Tangisnya masih menyisakan sesak di dada. Hingga Amelia Pradipta terlelap oleh kelelahan hati dan fisik yang mendera dirinya.
Sampai malam pun menjelang. Hingga terdengar suara bel di pintu. Membuat Amelia tergagap.
"Apa sudah maghrib? Kayaknya sudah malam banget," bisiknya lirih.
Bergegas dia terbangun. Melihat arlojinya.
"Udah jam tujuh. Mana aku belum mandi."
Terdengar kembali suara bel berbunyi. Membuat Amelia tersentak. Dia mengernyitkan dahinya.
"Siapa malam-malam begini? Lagian enggak ada janjian sama siapa pun."
Amelia mengurungkan niatnya ke kamar mandi. Dia mengintip dari lubang kecil di pintu. Namun, tak telihat siapa pun. Akhirnya dia membuka pintu.
Dia melihat sosok Adrian yang sedikit berbeda dengan tampilannya di siang tadi. Kaos oblong berwarna hitam, dipadu dengan jeans wash sobek-sobek. Dia terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya.
"Kamu?"
Adrian tersenyum lebar.
"Mau apa?"
Amelia tetap bertahan dibalik pintu. Tanpa mempersilakan Adrian masuk.
"Apa aku tak boleh masuk?"
"Untuk apa? Kita 'kan enggak ada janjian."
Sikap Amelia masih terkesan ketus. Responnya pun dingin menanggapi Adrian.
"Aku hanya ingin ajak kamu makan. Yah, sambil bicarakan tentang ganti rugi servis mobil aku."
Dia pun terdiam. Saat mendengar ajakan Adrian.
"Kamu belum mandi 'kan?"
Amelia mengangguk.
"Mandi dulu sana gih!"
Tak ada penolakan dari wanita cantik itu. Apalagi dia memang merasakan perutnya yang kosong.
"Masuklah!"
"Serius kamu ajak aku masuk?"
"Iya. Memang kenapa? Apa kamu akan berbuat jahat sama aku?"
"Apa tampang aku seperti penjahat?" tanya Adrian dengan sorot mata yang tajam. Bagai menelanjangi dirinya.
"Enggak juga sih. Makanya aku suruh kamu masuk."
Amelia membuka pintunya sedikit lebar.
"Aku mandi dulu!"
"Silakan, Non."
Adrian pun berjalan pelan menuju balkon. Dia memilih menunggu Amelia di tempat itu. Manik matanya memandang lepas ke segala penjuru. Bergerak liar, seakan menikmati sepoi angin malam ini.
Tiba-tiba dia mendengar derap langkah. Membuat Adrian menoleh. Dia sangat terkejut dengan kedatangan seorang laki-laki muda berparas tampan. Tubuhnya tinggi tegap, membuat sosok lelaki ini terlihat sempurna.
Mereka berdua saling beradu pandang, dengan raut wajah yang tegang saling penuh curiga.
"Siapa kamu?"
"Kamu sendiri siapa?" tanya Adrian, tak kalah sengit.
Dia berjalan mendekat.
"Aku Romy Pradipta, cowoknya Amelia. Kamu sendiri siapa? Kok bisa masuk ke kamar cewek aku?"
Seketika ucapan Romy membuat Adrian terhenyak. Sampai membuatnya terdiam. Ketegangan tercipta diantara keduanya.
Dengus napas kasar terdengar. Mengiringi tarikan napas Romy yang terlihat tengah terbakar api cemburu.
"Sebaiknya kamu keluar dari kamar ini!" tegas Romy.
"Kalau Amelia yang meminta, baru aku keluar."
"Ohhh, kamu semakin berani ya."
Romy mendorong keras tubuh Adrian. Hingga kakinya bergeser mundur beberapa langkah.
"Romy!!!" teriak Amelia yang sudah berada di belakang mereka.
"Amelia jelaskan siapa dia?" tanya Romy dengan tarikan napas yang naik turun dengan cepat.
"Ka-kamu ini ada apa ke sini Rom?"
"Apa maksud ucapan kamu ini, Mel?"
"Pulanglah! Kasihan istri kamu di rumah. Lagian ini malam pertama buat dia Rom. Pulanglah sekarang!"
"Enggak akan! Sebelum kamu usir dia dari kamar kamu!"
"Aku akan keluar sama dia kok."
Api cemburu semakin membakar jiwanya yang terluka. Romy langsung menarik lengan Amelia agar lebih mendekat padanya.
"Jawab aku dulu! Siapa dia?"
"Dia Adrian. Teman aku."
"Aku tau semua teman kamu. Kecuali dia!" Telunjuknya mengarah pada Adrian. Yang hanya tersenyum masam melihat mereka berdua.
"Amelia, sebaiknya kalian selesaikan dulu permasalahn kalian ini," ujar Adrian.
Dia berjalan melintasi mereka berdua.
"Adrian Tunggu!" teriak Amelia.
Lalu Amelia berjalan menghampirinya.
"Romy pulanglah! Aku akan pergi sama dia."
"Apa-apaan kamu Mel?"
"Please Rom! Aku hanya ingin tenang. Beri aku waktu hadapi semua ini. Tolong tinggalkan aku!" pinta Amelia dengan manik mata yang berkaca-kaca.
"Kurasa kamu sudah dengar permintaan Amelia. Setidaknya hargailah dia," ucap Adrian pada Romy."
Tangannya mengepal dengan deru napas yang semakin memburu. Dia pun bergegas pergi meninggalkan mereka. Dalam jarak beberap langkah. Romy menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah belakang. Lalu berbalik.
Mereka berdiri saling berhadapan. Tatap mata Romy mengarah pada Amelia. Bergantian pada Adrian yang berdiri di sebelahnya.
"Aku pasti akan mendapatkan kamu Amelia. Dan bisa memenuhi janjiku yang tertunda. Tunggu aku selalu.Tolong jangan berpaling dari aku."
Mendengar perkataan Romy. Membuat Amelia semakin perih. Kata-kata itu bagai peledak yang menghancurkan ketegaran hatinya saat ini.
'Kenapa kamu lakukan ini Romy? Tidak tahu kah kamu. Aku di sini sedang berjuang melupakan semua tentang kita.'
Manik matanya mulai berkaca-kaca. Sampai Amelia menarik napas dalam-dalam. Agar air mata yang mengambang tak jatuh membasahi pipi.
"Pergilah Romy! Aku mohon. Jangan membuat semua ini semakin sulit. Tak hanya untukku, tapi juga untukmu. Ingatlah Salsa, Rom!"
Sejenak mereka berdua hanya saling berpandangan. Tanpa ada sepatah kata yang terucap.
Romy hanya bisa menggigit bibirnya. Dengan rahang yang mengeras, mencoba menhaan kegalauan hatinya saat ini.
'Andai aku bisa memleuk dirimumu saat ini Amelia. Aku ingin bisikkan bahwa aku sangat mencintai kamu. Teramat sangat, Amelia. Sampai aku tak mampu menggantikan dirimu dengan wanita yang lain.'
Dia pun berbalik. Langkah Romy berjalan lambat. Meninggalkan Amelia yang masih berdiri terpaku dan mematung melihat ke arahnya.
Jari-jari tangannya bergerak cepat, menyeka air mata yang mengambang di sudut mata. Adrian melirik ke arahnya. Tanpa bisa menghiburnya.
"Yang aku tau. Kamu saat ini tengah menghadapi hancurnya sebuah hati yang mencinta. Kamu akui atau tidak. Aku tahu kamu juga sangat mencintai lelaki itu Amelia. Entah permasalahan apa yang kalian hadapi. Tapi, cinta yang kamu hadapi ini sangat sakit dan buat sesak."
Amelia hanya bisa tertunduk. Tanpa bisa berucap sepatah kata.
"Aku ingin makan, Adrian. Perutku lapar," ucapnya lirih.
Lelaki itu tersenyum lebar.
"Syukurlah kalau kamu merasa lapar. Kirain mau seharian enggak makan."
Seulas senyum dingin mengembang. Amelia mengikuti langkah Adrian yang sudah mendahuluinya. Sesekali dia memperhatikan gerak langkah lelaki yang tak kalah tampan dari Romy.
*
Follow Ig Raifiza_lina, Fb Raifiza lina
Aaaarghhh!" teriak Romy.Berulang kali dia memukul setir mobil yang tak bersalah."Bagaimana bisa dia secepat itu mendapat pacar? Aku enggak percaya. Apa secepat itu Amelia dapat pengganti aku?"Berulangkali tangannya memukul setir mobil. Tampak dari raut wajah Romy. Dia sangat kecewa, cemburu dan marah. Semua perasaan yang campur aduk. Membuat dadanya terasa sesak."Kenapa dada ini sesak dan perih seperti ini?""Aaaaahhh!"Enggan rasa hati untuk pulang ke rumah. Tapi, pasti orang tuanya kebingungan."Kenapa aku dulu mengiyakan mama saat memutuskan melamar Salsa? Dan bodohnya aku, terlalu mengikuti kemauan mama dan papa."Mobil pun akhirnya sampai di depan pagar rumah yang masih terbuka lebar. Sesaat Romy masih tercenung cukup lama di dalam mobil. Pandangan matanya mengarah pada rumahnya. Yang terlihat masih terang benderang dan terdengar ramai."Ternyata mereka belum pada tidur," bisik Romy.Bergegas dia turun da
Dalam gelisahnya. Romy masih terbayang sosok lelaki tampan bersama Amelia. Lelkai yang sama sekali tak pernah dia tahu."Siapa dia Amelia? Kenapa aku tak pernah mengenalnya?'" bisik Romy lirih.Romy semakin larut dalam gelisah. Sulit baginya saat ini untuk bisa memejamkan mata. Apalagi tidur dengan nyenyak.'Andai kamu tau perasaan ini tak pernah berubah sedikit pun Amelia. dan saat ini aku begitu merinduimu. Andai kau tau, betapa hancurnya diriku saat ini. Melihat dirimu dengan lelaki itu!'Terdengar helaan napas panjang dan berat.'Tak sanggup rasanya hati ini meninggalkan kamu. Katakan padaku Amelia, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa ...?'Tanpa memedulikan Salsa yang duduk di atas kasur. Yang mengarahkan pandangan pada dirinya. Romy menyambar ponsel yang tak jauh dari dirinya.Dengan cepat jari-jari tangannya mengetik tuts ponsel.{Siapa lelaki itu?}Pesan itu masih centang satu.
Adrian masih terpaku dengan ucapan Amelia. Dia terpaku dengan tatap mata yang tak beralih memandang Amelia."Apa ada kalimatku yang salah?"Adrian menggeleng. Dengan tatap mata yang tak beralih."Lalu kenapa melihat aku seperti itu?""Kamu cantik!"Sontak kalimat itu membuat Amelia tersipu. Dia membuang pandangannya jauh keluar jendela."Kenapa Amel? Apa aku salah?"Amelia hanya menjawab dengan menggeleng. Membuat Adrian tersenyum tipis melihat gelagat wanita yang duduk di hadapannya saat ini."Dan sejak lima tahun itu kamu tetap sendiri?""Iya. Bayangan Renata sulit aku lepaskan.""Selama itu kamu sendiri tanpa ada wanita sama sekali?"Tiba-tiba, Adrian tergelak. Membuat Amelia kebingungan. Dia sampai mengernyitkan dahi. Menatap sekilas pada lelaki kharismatik di hadapannya. Terdengar Amelia menghela napas panjang."Kenapa?" tanya Adrian masih tersenyum lebar."Enggak apa-apa kok.""Pe
Segala penolakan dilakukan Amelia. Hingga membuat Romy berang. Dia menatap tajam padanya. Dengan pandangan penuh intimidasi."Kenapa kamu menolakku, Mel?""Karena kamu sudah menikah! Sekarang pulang dan pergi dari kamarku!"Melihat penolakan Amelia. Romy bukan malah mengikutinya. Dia semakin merengkuh tubuh wanita cantik itu, dalam dekapannya."Aku enggak peduli kamu tolak apa enggak, Mel. Yang penting sekarang aku ingin bersamamu. Mencumbuimu. Biar rindu ini hilang!""Rom--"Tak kuasa Amelia melakukan penolakan. Dirinya yang merindukan sosok Romy kembali hanyut dalam buaian asmara. Hasrat mereka berdua semakin bergelora.Hanya terdengar dengus napas yang membara di antara keduanya. Saat tangan-tangan Romy mulai menjelajah di sekujur tubuh Amelia. Bibirnya pun melumat bibir ranum kekasih hati.Detak jantung semakin memburu. Berdegup kencang. Romy semakin tak kuasa menahan kerinduannya. Dia semakin rakus dengan hasrat yang berge
Romy menatap tajam pada Salsa. Pertanyaan yang begitu berani dan menohok relung hatinya. Atas kebenaran yang tak Romy sangka kalau Salsa akan mengetahuinya."Mas Romy tak berani menjawabnya? Takutkah ini suatu kebenaran?""Diam kamu Salsa!""Kenapa Mas Romy? Aku ini bukan anak kecil yang bodoh. Yang enggak tahu apa-apa Mas. Usiaku sudah dua puluh lima tahun. Dan aku ini seorang guru. Jangan Mas Romy remehkan perasaan dan kepintaran aku!""Stop! Aku enggak mau dengar lagi ocehan kamu."Melihat sikap Romy yang keras kepala. Membuat Salsa semakin meradang. Dia pun tak kuasa lagi menahan isak tangisnya. Hingga dia terduduk di lantai. Dengan tubuh yang bersandar di daun pintu."Kejam kamu Mas Romy! Kenapa kamu memilih aku untuk jadi korban pernikahan ini? Kenapa Mas?!"Tak ada jawaban yang terdengar dari bibir Romy. Dia hanya terdiam sejuta bahasa. Tangannya meraih bantal dan menutupkan di kepala dan wajahnya sendiri. Membuat Salsa semakin
Raut wajah Salsa tegang. Dia tak ingin sampai Amelia mengatakan pada Dita kalau sudah memberi pesan untuk dirinya lewat Salsa."Ini Dita!" ujar Romy."Makasih Om."Gadis kecil itu kembali pergi ke teras samping. Salsa terus memperhatikannya. Dia hanya bisa berdoa dalam hati. Agar Amelia tak mengatakan kalau sudah bertitip pesan pada dirinya.Hanya sekian menit. Dita sudah kembali ke ruang makan."Ini Om. Makasih ya."Saat melewati kursi Salsa, Dita berhenti. Lalu menepuk lengan Salsa cukup kuat."Tante Salsa kok enggak bilang kalau tadi udah dipesenin sama Mama?"Sontak pertanyaan itu membuat Salsa kebingungan menjawabnya.'Apa yang harus aku jawab?'Suasana seketika tegang. Salsa merasa seluruh pandangan mengarah pada dirinya."Jadi tadi Tante Amel telpon kmau lewat Hp aku Salsa?" tanya Romy tampak meredam amarahnya."I-iya, pas Mas Romy mandi tadi.""Gitu Tante harusnya tetep bilang
Tak lepas Adrian memandang Romy yang duduk tepat di depannya. Terlihat Romy sangat tidak tenang dengan kedatangan Adrian. Dari arah ruang tamu. Salsa muncul dan tersenyum lebar pada mereka berdua. Lantas dia duduk di sebelah Romy.Adrian hanya melihat ke arahnya."Tante langsung pulang?""Iya, Salsa.""Sendirian Tante?"Sengaja Amelia tak menjawab. Dia hanya menggeleng. Mungkin dia hanya ingin menjaga perasaan Romy yang terlihat masam."Enggak. Tante kamu pulang bareng sama saya," sahut Adrian.Terdengar hembusan kuat dari Romy. Yang langsung memalingkan wajahnya.Salsa bisa menangkap kegelisahan yang tercermin dari wajah Romy. Dia pun merasa mendapat sebuah kesempatan untuk semakin membuat Romy panas."Om Adrian teman lama? Atau mungkin calonnya tante Amel?""Ohhh, enggak. Kita baru saja kenal kok.""Tapi Om sama Tante kelihatan serasi."Romy semakin terlihat panasa. Dia terus menggoyang
"Sepertinya Romy memang enggak suka melihat aku ya?"Suara Adrian memecah kesunyian di antara mereka."Kenapa kamu berpikiran seperti itu?""Kita bukan anak SD, Mel."Amelia hanya terdiam. Dia tak ingin membahas soal ini lagi. Cukup sudah semua kesedihan yang dirasakannya. Detik ini juga Amelia berjanji untuk melupakan Romy. Untuk melupakan semua hal gila yang pernah terjadi di antara mereka."Maaf bila menyinggung kamu, Mel.""Enggak sama sekali. Kok bisa kamu berpikiran kayak gini?""Habisnya kamu diam."Amelia mengibaskan tangannya di samping Adrian."Coba kamu cerita kok bisa kenal sama Romy?""Malas ahhh!""Hemmm ... aku sudah cerita tentang diriku. Kamu yang belum.""Terlalu panjang. Buat kamu bosan Adrian.""Enggak akan bosan. Perjalanan Semarang ke Surabaya butuh 350 kilometer. Cukup buat aku untuk mendengarkan kisahmu."Amelia tersneyum dan melempar pandangannya keluar jendela.