Share

Bab 3. Ratu drama

"Menipu? Untuk apa aku menipumu, hah?" bentak Arkav marah, yang dilihat orang adalah Arkav sekarang sedang menelepon seseorang. Padahal yang sebenarnya ia sedang berbicara pada gadis di sampingnya. Yakni roh Zelona.

"Benar bila dokter bisa membantu?"

"Ya, namun kau harus melakukan kebaikan dengan usahamu sendiri dan memohon kepada sang pencipta untuk diberikan kesempatan untuk hidup. Semoga saja misimu berhasil." usai mengatakan hal tersebut, Arkav pergi dan menuju ke kamar inap istrinya yang sedang sakit.

"Sayang, bagaimana kondisimu? Sudah membaik?" tanya Arkav seraya mengecup puncak kepala istrinya dengan sayang.

"Sedikit membaik dari biasanya. Namun perutku masih sedikit kram," ujar Poppy memberi tahu. Wajahnya terlihat murung. Hal itu membuat Arkav menggenggam erat tangan mungil istrinya guna menenangkan.

"Tidak perlu disesali apa yang sudah terjadi. Mungkin saja Tuhan belum mengizinkan kita memiliki momongan."

Jiwa Zelona yang berada diluar pintu mencuri dengar pembicaraan sepasang suami istri tersebut. 

Poppy kembali meneteskan cairan bening serupa kristal dan berkata meskipun serak, "Tapi aku tidak akan pernah bisa untuk kembali menjadi seorang ibu. Sebelah rahimku sudah diangkat."

Arkav segera menghambur mendekap tubuh ringkih sang istri. Ia pun sama terluka. Setelah tangisan istrinya sedikit lega, Arkav berbincang.

"Kita masih memiliki peluang untuk memiliki anak. Kita bisa melakukan inseminasi buatan di dalam rahimmu atau melakukan bayi tabung. Itu sama saja."

"Tapi, aku ingin anak yang lahir dalam rahimku!"

Arkav semakin memeluk istrinya erat. Lalu mencium pucuk kepalanya istri berkali-kali. "Baiklah, setelah ini aku akan menampung benihku dalam rahimmu untuk proses inseminasi. Karena aku tidak ingin menyakiti tubuhmu nantinya."

Poppy mendongak, tampak netranya memerah. Ia mengajukan tanya, "Jadi, berapa persen keberhasilan terjadi?"

"Aku tidak bisa menjamin. Nanti kita konsultasi pada dokter Obgyn yang ahli. Sudah sebulan ini kamu berada di rumah sakit. Apakah tidak bosan?"

"Justru berada di sini, kau memiliki banyak waktu untuk menjengukku," balas Poppy dengan senyum merekah.

"Namun bekas sayatan di perut, setidaknya harus memiliki jangka satu atau dua tahun lamanya. Aku tidak ingin perutmu sakit, sayang."

"Ya sudah. Kau simpan dulu benihmu setelah pemeriksaan selesai. Bukankah kita masih memiliki peluang untuk memiliki anak, bukan?" tanya Poppy dengan mata berkaca-kaca penuh harapan.

"Yang terpenting adalah kita sudah melakukan usaha."

Jiwa Zelona berbisik, "Aku akan membantumu untuk memiliki momongan nantinya, dokter Arkav. Itu janjiku. Tapi, bagaimana caranya aku membantu?" 

***

Raga Zelona masih terbaring di ranjang rumah sakit dengan kepala yang dibalut perban. Tidak tertinggal pula selang oksigen sungkup menjadi sumber kehidupan baginya. 

Xander dan Orlin masih setia menunggu sang putri. Jiwa Zelona yang melihatnya semakin tergugu pilu, "Mommy, Daddy, apa bisa Zelona lakukan?" 

"Ma, sebaiknya Mama makan terlebih dahulu. Jangan sampai ikut sakit."

"Bagaimana aku bisa makan, Pa. Bila anak kita sendiri tertidur pulas. Apakah dia tidak akan bangun?" 

"Serahkan sepenuhnya kepada Sang pemberi kehidupan. Kita akan terus berusaha untuk menopang kelangsungan hidupnya. Papa akan berusaha sebaik mungkin."

Pintu ruangan terbuka, muncul Floxa membawa makanan dan minuman hangat. Ia menawarkan pada orang tua tirinya. Gadis yang usianya terpaut lima tahun itu diadopsi oleh keluarga Xander karena kedua orang tua Floxa berteman baik dengannya.

"Makan dulu, Ma, Pa."

Zelona yang duduk di dekat ibunya menjadi geram melihat wajah Floxa yang dibuat-buat. 

"Dasar wanita licik. Menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan simpati. Wanita tidak tahu malu!"

Floxa tiba-tiba menjatuhkan dirinya saat Orlin hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sontak saja wanita yang tidak muda itu berteriak begitu juga dengan Xander. 

"Flo, hei, apa yang terjadi?" tanya Orlin dan segera Xander memencet tombol di dinding guna meminta bantuan. 

Perawat datang dengan dokter. Sementara waktu diletakkan di sofa. Dokter Calxivar yang memeriksa segera memberikan diagnosa. "Apakah kalian orang tua dari wanita yang pingsan ini?"

"Benar dokter. Bagaimana keadaannya?" 

Dokter Calxivar tersenyum merekah dan memberikan informasi. "Dia hanya kelelahan saja. Mungkin sebentar lagi akan bangun. Oh  ya, selamat Nyonya dan Tuan. Kalian sebentar lagi akan menjadi seorang kakek dan nenek. Usia kandungan sudah memasuki usia dua bulan. Suaminya pasti senang mendengarnya. Jika begitu saya dan rekan saya permisi dulu."

Orlin mengangguk kaku. Bagaimana tidak syok, saat anak kandungnya mengalami Koma, anak yang lainnya justru mendapat kemalangan. Padahal yang mereka ketahui adalah Floxa adalah wanita baik yang lugu dan polos.

"Pa, bagaimana ini? Floxa sedang mengandung."

"Tenangkan dirimu Ma. Kita tidak tahu siapa yang telah berbuat keji padanya. Selama ini dia tidak pernah berbuat kesalahan. Bisa saja dia diperkosa."

"Malang sekali nasib anak-anak kita, Paaa," Keluh Orlin seraya menangis dalam dekapan sang suami. Jiwa Zelona yang mendengar dan melihatnya menjadi geram. Ia berteriak, "Benar-benar mengambil simpati. Dramanya begitu apik. Kenapa tidak sekalian saja jadi artis!"

Perlahan mata Floxa mengerjap-ngerjap. Ia memijat pelipisnya seraya meringis. Padahal ia hanya pura-pura saja. "Uh, apa yang terjadi padaku Ma, Pa? Kepalaku mendadak pusing sekali."

Orlin menghapus bulir air matanya dan menawarkan. "Ingin minum air putih?"

Floxa mengangguk, ia segera bersandar pada sofa. Setelah menerima dan meneguk air. Orlin memegang tangan anaknya untuk bertanya.

"Flo, ada hal penting yang ingin Mama sampaikan. Namun sebelumnya kami meminta maaf bila tidak berhasil menjagamu dengan baik."

"Ada apa Ma. Apakah Flo memiliki penyakit yang serius? Apakah Flo akan meninggal?" 

Xander menggeleng kepalanya dan menyahut, "bukan begitu. Kamu sedang … hamil."

Flo pura-pura terkejut dan berteriak, "Hah? Hamil! Itu tidak mungkin. Aku tidak mau hamil. Aku benci anak Sialan ini. Aku tidak mau mengandung."

Prok! Prok! Prok! Zelona bertepuk tangan dan mencemooh. "Aktingnya benar-benar menyakinkan sehingga orang tuaku percaya. Benar-benar ratu drama."

"Jangan seperti itu Flo. Mama tahu kamu pasti kecewa. Namun sebaiknya kamu meminta pertanggungjawaban dari lelaki yang telah membuatmu mengandung anaknya."

Floxa memukul perutnya berkali-kali, padahal tidak serius. Membuat Orlin menahan tangannya untuk tidak menyakiti calon bayi tersebut.

"Berhenti Flo. Jangan menyakitinya. Sekarang katakan siapa lelaki itu?"

"Tidak. Aku tidak akan mengatakan siapa pelakunya," teriak Floxa histeris dengan menangkup wajah dengan kedua tangannya.

"Aku tidak ingin hamil, ma. Aku masih ingin belajar di sekolah. Sebentar lagi ujian Nasional. Hanya Tinggal dua bulan saja. Semuanya gara-gara pria biadab itu yang memaksaku untuk melakukan hubungan suami istri dengan terpaksa!"

"Omong kosong! Jangan percaya perkataan Floxa, Mom, Dad, dia sedang berbohong. Jangan tertipu. Flo pasti sudah merayu calon tunanganku!" Teriakkan itu tidak berarti apa-apa buat keluarganya. Karena ia hanya sebuah jiwa yang berkelana.

Dexon membuka pintu dan melihat semua orang menangis. Ia berpikir bahwa Zelona telah meninggal. Ia mendekat dan melontarkan tanya. "Kenapa kalian menangis? Zelona tidak meninggal, kan?"

Orlin menggelengkan kepala. Xander yang menjawab, "Floxa diperkosa sehingga ia hamil."

"Apa?" tanyanya benar-benar syok. Ia khawatir bahwa Floxa sudah menceritakan siapa pelakunya. Tiba-tiba saja Orlin memegang tangan Dexon dan berucap, "Menikahlah dengan Floxa, sekarang!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status