Home / Romansa / Duda Pilihan Mama / Lebih Parah Untuk Pasrah

Share

Lebih Parah Untuk Pasrah

Author: Ayu Anggita
last update Huling Na-update: 2025-06-11 20:00:07

Anessa menyeringai lebar saat duduk di hadapan Bunda. Ruangan rumah tahanan itu dingin dan pengap. Akan tetapi, senyumnya justru menghangat, bahkan menyulut bara kepuasan di dada wanita itu.

"Akhirnya," bisik Anessa lirih. "Andara akan hancur, dan Galang juga. Satu tembakan dua burung mati bersamaan."

Bunda, yang wajahnya sudah menua karena hari-hari di dalam sel, menatap anak gadisnya itu dengan sorot mata penuh racun.

"Kamu yakin kali ini tidak akan gagal lagi?" Bunda bertanya dengan mata menyorot bara dendam.

Anessa mengangguk. "Aku tidak akan gagal lagi seperti sebelumnya. Bunda tahu, aku belajar dari kesalahan."

Anessa mencondongkan tubuh, berbisik pelan. "Orang yang aku sewa ini sudah ahli di bidangnya. Dia sudah berpengalaman dan tidak akan mungkin mengecewakan. Tapi, kalau itu tidak cukup membuat Galang mati ... Aku masih ada Plan B."

Senyum Bunda merekah, padahal ia mengenakan rompi t
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Duda Pilihan Mama   Bahagia dan Terluka

    Suara tembakan memekakkan telinga. Jeritan Andara masih menggantung di udara saat tubuh si penyerang roboh ke lantai, disertai suara berdebam berat. Pisau terlepas dari genggamannya, berputar di udara sebelum mendarat di lantai dengan bunyi nyaring. Darah mengucur deras dari dadanya, membentuk genangan yang cepat meluas di lantai putih ruang rawat itu. “Andara!” Galang memekik tertahan berusaha bangkit, meski tubuhnya masih lemah dan dipenuhi selang infus. Andara, yang sempat terdorong ke belakang saat si pelaku ambruk, terengah dan gemetar. Tangannya berlumur darah. Bukan hanya darah si penyerang, tetapi juga darahnya sendiri. Bekas sabetan pisau di lengannya tadi. Rasa perih nyaris tak terasa karena tubuhnya masih diselimuti rasa terkejut dan takut. Dua polisi bersenjata masuk cepat, disusul dua tenaga medis berseragam. “Ambil korban! Segera stabilkan tekanan darahnya jika masih hidup!” perintah seorang polisi. Namun, s

  • Duda Pilihan Mama   Lebih Parah Untuk Pasrah

    Anessa menyeringai lebar saat duduk di hadapan Bunda. Ruangan rumah tahanan itu dingin dan pengap. Akan tetapi, senyumnya justru menghangat, bahkan menyulut bara kepuasan di dada wanita itu. "Akhirnya," bisik Anessa lirih. "Andara akan hancur, dan Galang juga. Satu tembakan dua burung mati bersamaan." Bunda, yang wajahnya sudah menua karena hari-hari di dalam sel, menatap anak gadisnya itu dengan sorot mata penuh racun. "Kamu yakin kali ini tidak akan gagal lagi?" Bunda bertanya dengan mata menyorot bara dendam. Anessa mengangguk. "Aku tidak akan gagal lagi seperti sebelumnya. Bunda tahu, aku belajar dari kesalahan." Anessa mencondongkan tubuh, berbisik pelan. "Orang yang aku sewa ini sudah ahli di bidangnya. Dia sudah berpengalaman dan tidak akan mungkin mengecewakan. Tapi, kalau itu tidak cukup membuat Galang mati ... Aku masih ada Plan B." Senyum Bunda merekah, padahal ia mengenakan rompi t

  • Duda Pilihan Mama   Antara Marah, Kecewa, dan Pasrah

    Malam semakin dingin. Namun, Andara tetap bergeming. Hatinya masih terasa perih. Mengingat setiap kepingan kejadian yang baru saja ia lihat. Air matanya menetes tanpa ia sempat menahannya. Suara deru mesin mobil membuat Andara melirik sekilas. Matanya kembali tertumbuk pada pot bunga yang ada di teras rumahnya setelah tahu siapa yang datang. “Izinkan aku menjelaskan semuanya, Ra,” ucap Galang saat dirinya berdiri di depan Andara. Andara tetap diam. Memeluk luka yang dalam itu semakin erat. Matanya basah dan memerah. Denyut rasa sakit itu kian terasa ketika melihat wajah orang yang ingin ia hindari saat ini. “Aku … aku nggak … itu semua nggak seperti yang ….” Kalimat Galang terhenti kala melihat Andara bangkit dari tempat duduknya dan memilih pergi meninggalkan Galang di luar. Luka yang masih basah membuatnya enggan untuk berbicara dengan lelaki itu. Walaupun Galang akan mengatakan sebuah kejujuran.

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Runyam

    Andara memenuhi permintaan si pengirim pesan. Ia bertekad untuk menemui orang itu walaupun hatinya masih diliputi keraguan. Tak hanya itu saja. Dia juga merasa takut kalau ini hanyalah sebuah jebakan. Langkah Andara terasa berat malam itu. Meski tubuhnya dibalut mantel hangat, hawa dingin tetap merasuk ke tulangnya. Ia tidak ingin pergi, sebenarnya. Akan tetapi, pesan dari nomor tak dikenal yang masuk siang tadi membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. “Aku tahu sesuatu yang penting soal Anessa. Temui aku malam ini di Kafe Luma, jam delapan. Sendiri.” Bahkan suara perempuan di balik telepon misterius itu pun masih jelas terdengar di telinganya. Andara menghela napas panjang saat hendak melangkah keluar rumah. Belum sempat ia membuka pagar, suara yang sangat dikenalnya menegur dari arah mobil yang baru saja berhenti tepat di depan rumah. “Andara? Kamu mau ke mana malam-malam begini?” tanya Papa. Ternyata kedua ora

  • Duda Pilihan Mama   Waspada dan Curiga

    Anessa berjalan mengendap. Dia harus berhati-hati agar rencananya tak gagal lagi kali ini. Dia terus berjalan menuju pantry. Tak ada yang memperhatikan kehadirannya karena semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Langkah-langkah ringan menyusuri koridor kantor yang senyap. Hanya suara hak sepatu yang beradu dengan lantai keramik yang terdengar samar. Anessa berjalan perlahan, sebotol minuman berwarna bening dengan tutup yang tampak baru terpasang di tangannya. Di balik masker kain berwarna hitam yang menutupi setengah wajahnya, senyum menyeringai penuh niat jahat terpahat jelas. “Sebentar lagi semuanya selesai,” gumamnya pelan, nyaris seperti desisan ular. Di dalam botol minuman itu, ia sudah mencampurkan bubuk racun yang nyaris tak berwarna dan tak berbau. Racikan yang ia pelajari dengan seksama selama berbulan-bulan. Ini bukan racun mematikan seketika, tapi cukup untuk melumpuhkan. Ia ingin Galang merasakan sakit perlahan, seperti

  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham dan Mantan

    Setelah pertemuan tak terduganya dengan Anessa, Wulan menjadi sedikit takut. Dia jua terus meningkatkan kewaspadaannya. Nalurinya sebagai wanita sekaligus saudara kandung Galang membuatnya yakin bahwa Anessa belum selesai dengan rencana jahatnya. Karena itu, Wulan memutuskan untuk memperingatkan Andara secara langsung. “Andara,” tegur Wulan sore itu di ruang keluarga, “kamu harus lebih hati-hati lagi, ya. Aku nggak bermaksud nakutin, tapi ... Anessa udah keluar dari rumah sakit jiwa.” Andara membelalak. “K-keluar? Tapi, bukannya dia masih harus terapi kejiwaan?” Andara lalu teringat kejadian di kampus waktu dirinya wisuda. Saat itu ia melihat bayangan Anessa di antara para tamu dan wisudawan. Namun, saat itu dirinya tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Walaupun Wulan juga melihatnya, tetapi tak menutup kemungkinan mereka salah melihat. Akan tetapi, mendengar cerita Wulan barusan, Andara menjadi yakin, kalau bahaya masih mengintai dia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status