Share

Mengikuti Arah

“Kreeettt!” Ellia menghentikan laju sepedanya di belakang kerumunan orang di depan gerbang masuk Planet Zoo. Ia pun melayangkan kedua matanya ke segala arah, mengamati adakah pintu gerbang masuk selain yang ia temukan saat ini?

Ellia bertanya pada Pemusik jalanan yang baru selesai memainkan pertunjukan. Tak disangka, sang Pemusik jalanan yang berpakaian rapi lengkap dengan topi senada dengan setelan jas yang dikenakannya itu menjawab dengan nyanyian sambil menggesek-gesekkan biola di tangannya. 

“Ada gadis manis bertanya... dimanakah pintu gerbang Planet Zoo? Mengapa ia bertanya...  mengapa... mengapa... apakah ia tak pernah pergi... berkunjung... ke Planet Zoo?”

“Apakah kau bukan warga sini?” tanya Pemusik jalanan itu serius seraya menghentikan tangannya menggesek biola.

Lalu dijawab sendiri olehnya sambil kembali memainkan biola, “Oh pasti bukan... pasti kau pengunjung... pengunjung yang ingin bahagia... melihat satwa-satwa... kebun binantang Planet Zoo.... ”

“Ehm eh bukan bukan bukan, aku bukan pengunjung. Mmm jadi aku mmm akan bekerja untuk pertama kalinya di Planet Zoo. Tapi...," jawab Ellia.

“Tapi kau tak tahu... dimana pintu masuknya... oh ternyata gadis ini tak tahu cara masuk ke dalam Planet Zoo... ooo oo oo....” Sang Pemusik jalanan itu memotong sambil bernyanyi dengan memainkan biolanya.

Ellia menepuk kening lantaran ia yang diburu waktu malah mendapat jawaban yang tak disangka, mengular, berputar-putar tak kunjung mendapat jawaban. 

Sebuah kereta kuda yang berhenti di jalan itu mengalihkan perhatian Ellia. Kedua matanya meneliti orang yang keluar dari kereta kuda, seorang perempuan agak gemuk namun kekar memakai seragam warna hijau, sepatu bot hingga betis, lengkap dengan topi koboi yang lebar, keluar dari kereta kuda.

 Tiba-tiba seseorang berbisik dari belakang, “Dia adalah Mrs. Vaeolin, sang Manajer sekaligus Kepala Utama Kebun Binatang Planet Zoo. Dia begitu tegas terhadap siapapun yang menyakiti binatang.” 

“Apa itu berarti Ibu Vaeolin pecinta dan penyayang binatang?” tanya Ellia.

Sebelum sang Pemusik jalanan itu menjawab pertanyaan Ellia, ia memainkan biolanya sesaat. “Sudah pasti.”

Lalu sang Pemusik jalanan kembali bernyanyi, “Bahkan kecoa pun tak pernah diinjak... tak pernah diusik... iring-iringan semut bagai raja di bumi Westinhorn...  berkat ketegasan Mrs. Vaeolin....”

Tiba-tiba sang Pemusik jalanan mendekatkan wajahnya pada telinga Ellia. Ia membisikkan pada Ellia untuk mengekor diam-diam belakang Mrs. Vaeolin. Orang-orang yang berkerumun akan segera menepi, memberi jalan pada Mrs. Vaeolin yang akan masuk melalui pintu khusus pegawai yang berada 3 meter dari pintu gerbang masuk pengunjung.

“Cepatlah kawan, jangan buang waktumu, itu satu-satunya jalan kau bisa masuk tanpa berdesakan dengan pengunjung.”

“Dan yang paling penting Mrs. Vaeolin orang yang tegas terhadap anak buahnya. Jadi jangan sampai terlambat.”

Wajah Ellia memucat mendengar perkataan terakhir Pemusik jalanan yang tak diketahui namanya itu. Terburu-buru ia menitipkan sepedahnya pada Pemusik jalanan, memintanya menitipkan di pos Polisi, bila perlu membuat laporan kehilangan sepedah atas nama Ellia.

Sekencang mungkin Ellia berlari begitu melihat celah di kerumunan pengunjung hampir menutup kembali. Ellia merangsek masuk di tengah gelombang padatnya pengunjung kebun binatang Planet Zoo pada hari Minggu itu.

Begitu menunjukkan surat balasan atas lamaran kerja dari Planet Zoo melalui kotak kecil di pintu kayu itu pada seorang Security maka Security laki-laki berkulit gelap lekas membuka pintu masuk khusus pegawai untuk Ellia.

Sebelum melangkah ke area kebun binatang Ellia bertanya pada Security itu, “Jadi dimana aku harus melapor sebelum memulai bekerja?”

“Mmm sebaiknya kau bergegas mengikuti apel pagi. Mrs. Vaeolin akan memimpin apel pagi. Dan dia sangat benci melihat pegawainya terlambat.”

“Apel pagi?”

“Begitulah, kau bisa pergi ke depan kantor Kepala Kebersihan dan Logistik Satwa.”

Lalu Security bernama John memberi selembar kertas pada Ellia, yang ternyata sebuah denah mengenai Planet Zoo. “Ini, kau bisa berlari menuju tempat ini. Ikuti garis merah ini.”

Hmm ada tiga warna garis yang membelah jalan-jalan di denah Planet Zoo. Namun ada pula yang hanya dua garis; biru dan hijau. Dan ada pula yang hanya satu garis merah, satu garis kuning dan satu garis hijau.

Ellia kebingungan begitu melihat tiga warna di dalam denah kebun binatang itu. Tapi ternyata ada warna lain di dalam denah itu, yaitu warna biru. Walau tidak banyak garis berwarna biru di dalam denah yang bersanding dengan warna merah, kuning dan hijau, namun cukup membuat Ellia penasaran dengan warna biru itu.

Namun sayang, belum Ellia bertanya pada Om Security yang bernama John mengenai garis berwarna biru, ia dikejutkan dengan suara lonceng yang begitu keras dari dalam Planet Zoo. Om Security pun berkata, “Sebaiknya kau cepat pergi ke depan kantor Kepala Kebersihan dan Logistik Satwa, karena apel pagi akan segera dimulai.”

“Ahmm... jadi aku harus pergi ke mana?”

Om Security kembali mengulang perkataannya, mengatakan bahwa Ellia harus mengikuti garis berwarna merah di sepanjang jalan. Garis merah yang menuju kantor Kepala Utama Kebersihan dan Logistik Satwa, yang disimbolkan gambar gabungan segitiga di atas persegi, di mana di dalam bangun persegi terdapat huruf kapital KKUKB yang artinya Kantor  Kepala Utama Kebun Binatang.

“Jadi cepat pergilah sebelum terlambat. Atau kau akan mendapat hukuman dari Bu Vaeolin. Dia sangat tidak suka dengan keterlambatan.” Di ujung perkataan Om Security mendekatkan wajahnya pada Ellia.

Ellia tergesa melangkah, namun sebelum melanjutkan langkahnya tertahan bimbang Dengan getaran di jantungnya ia mengamati, meneliti, memikirkan garis merah di jalan manakah yang harus ia tempuh agar dapat sampai ke kantor Kepala Utama Kebersihan dan Logistik Satwa?

Ellia pun melihat papan arah di tepi jalan. Di papan itu terdapat huruf S, U, T dan B yang ditulis di ujung garis gambar arah mata angin. Lalu Ellia memeriksa denah yang ia bawa. Setelah mengetahui keberadaan kantor Kepala Utama kebun binatang berada di sisi Timur, maka Ellia bergegas melangkah bahkan berlari ke arah Timur, tentu dengan mengikuti garis merah.

“Kriiuuk krruuuiiiik kreeekkk krreeeek....kreeww krreeeww.....” Hampir saja Ellia menginjak seekor katak yang meloncat sambil bersuara. Katak berwarna hijau itu malah mematung di tengah jalan sambil terus bersuara.

Lalu meloncat loncat ke arah berlawanan. Untuk sekian detik Ellia hanya mematung melihat gerak gerik katak itu, lalu memeriksa kembali denah yang ia bawa. “Oh, ternyata aku keliru. Harusnya aku berjalan ke arah Barat, karena kantornya berada di sisi Barat.”

Ellia pun melepas senyum melihat katak itu terus melompat-lompat ke arah Barat di atas garis berwarna merah. “Terima kasih katak, kau sahabat pertamaku di sini.”

                                       *#*

Di lapangan dari susunan batu-batu datar yang rapi dan dirapatkan tepat di depan kantor Kepala Utama Kebersihan dan Logistik Satwa, 30 orang berbaris rapi membentuk 3 baris ke belakang dan 10 baris ke samping di sebelah kiri. Sedangkan di sebelah kanan diperuntukkan bagi pegawai baru kebun binatang berjumlah 4 orang, yang keseluruhannya adalah laki-laki.

Hmmm dimanakah Ellia? 

Apel pagi pun dimulai tanpa kehadiran Ellia. Usai memberi sambutan dan ucapan selamat kepada pegawai baru dari atas podium, Mrs. Vaeolin mengabsen kehadiran anak buahnya yang hadir.

35 menit kemudian, tiba juga Ellia di lapangan tempat para pekerja melakukan apel pagi. Beruntung sahabat pertamanya, sang katak melompat lompat ke arah 4 orang pekerja yang berbaris terpisah. Ellia pun melangkah mengendap-endap sambil sesekali menunduk menuju barisan yang paling sedikit itu. Pikirnya, sahabat barunya itu pasti menunjukkan tempat yang sebaiknya diisi Ellia dalam peserta apel pagi.

Usai menempatkan diri di paling ujung kanan, Mrs. Vaeolin menyebut nama Ellia. Dengan rembesan keringat dan disertai guncangan di balik dadanya, Ellia lekas mengangkat tangan kanan sambil bersuara, “Hadir.”

Cukup lama Bu Vaeolin memandang Ellia yang berdiri di paling kanan barisan. Sementara debaran jantung Ellia semakin kuat di tengah rembesan keringat yang meluncur dari pori-pori kulitnya. Kedua matanya tak berani menatap Bu Vaeolin, sehingga ia tetap tak mengalihkan pandangannya ke arah depan.

“Baik. Terima kasih atas kehadiran kalian dalam apel pagi ini. Aple pagi dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Lain kali tidak ada yang terlambat,” ujar Bu Vaeolin dengan ketegasan dan kewibawaannya.

Seketika itu meleleh seluruh ketegangan dalam diri Ellia. Ia pun membebaskan nafasnya yang sempat tertahan. Lega dirasa hatinya setelah melewati apel pagi. Untunglah Mrs. Vaeolin tidak menghukum dirinya. Padahal ia yakin Mrs. Vaeolin telah mengetahui keterlambatan dirinya dalam apel pagi ini.

Setelah apel pagi ditutup, para pekerja di barisan sebelah kanan membubarkan diri terlebih dahulu. Sedangkan lima pekerja baru diminta tak segera membubarkan diri. Seorang staf laki-laki Kebersihan dan Logistik Satwa membagikan dua lembar kertas pada 5 pekerja baru. Dalam lembar kertas yang pertama terdapat gambar Denah kebun binatang Planet Zoo. Sedangkan pada lembar kedua terdapat tugas-tugas yang harus dilakukan bagi pekerja baru, mulai dari yang berhubungan dengan sapu-menyapu, menyiram tanaman dan pohon, memotong rumput, berkebun sekaligus merawat tanaman, membuang sampah, membersihkan toilet, hingga menyiapkan makanan untuk satwa.

Seketika Ellia tertegun membayangkan begitu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan. Jiwanya melemah lemas dengan pikiran tak karuan. Batinnya meronta-ronta, “Apa sebanyak itu pekerjaan seorang petugas kebersihan? Membersihkan toilet juga? Toilet untuk siapa? Mmmm apa untuk gajah, singa atau si kucing besar alias harimau?”

Setelah semua pekerja baru menerima dua lembar, Mrs. Vaeolin melangkah menuju lima pegawai baru. Langkahnya melambat ketika melangkah di depan 5 pekerja yang baru akan bekerja hari Minggu itu.Kedua matanya begitu tajam dan teliti memeriksa setiap wajah pekerja baru. Bahkan Bu Vaeolin berhenti cukup lama di hadapan Ellia. 

“Ellia,” ujar Mrs. Vaeolin seraya memandang tegas gadis muda nan cantik yang memakai topi menutupi rambut pirangnya yang digelung.

Seketika jantung di balik dada kirinya bergetar-getar, berdegup-degup, berdebar-debar. Batinnya berbisik pada Tuhan, memohon semoga Mrs. Vaeolin tak memarahinya atau bahkan menghukum dirinya.

                                     *#*

Tepat pukul 8 pagi kebun binatang Planet Zoo dibuka. Pengunjung yang sudah berkumpul di depan pintu gerbang Barat, Timur, Utara dan Selatan bersorak-sorak gembira. Mereka bergegas mengantri di depan loket tiket. Tiket masuk Planet Zoo pun ludes hanya dalam waktu 30 menit.

Lokasi kantin yang berada di tepi Timur sudah mendapat pesanan dari pengunjung yang tak membawa bekal. Kemasan makanan dan minuman di semua Kantin sama seperti yang diterapkan di Kota Westinhorn yang melarang penggunaan bahan plastik yang sulit terurai.

Batok kelapa yang dipahat menjadi gelas bisa ditukar dengan koin emas. Begitupun sebaliknya, bila telah selesai digunakan, maka pengunjung bisa menukarkan kembali batok kelapa dengan koin emas. Gelas dari batok kelapa yang telah digunakan oleh pengunjung akan mengalami proses pembersihan sampai sterilisasi hingga gelas itu dapat digunakan lagi.

Pun dengan kemasan makanan, menggunakan ayaman daun pisang atau daun kelapa muda. Kemasan-kemasan dari daun itu bisa dibeli dengan koin emas dan bisa ditukar kembali dengan koin emas pada kantin-kantin. Hanya saja setelah kemasan-kemasan dari anyaman daun itu digunakan, maka pihak kantin Planet Zoo tidak mengijinkan untuk menggunakannya lagi. Kemasan-kemasan itu akan dialihfungsikan menjadi bahan ornamen lain di pabrik pengolahan barang bekas pakai.

Hampir satu jam membersihkan kebun binatang, sebagian para pekerja lapangan beralih tugas menyiapkan makanan untuk para satwa di ruang Logistik Satwa. Sedangkan sebagian yang lain tetap bekerja mengamati, meneliti dan mengawai kebersihan di area kebun binatang.

Di hari pertama bekerja, Ellia menyiapkan makan untuk semua satwa. Mulai dari memotong-motong wortel, mengupas kacang-kacangan, biji-bijan, menyiapkan buah-buahan sampai menyiapkan ayam dan daging untuk binatang karnivora, sebutan bagi binatang pemakan daging.

Setelah itu Ellia pergi ke taman di dekat kandang besar tempat burung-burung bermain bersiul-siul. Mencabut rumput-rumput liar dan menyapunya di taman bunga sambil bernyanyi-nyanyi riang menirukan cuit-cuit suara burung.

Lelah dirasa Ellia, namun lelah itu terkubur rasa bahagia. Ia tak sabar bercerita pada sang Nenek dan Kakek mengenai pekerjaannya di kebun binatang ternyata membawa kebahagiaan bagi dirinya dan bagi lingkungan. Mmm lihat saja tadi pagi, bagaimana seekor katak yang baru pertama kali bertemu ternyata membantu dirinya menemukan lapangan tempat para pekerja melakukan apel pagi.

Kini kupu-kupu aneka warna tak ingin jauh dari dirinya. Bahkan ulat dan cacing pun akan tanpa rasa takut disentuh Ellia. Ah dunia yang begitu indah di taman yang penuh aneka makhluk.

Tak disadari, satu langkah di belakang Ellia adalah sebuah kolam yang huni oleh ikan-ikan hias. Tiba-tiba Ellia melangkah mundur tanpa menoleh. Ia hampir terjebur kolam bila tangannya tak diraih oleh  Jiko, seorang pegawai baru kebun binatang yang berdiri di samping Ellia pada saat apel pagi.

Dan rupanya Jiko adalah pemuda yang tertawa memandang wajah riang Ellia sewaktu melintas dengan sepedanya di jalanan Kota Westinhorn. Pertemuan yang asing bagi Ellia. Namun Pertemuan yang tak mengejutkan bagi Jiko, walau membuatnya penasaran mengapa gadis semuda Ellia rela bekerja di kebun binatang, yang tidak diinginkan semua gadis di Westinhorn bahkan di luar kota Westinhorn.

“Oh, terima kasih, sudah membuatku tak basah kuyup,” ujar Ellia.

“Hai, kau Ellia kan?”

Ellia pun terkejut mengetahui laki-laki di hadapannya ternyata mengenal namanya. Padahal dirinya kan belum memperkenalkan diri. Belum Ellia bertanya kembali, Jiko kembali berkata, “Oh, iya, namaku Jiko.”

“Oh, hai. Mmm...”

“Jadi apa kau tidak tinggal di Westinhorn ini?”

“Bagaimana kau tahu?”

“Karena yang kudengar ini baru pertama kalinya ada pekerja kebun binatang “Planet Zoo” seorang perempuan muda sepertimu.”

Untuk sekian lama Ellia menggulungkan kening. Mencerna sekaligus memahami ucapan kawan barunya.

“Ah, sudahlah tak perlu dipikir. Mungkin saja mereka ingin membuat kebijakan baru.” Jiko menyela sambil melepas senyum, lalu memungut serakan rumput-rumput liar.

Sebelum melangkah pergi Jiko melepas senyum pada Ellia sambil menenteng sapu lidi, tong sampah, dan alat-alat berkebun. “Senang bisa mengenalmu.”

Ellia pun balas melepas senyum memandang langkah Jiko. Setelah itu Ellia hendak kembali membersihkan taman. Namun tetiba Ellia kebingunan saat tak mendapati sapu lidi, tong sampah, alat-alat berkebun. Untuk sekian lama keningnya sampai berlipat-lipat memikirkan kemana perginya alat-alat kebersihan yang ia bawa tadi?

“Oh tidak, apakah terlalu banyak pekerjaan bisa membuat seseorang menjadi pelupa?” Lirih Ellia. Lalu hatinya berbisik, bila dirinya menikmati keindahan di kebun bintang ini tidak salah. Asalkan tetap bekerja membersihkan apapun. 

“Tapi bagaimana aku bisa bekerja sambil menikmati keindahan kebun binatang ini bila tak satupun alat kebersihan kubawa? Bagaimana bila Mrs. Vaeolin mendapatiku tak melakukan tugasku? Ah tidak tidak tidak! Mmm....” Di ujung perkataan Ellia mengarahkan sorot matanya ke segala arah, mencari tahu apa yang sebaiknya dilakukan.

Tiba-tiba beberapa kupu-kupu yang beterbangan melintas di hadapan Ellia. Mereka seakan mengajak bermain, menari-nari, berlari-lari sambil bernyanyi. 

“Dududu... dududu... betapa indah hei... kau kupu-kupu... menawan hatiku hei... dengan corakmu... memikat hatiku hei... dengan warnamu... terbang... terbang... terbang... terbang... hilir mudik ke sana ke mari... mencari bunga bunga... kesukaanmu... oooohhh kaulah kupu-kupu... selalu tampak cantik indah seperti namamu... kaulah kupu-kupu... hmm yang lahir dari kepompong ulat-ulat mungil.... ”

Tiba-tiba Ellia terjatuh setelah tubuh mungilnya membentur sebuah benda di hadapannya, yang ternyata adalah Mrs. Vaeolin. Ellia lekas berdiri tegap seraya menegakkan kepala, namun sorot matanya tertunduk.

Bantinnya menggerutu, “Mati kau Ellia. Kali ini Mrs. Vaeolin tak akan memaafkanmu.”

“Apa sepanjang hari kau hanya bisa bernyanyi?” tanya Mrs. Vaeolin tegas.

Dengan terbata Ellia menjawab, namun perkataan yang keluar dari bibir mungilnya terhempas begitu saja saat Mrs. Vaeolin melanjutkan perkataannya, “Ini kebun binatang, bukan taman sirkus!”

Ellia terkejut mendengarnya. Lalu gemetar tubuhnya. Ia pikir kali ini Mrs. Vaeolin benar-benar marah, dan hukuman akan segera menjemput dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status