Share

Sebuah Tamparan

Author: Reinma
last update Last Updated: 2021-12-07 23:23:30

Samiah duduk terpekur. Membiarkan kain bersih yang baru diambilnya dari jemuran. Tumpang tindih dari kaos kaki hingga topi. Menggunung. Ruwet seperti pikiran Samiah. Ia menyesal telah membentak cucu kesayangannya. Wanita tua itu hanya tak ingin dikasihani. Ia merasa masih mampu. Menghidupi keluarganya dengan tangannya sendiri.

Lebih dari dua puluh tahun Samiah berjualan sayur mayur di pasar. Agung anak lelakinya selalu setia menemani. Tenaganya kuat. Orang-orang di pasar senang memakai jasa Agung. Sebagai kuli panggul yang rajin bekerja.

"Seharusnya, aku tak sekeras itu, pada Farhan! Oh, dasar anak malang," rutuk Samiah sambil mengusap baju seragam sekolah cucunya.

Tangannya mulai melipat satu persatu gunungan kain bersih itu. Jika tidak disentuh, entah kapan baju-baju itu bisa menginap dalam lemari. Bisa masuk angin teronggok seharian di balai. 

Kini, gunungan kain telah berubah. Tampak rapi tumpukan baju yang sudah dilipat. Siap untuk disimpan di lemari masing-masing.

"Nyai! tadi saya lihat Farhan. Hosh ... hosh ... dikerubungi orang-orang berbaju hitam," lapor Asep. Ia adalah tetangga sebelah rumah Samiah.

Samiah panik. Apa yang terjadi pada cucunya? Gegas ia meminta Asep untuk mengantar. Ia ingin melihat secara langsung di mana Farhan berada.

***

Wajah Farhan memerah. Memikul beban pada tangan kanannya. Peluh di dahi mulai menetes.

"Tanganku kebas, kau harus memegang erat tanganku. Kau mengerti?" ucap Farhan sambil menatap Bara.

Bara menjawab dengan kedipan mata. Keringat pun mulai berlolosan keluar dari pori-pori tangan. Membuat tapak tangan jadi basah. Licin. 

Wosh.

Angin bertiup kencang. Helaian rambut yang menutupi dahi Bara tersibak. Sepasang manik jernih milik Bara menatap tajam ke atas. Memandang penuh harap pada Farhan. Ia ingin selamat.

"Ka—mu, bisa, na—naik?" Farhan berucap patah-patah, nafasnya memburu. Ngos-ngosan.

Bara tersenyum aneh menatap wajah Farhan. Sejurus tadi ia merasa pasrah. Hingga telinganya menangkap suara langkah.

"Cepat Selamatkan Tuan Muda!" seru seseorang memberi komando.

HAP.

Tangan Bara berhasil ditangkap.Tepat saat kunciannya melemah karena lelah. Licin karena basah.

Dua anak muda itu berhasil selamat.

Kondisi Bara langsung dicek. Pertolongan pertama segera diberikan. Lain dengan Farhan, ia dibiarkan sendiri. Telentang menatap langit lepas. Anak itu mulai merasakan kembali tangannya. Karena tadi sempat mati rasa.

Farhan melirik Bara. Ia bersyukur teman barunya selamat. Pertemuan pertama dengan Bara begitu berkesan. Farhan lega, meski tangannya sedikit cedera.

"Tuan, Tuan Muda Bara sudah ditemukan," kata salah seorang berpakaian hitam melapor.

"Baik, Tuan," Orang sama masih berbicara lewat HT-nya.

Tak berselang lama, Handoko tiba bersama dua pengawalnya.

"Jagoan, are you, okay?" tanya Han dengan nada lembut pada Bara.

"I am okay, Ayah," jawab Bara sambil mengacungkan jari jempolnya. Mereka berdua berpelukan.

"Segeralah kembali ke Vila, ibumu begitu khawatir," kata Han lagi.

Sang tuan memberi isyarat. Meminta mereka lekas membawa Bara kembali pulang.

Salah seorang pengawal, membisikkan sesuatu kepada Handoko. Han tampak mengangguk lalu berjalan menghampiri Farhan.

Farhan tidak lagi telentang. Ia duduk. Tadi pemuda itu sempat melihat saat Bara dan Han berpelukan. Farhan membatin 'Andai saja ayahku seperti dia, aku pasti sangat bangga.'

Han berjongkok di hadapan Farhan.

"Siapa namamu?" tanyanya dengan nada sedikit tinggi.

PLAK.

Belum sempat Farhan menjawab, sebuah tamparan mendarat di pipinya.

"Itu balasan yang pantas untukmu. Seorang anak miskin yang hampir mencelakai anak saya."

Farhan terkejut. Ia tak menyangka, perlakuan ayah Bara sekasar ini.

"Maafkan saya, Om," ucap Farhan. Ia tak membela diri. 

"Ck, ck, ck, dia memanggilku apa, barusan?" Han menoleh pada pengawal di sebelah kanannya.

"Panggil, Tuan! dasar bocah kampung, bodoh," hardik sang pengawal sambil menatap wajah Farhan.

Farhan jadi gondok. Seketika simpatinya langsung lenyap. Hilang tak berbekas. Ia malah ingin meludah tepat di wajah Tuan Besar. Pemuda itu berusaha menahan gejolak emosinya.

"Kamu harus sadar, di mana tempatmu! Apa pantas kau bergaul dengan tuan muda kami, Hah?" ucap Han pada anak itu.

Farhan mengepalkan tangannya yang terletak di tanah. Buku jarinya tampak mengeras.

"Iya, Tuan, saya mengerti," ucap Farhan dengan suara tertahan.

Han mengeluarkan dompet dari saku jasnya. Mengambil berlembar- lembar uang warna merah.

"Ambilah, untuk mengobati lukamu." Mengibas di depan muka Farhan. Tak menunggu tangan Farhan terulur. Sang Tuan sudah menjatuhkan kertas-kertas berharga itu. Sebagian malah terbang sebelum sempat menyentuh tanah. Terbawa hembusan angin di tepi sungai.

***

Tyana menyambut kedatangan Bara di halaman. Sebuah mobil memasuki gerbang lalu berhenti di muka pintu. Seorang pria nampak turun lalu membuka pintu tengah. Sosok Bara menyembul, keluar dari mobil. Ia berlari ke arah sang ibu.

"Ibuuu," pekiknya kencang. Ibu dan anak itu saling memeluk.

"Kenapa kamu pergi tanpa pamit? Kamu tahu, betapa khawatirnya ibumu ini!" ucap Tyana sambil memindai sang putra. Melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Aku sungguh senang hari ini, Bu," ucap Bara dengan mata berbinar.

"Apa kau bilang, anak nakal? Setelah membuat ibu khawatir. Kamu malah bekata amat senang." Tyana mencubit pelan perut buah hatinya.

"Ha ha ha, bukan begitu, maksudku ibu. Hari ini aku punya teman baru. Dan temanku itu yang telah menyelamatkan nyawaku," cerocos Bara antusias.

"Sungguh? Apakah ibu harus memberinya sebuah hadiah?" kata Tyana menanggapi penuturan sang anak.

Wanita itu mengerlingkan satu matanya. "Kamu juga akan dapat hadiah nanti di rumah. Karena sudah berani mengelabui ibu."

Bara kaget, mulutnya menganga. Reflek tangannya bergerak langsung menutup mulut.

***

Farhan memunguti uang satu demi satu. Selembar uang terhempas. Mengenai rok, lalu jatuh ke sandal seorang wanita. Itu adalah lembar terakhir uang yang disebar sang konglomerat. Farhan mengambilnya. Lalu mendongak, menatap wajah pemilik sandal di depannya.

TES.

Air menetes tepat saat Farhan mendongak. Ia menatap wanita di hadapannya dengan rasa yang entah.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   Laba-laba

    Handoko yang sudah terlanjur basah berjalan bersisian dengan Bara. Mereka melewati jalan berbatu koral sikat yang disusun membentuk mozaik indah. Sampai di pintu samping masuk ke dalam rumah, Bara berlari kecil meninggalkan ayah dan ibunya yang berjalan di belakang."Saya mandi dulu, ya, Yah!" seru Bara.Handoko mengangguk sambil mengacungkan jempol kanannya. Tyana menepuk pundak suaminya, lalu berkata, "Kamu juga harus lekas mandi, Sayang. Bajumu basah."Usai mandi ada hal yang ditunggu oleh mereka; Bara yang penasaran dengan hadiah dari ayahnya; Tyana yang ingin bicara dengan Adi Wilaga, dan Handoko yang ketar ketir kenapa mertuanya tiba-tiba memanggil pengacara ke rumah.Bara masih mengusap rambut basahnya setelah keramas saat Handoko masuk ke dalam kamarnya."Rupanya mandimu lama juga, Jagoan!" seru Handoko mendekati Bara."Rasanya cuma sebentar, kok, Yah." Bara meleta

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   20. Farhan Penasaran

    Sebuah saung yang dikelilingi kolam ikan menjadi tempat makan sore bagi pasangan Handoko dan Tyana. Mereka duduk bersebelahan sambil memandang puluhan ikan mas yang berenang."Tumben, kamu mengajak aku makan di sini, Sayang," kata Tyana sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas jinjing warna putih merk ternama."Sudah lama kita tidak makan nasi liwet. Dulu, tiap kali berhasil menyelesaikan ujian emak selalu memasakkannya untukku."Pramusaji meletakkan sebakul nasi liwet, ikan bakar, sambel terasi dan lalapan. Dua minuman sudah tersaji sebelumnya di meja. Satu gelas jus melon milik Tyana dan sebutir kelapa muda kepunyaan Handoko."Oh, begitu. Selamat, ya," ucap Tyana sembari menyedot jus melon ya. Nada suaranya terdengar sedikit ketus. Bagaimana pun wanita itu merasa tidak enak hati pada ayahnya, Tuan Besar Adi Wilaga. Beberapa waktu yang lalu sang ayah pernah mengutarakan maksud hatinya. Namun, Tyana memilih memberi kepercayaan pada suaminya."T

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   19. Ucapan Selamat

    Sebuah mobil jenis MVP warna hitam melaju cepat, membelah jalan tol Jagorawi. Di dalamnya berisi tiga orang penumpang. Pak Wahono berbincang dengan si pengemudi di kursi depan. Sementara kursi di tengah yang dibatasi kaca tampak seorang bocah sedang bermain game di tab. Berulang kali Lexus LM itu menyalip truk, bus, dan kendaraan lain yang melaju pada hari Minggu pagi. Seberapa cepat mobil itu melaju tetap terasa nyaman, meski begitu keselamatan berkendara tetap menjadi poin utama. Sekali saja ketahuan ugal-ugalan maka dengan mudahnya Nyonya Tyana memecat sang pengemudi.Setelah menang tiga kali dan kalah dua kali dalam permainannya, Bara pun tiba di kediaman kakek dan orang tuanya. Pintu gerbang otomatis terbuka begitu melihat mobil si empunya rumah datang. Dari gerbang ke pintu utama berjarak tiga ratus meter, mobil pun berhenti tepat di muka teras. Bara membuka pintu mobilnya sendiri. Ia bergegas naik ke lantai atas. Ruang istirahat sang kakek tepat berada di depan lift. N

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   18. Pencapaian Han

    Tirai warna kuning gading tertutup otomatis saat beranjak malam. Penerangan di kamar utama tempat Tuan Besar Adi Wilaga berbaring berganti sepenuhnya dengan lampu yang menempel di atas plafon. Pria akhir enam puluhan itu mengenakan baju piyama warna biru tua. Selang oksigen menempel pada hidung jambu miliknya. Alat medis terpasang pada dada dan jari telunjuknya. Layar monitor yang terpampang di sisi kiri ranjang memantau kinerja organ vital sang pasien. Terbata ia berkata pada putri semata wayangnya, Listyana."Di ma—na cu—cu—ku?" tanya Adi Wilaga dengan nafas terputus-putus."Bara sedang tidak di rumah, Ayah. Apa ayah lupa, dia sedang berlibur di vila kita di Puncak." Tyana menjawab dengan lembut sambil mengusap punggung tangan sang ayah."A—ku ingin meli—hat—nya," Tuan besar menatap anaknya, "AW Corp. milik Bara. Harus dija—ga—""Iya Ayah, Tyana tahu,

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   17. Adi Wilaga Sakit

    Bunyi ketukan langkah dari sepatu Ayuni makin lirih terdengar di telinga Farhan. Wanita itu benar-benar pergi tanpa sepatah kata pun ia ucapkan pada Farhan. Foto Ayuni masih tersimpan dalam dompet lusuh milik neneknya. Farhan tak mungkin salah mengingat karena foto itu masih tampak sama dengan wanita yang baru saja datang dan pergi itu. Ia yakin dialah bibinya, anak perempuan dari sang nenek. Ayuni si kembang desa yang digembar-gemborkan warga kampung bahwa pernah hamil tanpa suami."Berantakan sekali di sini!" ucap Samiah dengan nada keras. Wanita itu sengaja meninggiky suaranya guna menyamarkan hatinya yang bergejolak. Satu sisi ia merasa lega karena anak perempuannya baik-baik saja. Sisi yang lain ia merasa sedih juga penasaran. Kenapa tadi Ayuni sempat ngotot ingin membawa bayinya pergi, bahkan sampai membuat Samiah emosi. Akan tetapi dengan tiba-tiba ia malah berpamitan, tanpa sempat makan sesuap nasi dari rumah masa kecilnya."Iy

  • Dulu Dibuang, Kini Dicari   16. Rencana yang Gagal

    Satu kalimat dari Farhan hampir saja membuat Cantika dan Bara terkecoh."Kamu siapa? Aku tidak mengenalmu, Bara," ucap Bara menirukan perkataan Farhan sebelumnya, "Kau baru saja menyebut namaku, haha haha ha."Cantika masih diam menunggu reaksi sang kakak, sementara Bara tertawa terpingkal sambil memegangi perutnya."Dia temanku dari kota." Farhan memberi tahu Cantika lewat lirikan mata dan kalimat penjelas barusan.Ketiga bocah itu lalu menuju dapur. Mereka bersiap makan. Cantika bahkan memamerkan kemampuannya telur dadar. Bara dan Farhan terlihat kaku ketika masing-masing memecah telur warna coklat lalu, memasukkannya ke dalam wadah."Aku bisa, lihatlah!" ucap Bara sambil melubangi bagian atas. Perlahan ia merontokkan kulit dengan mencungkilnya sedikit demi sedikit. Hal itu menjadikan Farhan tidak merasa sabar."Meuni lama pisan! Kelamaan, Bro!" cetus Farhan, "harusnya begini, nih!" Kali ini Farhan giliran unjuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status