Adi Wilaga menikahkan Handoko dengan putrinya, yang baru saja ditinggal mati suaminya, dengan sebuah perjanjian rahasia. Tanpa sepengetahuan Adi Wilaga, Handoko telah meninggalkan kekasihnya yang saat itu tengah mengandung demi harta AW corp. Namun, takdir berkata lain. Anak kandung Handoko diasuh oleh istrinya dan dibesarkan layaknya anak kandung. Apa yang akan terjadi kemudian? Apakah istri Handoko punya rencana di balik kebaikannya pada anak dari suaminya dengan wanita masa lalunya itu?
View MoreKediaman keluarga Adi Wilaga tampak ramai. Mobil-mobil berjajar di pelataran. Milik tuan dan nyonya, serta, para tamu undangan. Pria-pria berpakaian rapi. Berjas dan berdasi. Sementara, tamu wanita tampak anggun memakai kebaya dan juga gaun.
Beberapa pelayan tampak berlalu lalang. Membawa nampan, menawarkan minuman. Chef hotel berbintang pun didatangkan. Untuk memasak aneka hidangan.
Pesta diadakan di taman. Disuguhi warna warni bunga indah menawan. Di hamparan rumput Jepang, disusun meja dan kursi. Karpet merah terbentang. Membelah sisi kanan dan kiri. Seorang lelaki tua duduk di atas kursi roda. Melintasi jalan berkarpet didorong oleh sang putri, Listyana Wilaga.
Berpuluh pasang mata tertuju pada Adi Wilaga. Meski raga melemah dimakan usia. Sorot matanya masih sama. Tajam, berkarisma. Para hadirin tak hanya datang untuk memenuhi undangan. Garden party ini juga ajang menampilkan kemewahan. Pun mengamati dengan teliti. Di sisi mana, mereka akan berpihak kedepannya. Presiden direktur, yang baru saja naik, atau tetap di sisi tetua.
"Terima kasih, saya ucapkan kepada semua hadirin yang telah datang. Terima kasih telah mendoakan kesembuhan untuk saya. Berkat doa kalian, lihatlah ... saya sudah jauh lebih sehat," Adi Wilaga berkata dengan mic di tangan kanannya.
Mata lelaki tua itu menyisir dari kiri ke kanan. Dari belakang ke depan.
"Ada dua hal yang ingin saya umumkan hari ini. Yang pertama, saya memutuskan pensiun. Tak lagi mengurus secara langsung AW corp." Lelaki tua itu menghela napasnya panjang. Menghembuskannya perlahan.
"Saya ingin sepeninggal saya, AW corp. tetap bisa terus eksis. Mari tetap bekerja keras." Adi Wilaga mengangkat kepalan tangannya ke udara.
Hadirin riuh, bertepuk tangan.
"Pengumuman ke dua. Saya memberikan sebagian saham pada menantu saya, Handoko. Calon terkuat presiden direktur berikutnya."
Kembali suara tepuk tangan terdengar bersahutan.
"Saya harap kamu bisa menjaga AW corp. dengan baik. Ingat! Kamu harus mengembalikannya saat Bara sudah dewasa," bisik Adi Wilaga di telinga Handoko sambil menyerahkan microfon.
Handoko mengambil alih mic sambil tersenyum. Lalu membungkuk hormat pada bapak mertuanya. Lelaki awal empat puluhan itu mengucapkan salam pada hadirin. Ia membeberkan visi dan misi untuk menjalankan perusahaan. Sesekali matanya melirik sang istri, Listyana. Yang disambut senyum merekah dan anggukan.
***
Tamu undangan sudah meninggalkan kediaman keluarga Adi Wilaga. Rumah yang dibangun di tengah lahan seluas empat hektar. Hamparan kebun bunga di halaman samping kanan. Kebun binatang pribadi di halaman belakang. Teras sebelah kiri rumah langsung menghadap kolam renang. Lengkap dengan tangga serta seluncuran setinggi dua belas meter.
Di salah satu ruangan rumah besar itu, "Kamu, sudah bekerja dengan baik, Sayang," kata Listyana pada Handoko. Tangan lentiknya membantu melepas dasi. Lalu, melepas satu persatu kait kancing kemeja sang suami.
"Terima kasih, istriku," ucap Handoko sambil mencium dahi si wanita. Listyana membalas dengan lebih.
"Ayo, kita memberi Bara seorang adik," bisik putri tunggal Adi Wilaga itu, tepat di telinga Handoko. Mendengar ucapan istrinya, membuat ingatan Pria itu terlempar ke belakang. Pada kejadian sembilan tahun silam.
Saat dimana ayah Tyana meminta dirinya untuk menikahi putrinya yang sedang dalam keadaan hamil, dengan imbalan lima persen saham perusahaan. Dengan catatan, dia tidak boleh menghamili istrinya.
"Han ...." Suara lembut Tyana membawa Handoko ke masa kini.
"Iya, Sayang. Aku mau mandi dulu. Kamu, tidurlah." Handoko melepas tangan Tyana dari lehernya.
Ia bermaksud untuk menemukan surat itu. Surat perjanjian pra nikah yang ditandatanganinya, dulu. Pria itu kini menginginkan lebih. Bukan cuma lima persen saham, dan seorang istri yang cantik. Kali ini Handoko bertekad, kelak darah dagingnya juga harus menikmati kemewahan ini.
Saat itu keluarga Adi Wilaga baru saja berduka. Pesawat yang membawa Tubagus, satu-satunya menantu di keluarga itu, mengalami kecelakaan. Jatuh tenggelam dan seluruh penumpangnya dinyatakan tewas. Tak hanya Tyana yang beduka karena kehilangan suami, dan ayah dari anak yang sedang di kandungnya. Adi Wilaga pun sedih atas meninggalnya menantu sekaligus tangan kanannya di perusahaan.Memikirkan kondisi putrinya yang sedang mengandung, Adi Wilaga pun memutuskan untuk menjodohkan Tyana dengan salah satu orang kepercayaannya.
"Han, apa kau mau jadi menantuku?" tanya Sang Tetua suatu siang. Saat itu, hanya Handoko orang kepercayaan tetua yang belum menikah.
Pria sempat galau. Ia tak langsung mengiyakan permintaan sang konglomerat. Masalahnya, pacarnya baru saja memberitahu bahwa ia tengah mengandung. Mereka bahkan berencana segera menikah.
Bagaimanapun, pesona Tyana tidak bisa diabaikannya begitu saja. Apalagi sejak jaman kuliah, Handoko memang tergila-gila pada gadis itu. Saat itu, Han cukup tahu diri dengan tidak mengungkapkan perasaannya. Dirinya tahu, gadis pujaannya telah dijodohkan dengan seorang lelaki yang bibit bebet dan bobotnya setara. Namun, sekarang wanita itu telah menjanda.
.."Bagaimana, Han? Apa kau sudah mengambil keputusan?" tanya Adi Wilaga untuk kedua kalinya. Tepat tiga bulan tiga hari dari tanggal naas jatuhnya pesawat."Saya, bersedia," tegas Handoko.
Adi Wilaga pun membuat sebuah surat perjanjian, dan menyerahkannya pada Handoko. Lelaki bermata hitam itu membaca butir-butir isi perjanjian. Handoko tercengang saat membaca ia tak boleh sampai menghamili Listyana, calon istrinya.
Ia berpikir sejenak. Saat itu cukup baginya hanya memiliki Listyana. Juga lima persen saham perusahaan ia dapatkan cuma-cuma. Dengan uang yang dimilikinya nanti, ia pasti bisa membungkam mulut Ayuni, pacarnya.
Handoko pun menandatangani surat perjanjian itu. Pengacara Tuan Adi Wilaga mengambil surat yang sudah dibubuhi tanda tangan. Selanjutnya surat itu akan disahkan oleh notaris. Sebelum dikembalikan lagi pada Tetua.
Sejak Lystiana melahirkan Bara, ia tak lagi bekerja di kantor. Waktu Tyana dihabiskan untuk bersama anaknya. Wanita muda itu juga menjadi seorang donatur. Secara rutin ia menyumbang untuk kegiatan sosial. Ia juga orang tua asuh dari sekian banyak anak kurang mampu."Siapa di sini, yang bisa memperkenalkan diri menggunakan bahasa Inggris?" tanya Tyana pada acara santunan anak yatim dan dhuafa.
Matanya memindai anak-anak yang berdiri di panggung. Acara yang berlangsung pada sore hari itu cukup meriah. Tenda bak orang hajatan terpasang di tanah lapang tepat di depan pabrik sabun. Salah satu anak perusahaan AW. Corp. di Bogor.
Semua diam saja, tidak ada yang menjawab.
"Jangan takut, ya. Percaya dirilah! Yang bisa, nanti ibu kasih hadiah tambahan, mau?" Tyana mengedarkan pandangannya lagi.
Seorang bocah lelaki mengangkat tangan kanannya ke atas.
"Ya, kamu! Siapa, namamu?" tanya Tyana sambil menatap lekat padanya.
"Hello, Good morning everyone! My name is Farhan." Anak lelaki itu berseru lantang.
"Good. Bagus!" puji Tyana lalu bertepuk tangan. Semua yang hadir turut bertepuk tangan.
Tyana memberikan bingkisan dan amplop. Anak-anak dari keluarga kurang mampu itu berterimakasih menerimanya.
Citra AW corp. makin baik di mata masyarakat. Tak lain karena kedermawanan Listyana.
"Datanglah, ke vila kami, Nak. Ibu tunggu, besok sore, ya!" ucap Tyana pada Farhan.
"Baik, Bu." Farhan mengangguk. Lalu, semua anak diminta memamerkan giginya. Pencitraan lewat dokumentasi.
***"Farhan! Kembalikan semua ini!" Samiah berteriak pada cucunya. Ia begitu geram. Saat tahu sejumlah uang dan sembako didapatnya dari nyonya muda grup AW.
"Kamu bukan anak yatim! Itu dia, ayahmu datang," kata Samiah lagi saat melihat Agung.Farhan tak habis pikir kenapa sang nenek marah padanya. Semua orang di kampung ini pun tahu, kalau dirinya anak Agung. Meski bisik-bisik berdengung jelas, bahwa Agung hanyalah ayah di atas kertas.
•~reinma~•Handoko yang sudah terlanjur basah berjalan bersisian dengan Bara. Mereka melewati jalan berbatu koral sikat yang disusun membentuk mozaik indah. Sampai di pintu samping masuk ke dalam rumah, Bara berlari kecil meninggalkan ayah dan ibunya yang berjalan di belakang."Saya mandi dulu, ya, Yah!" seru Bara.Handoko mengangguk sambil mengacungkan jempol kanannya. Tyana menepuk pundak suaminya, lalu berkata, "Kamu juga harus lekas mandi, Sayang. Bajumu basah."Usai mandi ada hal yang ditunggu oleh mereka; Bara yang penasaran dengan hadiah dari ayahnya; Tyana yang ingin bicara dengan Adi Wilaga, dan Handoko yang ketar ketir kenapa mertuanya tiba-tiba memanggil pengacara ke rumah.Bara masih mengusap rambut basahnya setelah keramas saat Handoko masuk ke dalam kamarnya."Rupanya mandimu lama juga, Jagoan!" seru Handoko mendekati Bara."Rasanya cuma sebentar, kok, Yah." Bara meleta
Sebuah saung yang dikelilingi kolam ikan menjadi tempat makan sore bagi pasangan Handoko dan Tyana. Mereka duduk bersebelahan sambil memandang puluhan ikan mas yang berenang."Tumben, kamu mengajak aku makan di sini, Sayang," kata Tyana sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas jinjing warna putih merk ternama."Sudah lama kita tidak makan nasi liwet. Dulu, tiap kali berhasil menyelesaikan ujian emak selalu memasakkannya untukku."Pramusaji meletakkan sebakul nasi liwet, ikan bakar, sambel terasi dan lalapan. Dua minuman sudah tersaji sebelumnya di meja. Satu gelas jus melon milik Tyana dan sebutir kelapa muda kepunyaan Handoko."Oh, begitu. Selamat, ya," ucap Tyana sembari menyedot jus melon ya. Nada suaranya terdengar sedikit ketus. Bagaimana pun wanita itu merasa tidak enak hati pada ayahnya, Tuan Besar Adi Wilaga. Beberapa waktu yang lalu sang ayah pernah mengutarakan maksud hatinya. Namun, Tyana memilih memberi kepercayaan pada suaminya."T
Sebuah mobil jenis MVP warna hitam melaju cepat, membelah jalan tol Jagorawi. Di dalamnya berisi tiga orang penumpang. Pak Wahono berbincang dengan si pengemudi di kursi depan. Sementara kursi di tengah yang dibatasi kaca tampak seorang bocah sedang bermain game di tab. Berulang kali Lexus LM itu menyalip truk, bus, dan kendaraan lain yang melaju pada hari Minggu pagi. Seberapa cepat mobil itu melaju tetap terasa nyaman, meski begitu keselamatan berkendara tetap menjadi poin utama. Sekali saja ketahuan ugal-ugalan maka dengan mudahnya Nyonya Tyana memecat sang pengemudi.Setelah menang tiga kali dan kalah dua kali dalam permainannya, Bara pun tiba di kediaman kakek dan orang tuanya. Pintu gerbang otomatis terbuka begitu melihat mobil si empunya rumah datang. Dari gerbang ke pintu utama berjarak tiga ratus meter, mobil pun berhenti tepat di muka teras. Bara membuka pintu mobilnya sendiri. Ia bergegas naik ke lantai atas. Ruang istirahat sang kakek tepat berada di depan lift. N
Tirai warna kuning gading tertutup otomatis saat beranjak malam. Penerangan di kamar utama tempat Tuan Besar Adi Wilaga berbaring berganti sepenuhnya dengan lampu yang menempel di atas plafon. Pria akhir enam puluhan itu mengenakan baju piyama warna biru tua. Selang oksigen menempel pada hidung jambu miliknya. Alat medis terpasang pada dada dan jari telunjuknya. Layar monitor yang terpampang di sisi kiri ranjang memantau kinerja organ vital sang pasien. Terbata ia berkata pada putri semata wayangnya, Listyana."Di ma—na cu—cu—ku?" tanya Adi Wilaga dengan nafas terputus-putus."Bara sedang tidak di rumah, Ayah. Apa ayah lupa, dia sedang berlibur di vila kita di Puncak." Tyana menjawab dengan lembut sambil mengusap punggung tangan sang ayah."A—ku ingin meli—hat—nya," Tuan besar menatap anaknya, "AW Corp. milik Bara. Harus dija—ga—""Iya Ayah, Tyana tahu,
Bunyi ketukan langkah dari sepatu Ayuni makin lirih terdengar di telinga Farhan. Wanita itu benar-benar pergi tanpa sepatah kata pun ia ucapkan pada Farhan. Foto Ayuni masih tersimpan dalam dompet lusuh milik neneknya. Farhan tak mungkin salah mengingat karena foto itu masih tampak sama dengan wanita yang baru saja datang dan pergi itu. Ia yakin dialah bibinya, anak perempuan dari sang nenek. Ayuni si kembang desa yang digembar-gemborkan warga kampung bahwa pernah hamil tanpa suami."Berantakan sekali di sini!" ucap Samiah dengan nada keras. Wanita itu sengaja meninggiky suaranya guna menyamarkan hatinya yang bergejolak. Satu sisi ia merasa lega karena anak perempuannya baik-baik saja. Sisi yang lain ia merasa sedih juga penasaran. Kenapa tadi Ayuni sempat ngotot ingin membawa bayinya pergi, bahkan sampai membuat Samiah emosi. Akan tetapi dengan tiba-tiba ia malah berpamitan, tanpa sempat makan sesuap nasi dari rumah masa kecilnya."Iy
Satu kalimat dari Farhan hampir saja membuat Cantika dan Bara terkecoh."Kamu siapa? Aku tidak mengenalmu, Bara," ucap Bara menirukan perkataan Farhan sebelumnya, "Kau baru saja menyebut namaku, haha haha ha."Cantika masih diam menunggu reaksi sang kakak, sementara Bara tertawa terpingkal sambil memegangi perutnya."Dia temanku dari kota." Farhan memberi tahu Cantika lewat lirikan mata dan kalimat penjelas barusan.Ketiga bocah itu lalu menuju dapur. Mereka bersiap makan. Cantika bahkan memamerkan kemampuannya telur dadar. Bara dan Farhan terlihat kaku ketika masing-masing memecah telur warna coklat lalu, memasukkannya ke dalam wadah."Aku bisa, lihatlah!" ucap Bara sambil melubangi bagian atas. Perlahan ia merontokkan kulit dengan mencungkilnya sedikit demi sedikit. Hal itu menjadikan Farhan tidak merasa sabar."Meuni lama pisan! Kelamaan, Bro!" cetus Farhan, "harusnya begini, nih!" Kali ini Farhan giliran unjuk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments