tentunya tidak didengar oleh dua orang yang sedang berdiskusi.

"Tolong, jangan katakan kepada Paman dan Bibi. Aku pasti menikahimu. Hanya saja situasi saat ini sedang rumit. Aku harap kamu mau mengerti, ya?" rayu Dexon yang membuat Zelona Makin naik pitam. Ia geram dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa mendengar perbincangan rahasia tersebut.

"Baiklah jika begitu. Jangan salahkan aku bahwa nantinya Ayah tahu aku hamil anakmu!" Ancam Floxa yang sukses membuat Dexon kebingungan.

"Kau harus percaya, bahwa kakak tidak akan ingkar janji. Kakak menyayangimu dan calon bayi kita."

Setelah mengatakan hal tersebut, Floxa segera pergi begitu saja tanpa meminum atau memakan makanan yang sudah disediakan oleh pelayan kantin. Ia takut terlalu lama membuat ayahnya curiga.

Dexon meraup wajahnya karena pusing. Andai saja waktu itu ia tidak tergoda dengan rayuan Flora. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan keinginan untuk menyentuh adik tiri kekasihnya. Dan ia tahu bahwa dirinya yang pertama kali menyentuh Floxa.

"Jadi, benar bahwa kalian berdua akan memiliki seorang anak nantinya? Hah, kalian berdua sungguh pasangan yang menjijikkan!" bentak Zelona dan segera pergi dari kantin. Ia melangkah ke sembarang tempat dan duduk di kursi kayu.

"Aku tidak menduga, bahwa kalian bertindak terlalu jauh! Dexon, aku sudah menyerahkan sepenuh hatiku hanya untukmu seorang. Hanya saja kepercayaan dariku kau balas dengan rasa sakit berkepanjangan!"

Ia memukul-mukul dada sebab merasa sesak. Arkav yang melihat Zelona menangis segera menghampiri untuk duduk dan bertanya, "Apakah kamu tidak lelah menangis? Cobalah untuk bisa menerima keadaan. Bahkan mungkin saja sebentar lagi kamu akan meninggalkan dunia fana ini. Mungkin ada hal penting yang ingin kamu sampaikan kepada keluargamu atau mungkin orang yang sangat dekat denganmu?"

Zelona menghapus bulir air matanya dan menanggapi perkataan dari Arkav. "Aku belum mati dan jangan sampai mati. Apapun akan aku lakukan asalkan bisa kembali ke dalam tubuhku."

"Aku bisa membantumu. Jadi berhentilah menangis. Air mata terlalu berharga untuk dibuang cuma-cuma."

"Kau tidak sedang menipuku kan dokter?" tanya Zelona seraya menatap dengan pandangan curiga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status