Share

Sebuah Tamparan

Samiah duduk terpekur. Membiarkan kain bersih yang baru diambilnya dari jemuran. Tumpang tindih dari kaos kaki hingga topi. Menggunung. Ruwet seperti pikiran Samiah. Ia menyesal telah membentak cucu kesayangannya. Wanita tua itu hanya tak ingin dikasihani. Ia merasa masih mampu. Menghidupi keluarganya dengan tangannya sendiri.

Lebih dari dua puluh tahun Samiah berjualan sayur mayur di pasar. Agung anak lelakinya selalu setia menemani. Tenaganya kuat. Orang-orang di pasar senang memakai jasa Agung. Sebagai kuli panggul yang rajin bekerja.

"Seharusnya, aku tak sekeras itu, pada Farhan! Oh, dasar anak malang," rutuk Samiah sambil mengusap baju seragam sekolah cucunya.

Tangannya mulai melipat satu persatu gunungan kain bersih itu. Jika tidak disentuh, entah kapan baju-baju itu bisa menginap dalam lemari. Bisa masuk angin teronggok seharian di balai. 

Kini, gunungan kain telah berubah. Tampak rapi tumpukan baju yang sudah dilipat. Siap untuk disimpan di lemari masing-masing.

"Nyai! tadi saya lihat Farhan. Hosh ... hosh ... dikerubungi orang-orang berbaju hitam," lapor Asep. Ia adalah tetangga sebelah rumah Samiah.

Samiah panik. Apa yang terjadi pada cucunya? Gegas ia meminta Asep untuk mengantar. Ia ingin melihat secara langsung di mana Farhan berada.

***

Wajah Farhan memerah. Memikul beban pada tangan kanannya. Peluh di dahi mulai menetes.

"Tanganku kebas, kau harus memegang erat tanganku. Kau mengerti?" ucap Farhan sambil menatap Bara.

Bara menjawab dengan kedipan mata. Keringat pun mulai berlolosan keluar dari pori-pori tangan. Membuat tapak tangan jadi basah. Licin. 

Wosh.

Angin bertiup kencang. Helaian rambut yang menutupi dahi Bara tersibak. Sepasang manik jernih milik Bara menatap tajam ke atas. Memandang penuh harap pada Farhan. Ia ingin selamat.

"Ka—mu, bisa, na—naik?" Farhan berucap patah-patah, nafasnya memburu. Ngos-ngosan.

Bara tersenyum aneh menatap wajah Farhan. Sejurus tadi ia merasa pasrah. Hingga telinganya menangkap suara langkah.

"Cepat Selamatkan Tuan Muda!" seru seseorang memberi komando.

HAP.

Tangan Bara berhasil ditangkap.Tepat saat kunciannya melemah karena lelah. Licin karena basah.

Dua anak muda itu berhasil selamat.

Kondisi Bara langsung dicek. Pertolongan pertama segera diberikan. Lain dengan Farhan, ia dibiarkan sendiri. Telentang menatap langit lepas. Anak itu mulai merasakan kembali tangannya. Karena tadi sempat mati rasa.

Farhan melirik Bara. Ia bersyukur teman barunya selamat. Pertemuan pertama dengan Bara begitu berkesan. Farhan lega, meski tangannya sedikit cedera.

"Tuan, Tuan Muda Bara sudah ditemukan," kata salah seorang berpakaian hitam melapor.

"Baik, Tuan," Orang sama masih berbicara lewat HT-nya.

Tak berselang lama, Handoko tiba bersama dua pengawalnya.

"Jagoan, are you, okay?" tanya Han dengan nada lembut pada Bara.

"I am okay, Ayah," jawab Bara sambil mengacungkan jari jempolnya. Mereka berdua berpelukan.

"Segeralah kembali ke Vila, ibumu begitu khawatir," kata Han lagi.

Sang tuan memberi isyarat. Meminta mereka lekas membawa Bara kembali pulang.

Salah seorang pengawal, membisikkan sesuatu kepada Handoko. Han tampak mengangguk lalu berjalan menghampiri Farhan.

Farhan tidak lagi telentang. Ia duduk. Tadi pemuda itu sempat melihat saat Bara dan Han berpelukan. Farhan membatin 'Andai saja ayahku seperti dia, aku pasti sangat bangga.'

Han berjongkok di hadapan Farhan.

"Siapa namamu?" tanyanya dengan nada sedikit tinggi.

PLAK.

Belum sempat Farhan menjawab, sebuah tamparan mendarat di pipinya.

"Itu balasan yang pantas untukmu. Seorang anak miskin yang hampir mencelakai anak saya."

Farhan terkejut. Ia tak menyangka, perlakuan ayah Bara sekasar ini.

"Maafkan saya, Om," ucap Farhan. Ia tak membela diri. 

"Ck, ck, ck, dia memanggilku apa, barusan?" Han menoleh pada pengawal di sebelah kanannya.

"Panggil, Tuan! dasar bocah kampung, bodoh," hardik sang pengawal sambil menatap wajah Farhan.

Farhan jadi gondok. Seketika simpatinya langsung lenyap. Hilang tak berbekas. Ia malah ingin meludah tepat di wajah Tuan Besar. Pemuda itu berusaha menahan gejolak emosinya.

"Kamu harus sadar, di mana tempatmu! Apa pantas kau bergaul dengan tuan muda kami, Hah?" ucap Han pada anak itu.

Farhan mengepalkan tangannya yang terletak di tanah. Buku jarinya tampak mengeras.

"Iya, Tuan, saya mengerti," ucap Farhan dengan suara tertahan.

Han mengeluarkan dompet dari saku jasnya. Mengambil berlembar- lembar uang warna merah.

"Ambilah, untuk mengobati lukamu." Mengibas di depan muka Farhan. Tak menunggu tangan Farhan terulur. Sang Tuan sudah menjatuhkan kertas-kertas berharga itu. Sebagian malah terbang sebelum sempat menyentuh tanah. Terbawa hembusan angin di tepi sungai.

***

Tyana menyambut kedatangan Bara di halaman. Sebuah mobil memasuki gerbang lalu berhenti di muka pintu. Seorang pria nampak turun lalu membuka pintu tengah. Sosok Bara menyembul, keluar dari mobil. Ia berlari ke arah sang ibu.

"Ibuuu," pekiknya kencang. Ibu dan anak itu saling memeluk.

"Kenapa kamu pergi tanpa pamit? Kamu tahu, betapa khawatirnya ibumu ini!" ucap Tyana sambil memindai sang putra. Melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Aku sungguh senang hari ini, Bu," ucap Bara dengan mata berbinar.

"Apa kau bilang, anak nakal? Setelah membuat ibu khawatir. Kamu malah bekata amat senang." Tyana mencubit pelan perut buah hatinya.

"Ha ha ha, bukan begitu, maksudku ibu. Hari ini aku punya teman baru. Dan temanku itu yang telah menyelamatkan nyawaku," cerocos Bara antusias.

"Sungguh? Apakah ibu harus memberinya sebuah hadiah?" kata Tyana menanggapi penuturan sang anak.

Wanita itu mengerlingkan satu matanya. "Kamu juga akan dapat hadiah nanti di rumah. Karena sudah berani mengelabui ibu."

Bara kaget, mulutnya menganga. Reflek tangannya bergerak langsung menutup mulut.

***

Farhan memunguti uang satu demi satu. Selembar uang terhempas. Mengenai rok, lalu jatuh ke sandal seorang wanita. Itu adalah lembar terakhir uang yang disebar sang konglomerat. Farhan mengambilnya. Lalu mendongak, menatap wajah pemilik sandal di depannya.

TES.

Air menetes tepat saat Farhan mendongak. Ia menatap wanita di hadapannya dengan rasa yang entah.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status