Setelah mobil keluar dari hotel. Amelia terpaksa berputar, hanya untuk menghindari Adrian.
"Kenapa hari ini aku bener-bener sial banget?"
Berulang kali Amelia memukul setir mobilnya. Setelah jalan memutar. Mobil Amelia kembali masuk ke dalam halaman hotel. Di parking valley seorang petugas Valley sudah menyambutnya. Amelia segera turun di depan pintu utama hotel.
Dengan bergegas Amelia yang kesal segera masuk menuju lift hotel. Tampak dari raut wajahnya terlihat sangat lelah. Lelah hati dan pikiran yang menghunjam dirinya.
Dia menekan angka lima. Terdengar ponsel yang berdering.
"Dita?"
Buru-buru dia menerima panggilan dari anaknya.
"Dita Sayang."
"Mama di mana? Semua udah pada kumpul di rumah Budhe. Om Romy sama Tante Salsa juga sudah datang Ma."
Deg!
Ada desir kepedihan yang menyelinap dalam dirinya saat ini. Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Amelia tak langsung menuju kamar. Dia memilih berdiri di sudut lantai lima. Dengan dinding yang terbuat dari kaca.
Sepintas Amelia bisa melihat pemandangan kota Semarang dari atas. Sesekali terdnegar hembusan napasnya.
"Ehhh, Mama kayaknya malam ini enggak bisa ke sana Sayang. Bisanya besok pagi, gimana? Mama capek buanget. Apa Dita ingin tidur di hotel juga?"
Hening tak ada suara. Membuat Amelia kebingungan.
"Dit ... Dita Sayang! Jangan marah dong!"
"Dita enggak marah. Aku memang ingin bicara sama Mbak!"
Tiba-tiba terdengar suara Romy. Membuat jantungnya berdetak lebih kencang.
"Berikan HPnya pada Dita, Rom!"
"Nanti dulu, Mbak. Aku ingin bicara!"
"Apalagi yang ingin kamu bicarakan?"
"Banyak! Apa kamu kira dengan pernikahan ini aku bahagia Amelia?!"
Wanita cantik itu pun terdiam. Mereka berdua kini saling diam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Tolonglah aku Romy! Bahagialah dengan Salsa. Dia istri kamu sekarang. Hubungan kita sudah berakhir. Iya 'kan?"
"Siapa bilang?!" sentak Romy Pradipta.
"Rom, please kasihan istri kamu. Lagian aku enggak mau jadi wanita kedua dalam hidupmu. Kamu tau aku 'kan Rom. Permasalahan aku yang segudang. Aku enggak mau menambah masalah lagi."
"Tapi--"
"Sudahlah Rom. Hubungan kita sudah berakhir. Benar yang dibilang Mbakyu Maya. A-ku ini enggak pantas buat kamu. Mengertilah Rom ...," ucap Amelia dengan suara yang terisak.
Dengan cepat dia mematikan ponsel. Lalu memasukkan ke dalam tas. Langkahnya cepat berjalan dan tanpa melihat ke arah kanan. Amelia menabarkan seseorang.
Bruuukkk!
"Ups! Maaf," ucap Amelia tanpa melihat siapa yang ditabrak.
"Kamu?"
Saat mendengar suara itu. Sontak Amelia berbalik. Dia melihat sosok Adrian sudah berdiri di hadapannya dengan mata yang terbelalak.
"Jadi, kamu juga di hotel sini?"
"Maaf!"
Amelia pergi meninggalkan Adrian yang tersenyum lebar.
"Apa kamu enggak ingin KTP kamu?"
Seketika langkahnya terhenti. Dengan tangan mengepal, dia kembali berbalik. Menahan rasa geram dalam hatinya.
"Mana sekarang?"
"Kamu di kamar nomer berapa? Lima satu ya?"
Tak ada jawaban yang terdengar. Amelia menatap tajam Adrian dengan raut wajah menahan kekesalam. Entah karena Adrian atau Romy?
"Mana KTP aku?"
Tampak Adrian mengambil sesuatu di saku kemeja. Lalu menyodorkan pada Amelia.
"Nomer HP kamu sudah aku save. Pasti aku akan hubungi kamu soal pembayaran ganti rugi kerusakan mobil aku. Oke, Non?"
"Terserah!"
Bergegas Amelia meninggalkan Adrian, yang begitu memesona bagi setiap wanita yang memandang dirinya.
"Ameliaaa ...," desis Adrian.
Pandangan matanya masih mengekor pada tubuh wanita cantik itu, hingga menghilang di balik pintu kamar.
"Kamu di kamar itu. Hemmm ... nanti malam akan aku ajak makan keluar. Pasti dengan setengah paksaan, dia akan mau," bisik Adrian terkesan licik.
Sedangkan di dalam kamar. Amelia melempar tasnya ke atas kasur. Dia pun merebahkan tubuhnya yang sangat penat dan letih.
"Ahhhh ...."
Tatap matanya menerawang jauh. Memandang langit-langit kamar. Bayangan sosok Romy Pradipta tak mudah begitu saja dia lupakan. Bagai masih terngiang ucapan kakak iparnya, Maya.
"Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan sama anakku Amelia? Dia itu keponakan suami kamu! Biarpun adik aku sudah meninggal, yo enggak pantes kamu menjalin hubungan sama Romy. Apa kata keluarga besar kita. Kata teman-teman, tetangga, dan saudara jauh kita? Pikirkan itu semua Amelia!!!"
"Aaaaahhh! Aku yang salah. Aku benar-benar salah!" isaknya lirih.
Tanpa terasa air mata itu kembali menetes. Untuk yang kesekian kali. Kedua tangannya meremas kuat seprai putih.
Sekian detik berlalu. Tangisannya meledak. Himpitan perasaan yang melesak ke palung hati terdalam. Seakan menyeruak. Menempati dinding-dinding hati yang kosong. Yang kini kian terasa hampa.
*
Kalian penyuka genre horor/ misteri baca juga cerita KUKU BU SAPTO dan GEISHAKU KARMILA cerita yang sangat menarik.
Tangisnya masih menyisakan sesak di dada. Hingga Amelia Pradipta terlelap oleh kelelahan hati dan fisik yang mendera dirinya.Sampai malam pun menjelang. Hingga terdengar suara bel di pintu. Membuat Amelia tergagap."Apa sudah maghrib? Kayaknya sudah malam banget," bisiknya lirih.Bergegas dia terbangun. Melihat arlojinya."Udah jam tujuh. Mana aku belum mandi."Terdengar kembali suara bel berbunyi. Membuat Amelia tersentak. Dia mengernyitkan dahinya."Siapa malam-malam begini? Lagian enggak ada janjian sama siapa pun."Amelia mengurungkan niatnya ke kamar mandi. Dia mengintip dari lubang kecil di pintu. Namun, tak telihat siapa pun. Akhirnya dia membuka pintu.Dia melihat sosok Adrian yang sedikit berbeda dengan tampilannya di siang tadi. Kaos oblong berwarna hitam, dipadu dengan jeans wash sobek-sobek. Dia terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya."Kamu?"Adrian tersenyum lebar."Mau apa?"Ame
Aaaarghhh!" teriak Romy.Berulang kali dia memukul setir mobil yang tak bersalah."Bagaimana bisa dia secepat itu mendapat pacar? Aku enggak percaya. Apa secepat itu Amelia dapat pengganti aku?"Berulangkali tangannya memukul setir mobil. Tampak dari raut wajah Romy. Dia sangat kecewa, cemburu dan marah. Semua perasaan yang campur aduk. Membuat dadanya terasa sesak."Kenapa dada ini sesak dan perih seperti ini?""Aaaaahhh!"Enggan rasa hati untuk pulang ke rumah. Tapi, pasti orang tuanya kebingungan."Kenapa aku dulu mengiyakan mama saat memutuskan melamar Salsa? Dan bodohnya aku, terlalu mengikuti kemauan mama dan papa."Mobil pun akhirnya sampai di depan pagar rumah yang masih terbuka lebar. Sesaat Romy masih tercenung cukup lama di dalam mobil. Pandangan matanya mengarah pada rumahnya. Yang terlihat masih terang benderang dan terdengar ramai."Ternyata mereka belum pada tidur," bisik Romy.Bergegas dia turun da
Dalam gelisahnya. Romy masih terbayang sosok lelaki tampan bersama Amelia. Lelkai yang sama sekali tak pernah dia tahu."Siapa dia Amelia? Kenapa aku tak pernah mengenalnya?'" bisik Romy lirih.Romy semakin larut dalam gelisah. Sulit baginya saat ini untuk bisa memejamkan mata. Apalagi tidur dengan nyenyak.'Andai kamu tau perasaan ini tak pernah berubah sedikit pun Amelia. dan saat ini aku begitu merinduimu. Andai kau tau, betapa hancurnya diriku saat ini. Melihat dirimu dengan lelaki itu!'Terdengar helaan napas panjang dan berat.'Tak sanggup rasanya hati ini meninggalkan kamu. Katakan padaku Amelia, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa ...?'Tanpa memedulikan Salsa yang duduk di atas kasur. Yang mengarahkan pandangan pada dirinya. Romy menyambar ponsel yang tak jauh dari dirinya.Dengan cepat jari-jari tangannya mengetik tuts ponsel.{Siapa lelaki itu?}Pesan itu masih centang satu.
Adrian masih terpaku dengan ucapan Amelia. Dia terpaku dengan tatap mata yang tak beralih memandang Amelia."Apa ada kalimatku yang salah?"Adrian menggeleng. Dengan tatap mata yang tak beralih."Lalu kenapa melihat aku seperti itu?""Kamu cantik!"Sontak kalimat itu membuat Amelia tersipu. Dia membuang pandangannya jauh keluar jendela."Kenapa Amel? Apa aku salah?"Amelia hanya menjawab dengan menggeleng. Membuat Adrian tersenyum tipis melihat gelagat wanita yang duduk di hadapannya saat ini."Dan sejak lima tahun itu kamu tetap sendiri?""Iya. Bayangan Renata sulit aku lepaskan.""Selama itu kamu sendiri tanpa ada wanita sama sekali?"Tiba-tiba, Adrian tergelak. Membuat Amelia kebingungan. Dia sampai mengernyitkan dahi. Menatap sekilas pada lelaki kharismatik di hadapannya. Terdengar Amelia menghela napas panjang."Kenapa?" tanya Adrian masih tersenyum lebar."Enggak apa-apa kok.""Pe
Segala penolakan dilakukan Amelia. Hingga membuat Romy berang. Dia menatap tajam padanya. Dengan pandangan penuh intimidasi."Kenapa kamu menolakku, Mel?""Karena kamu sudah menikah! Sekarang pulang dan pergi dari kamarku!"Melihat penolakan Amelia. Romy bukan malah mengikutinya. Dia semakin merengkuh tubuh wanita cantik itu, dalam dekapannya."Aku enggak peduli kamu tolak apa enggak, Mel. Yang penting sekarang aku ingin bersamamu. Mencumbuimu. Biar rindu ini hilang!""Rom--"Tak kuasa Amelia melakukan penolakan. Dirinya yang merindukan sosok Romy kembali hanyut dalam buaian asmara. Hasrat mereka berdua semakin bergelora.Hanya terdengar dengus napas yang membara di antara keduanya. Saat tangan-tangan Romy mulai menjelajah di sekujur tubuh Amelia. Bibirnya pun melumat bibir ranum kekasih hati.Detak jantung semakin memburu. Berdegup kencang. Romy semakin tak kuasa menahan kerinduannya. Dia semakin rakus dengan hasrat yang berge
Romy menatap tajam pada Salsa. Pertanyaan yang begitu berani dan menohok relung hatinya. Atas kebenaran yang tak Romy sangka kalau Salsa akan mengetahuinya."Mas Romy tak berani menjawabnya? Takutkah ini suatu kebenaran?""Diam kamu Salsa!""Kenapa Mas Romy? Aku ini bukan anak kecil yang bodoh. Yang enggak tahu apa-apa Mas. Usiaku sudah dua puluh lima tahun. Dan aku ini seorang guru. Jangan Mas Romy remehkan perasaan dan kepintaran aku!""Stop! Aku enggak mau dengar lagi ocehan kamu."Melihat sikap Romy yang keras kepala. Membuat Salsa semakin meradang. Dia pun tak kuasa lagi menahan isak tangisnya. Hingga dia terduduk di lantai. Dengan tubuh yang bersandar di daun pintu."Kejam kamu Mas Romy! Kenapa kamu memilih aku untuk jadi korban pernikahan ini? Kenapa Mas?!"Tak ada jawaban yang terdengar dari bibir Romy. Dia hanya terdiam sejuta bahasa. Tangannya meraih bantal dan menutupkan di kepala dan wajahnya sendiri. Membuat Salsa semakin
Raut wajah Salsa tegang. Dia tak ingin sampai Amelia mengatakan pada Dita kalau sudah memberi pesan untuk dirinya lewat Salsa."Ini Dita!" ujar Romy."Makasih Om."Gadis kecil itu kembali pergi ke teras samping. Salsa terus memperhatikannya. Dia hanya bisa berdoa dalam hati. Agar Amelia tak mengatakan kalau sudah bertitip pesan pada dirinya.Hanya sekian menit. Dita sudah kembali ke ruang makan."Ini Om. Makasih ya."Saat melewati kursi Salsa, Dita berhenti. Lalu menepuk lengan Salsa cukup kuat."Tante Salsa kok enggak bilang kalau tadi udah dipesenin sama Mama?"Sontak pertanyaan itu membuat Salsa kebingungan menjawabnya.'Apa yang harus aku jawab?'Suasana seketika tegang. Salsa merasa seluruh pandangan mengarah pada dirinya."Jadi tadi Tante Amel telpon kmau lewat Hp aku Salsa?" tanya Romy tampak meredam amarahnya."I-iya, pas Mas Romy mandi tadi.""Gitu Tante harusnya tetep bilang
Tak lepas Adrian memandang Romy yang duduk tepat di depannya. Terlihat Romy sangat tidak tenang dengan kedatangan Adrian. Dari arah ruang tamu. Salsa muncul dan tersenyum lebar pada mereka berdua. Lantas dia duduk di sebelah Romy.Adrian hanya melihat ke arahnya."Tante langsung pulang?""Iya, Salsa.""Sendirian Tante?"Sengaja Amelia tak menjawab. Dia hanya menggeleng. Mungkin dia hanya ingin menjaga perasaan Romy yang terlihat masam."Enggak. Tante kamu pulang bareng sama saya," sahut Adrian.Terdengar hembusan kuat dari Romy. Yang langsung memalingkan wajahnya.Salsa bisa menangkap kegelisahan yang tercermin dari wajah Romy. Dia pun merasa mendapat sebuah kesempatan untuk semakin membuat Romy panas."Om Adrian teman lama? Atau mungkin calonnya tante Amel?""Ohhh, enggak. Kita baru saja kenal kok.""Tapi Om sama Tante kelihatan serasi."Romy semakin terlihat panasa. Dia terus menggoyang