LOGINDiana bermonolog sangat lama. Sehingga sampai 10 menit terdiam, ibu paruh baya bernama Dewi tersebut datang menghampirinya lagi. Wanita itu tahu jika dirinya dalam kondisi berbadan dua.
“Jangan sungkan-sungkan meminta tolong dengan tetangga sekitar. Mereka semua sangat baik, Mbak Dia.” Bu Dewi berkata sambil menyodorkan dua bungkus mie instan.Ia tahu, wanita muda ini sedang tidak baik-baik saja. Sebagai seorang wanita yang sudah berpengalaman, pastilah Dewi tahu melalui raut wajah Diana.Dewi pun dulunya juga pernah ada di posisi itu. Pernah dikucilkan tetangga sekitar, berulang kali mencari tempat tinggal yang sesuai kantornya.Menghidupi anak semata wayang di mana dia adalah korban pemerko***n. Maka dari itu, Dewi bisa membayangkan bagaimana perasaan Diana saat ini. Tidak ada salahnya membantu gadis muda ini.Diana mengangguk. “Terima kasih, Bu. Ibu sangat baik. Semoga kebaikan Ibu ini dibalas oleh Yang Maha Kuasa.”Diana memang sampai di tempat itu saat“Ah, saya tahu! Beri saham perusahaan saja, Tuan!” Sambil menjentikkan jarinya, mata Jimmy berbinar. Ide di kepalanya mendadak tercetus, ia begitu bersemangat. Sayangnya, hal itu berbanding terbalik dengan reaksi Damar yang acuh. “Saham perusahaan? Hei, apa kamu bercanda? Semuanya sudah atas nama Diana, Jim! Aku hanya mengelolanya saja. Apa ku tidak punya ide lain yang lebih cerdas?” Damar menatap Jimmy dengan tatapan skeptis, seolah semua usulan yang Jimmy berikan tidak akan mempan pada Diana. Kini, Jimmy terdiam sejenak sambil berpikir keras. Setelah beberapa saat hening, ia mengangkat kedua tangannya menyerah. “Ya sudshlah. Ampun, Tuan! Saya angkat tangan! Ternyata, memiliki istri itu rumit sekali ya?”“Memang!”“Hm, karena itulah saya betah melajang sampai usia hampir kepala empat.”“Hei, kamu harus menikah. Kamu—”“Tidak, tidak! Saya tidak mau menikah, Tuan. Lebih baik membelikan tas mewah untuk beberap
“Diana! Diana!” “Keluar!” “Diana, aku—” “Keluar. Silakan cari bukti dan berikan padaku! Kalau sampai Mas gak bersalah, aku terima Mas. Kalau sampai Mas salah, aku pokoknya minta cerai!” “Oh ya ampun!” Damar menggerutu usai Diana menutup pintu gerbang setinggi 3 meter itu sambil berkata pada security. “Pak, jangan sampai Mas Damar masuk!” “Tapi, Nyonya. Saya—” “Bapak masih mau bekerja di sini atau tidak?” Ancaman Diana berhasil membuat sang security mengangguk penuh keterpaksaan. Matanya menatap Damar. Damar pun menatapnya, dan seolah ia mendapat kode agar menuruti perintah sang Nyonya. “Ma-masih, Nyonya.” “Ha, bagus! Kalau masih ingin bekerja di sini, turuti perintahku. Jangan biarkan Mas Damar masuk. Kalau dia masuk, tembak saja kakinya!” Terusir dari rumah sendiri, Damar mendengus sebal. Usai Diana menjauh meninggalka
“Diana, Diana kamu salah paham, Sayang. Diana, kumohon dengarkan aku!”Damar melompat dari sofa, jantungnya berdebar keras. Ia berlari mengejar Diana yang sudah berdiri di ambang pintu dan terlihat punggungnya bergetar hebat. Wanita itu menangis tergugu sambil berlari. Demi Tuhan, Damar takut terjadi sesuatu pada kandungan istrinya saat ini!“Jangan berlari, Sayang. Kumohon jangan lari!” Diana pun enggan mendengarkan. Kedua bola matanya sembab, ia menatap suaminya dengan tatapan penuh luka serta amarah.Diana baru percaya pada pria itu sekitar dua tahun kalau Damar tidak lagi bermain wanita. Tapi, apa kenyataannya?Pria bergelar suaminya itu justru mengkhianatinya, dan bahkan selingkuhannya sampai hamil!Apa-apaan ini? Jadi selama menikah dengannya, Damar sudah berse-tu-buh dengan wanita lain? Ya ampun! Tak cukupkah rasa sakit di masa lalu yang ditorehkan pria itu untuknya?Diana tak habis
"Tuan Damar, kondisi kehamilan istri Anda sangat baik. Perkembangannya sesuai dengan usia kehamilan dan janinnya sehat. Mohon tetap kurangi aktivitas berat, ya. Usahakan untuk rutin berolahraga ringan seperti yoga, senam hamil, atau sekadar jalan pagi atau sore di sekitar rumah." Setelah melakukan pemeriksaan awal dan USG, dokter berhijab merah maroon itu menatap Damar dan Diana dengan senyum lembut. Ia menjelaskan setiap detail yang dia periksa tadi serta memberikan saran. "Baik, Dok." sahut Damar. Kini, bola matanya masih fokus menatap layar monitor USG dengan tatapan penuh haru. Ia melihat janin kecil yang tampak begitu menggemaskan. Ia harus bersabar beberapa bulan lagi kini. Lalu, Damar bertanya saking penasarannya. "Kalau untuk jenis kelaminnya bagaimana, Dok? Apakah sudah bisa terlihat?" Dokter menggerakkan transduser ke sisi kiri dan kanan perut Diana, mencoba mencari petunjuk. “Belum
"Mau apa dia ke sini?" gumam Damar dalam hati. “Apa dia juga melakukan USG?” Matanya membulat tak percaya. Sosok yang ia temui di depan ruang USG tak lain dan tak bukan adalah Raline. Jantungnya berdebar kencang, firasat buruk mulai menghantuinya. Jujur, Damar takut apa yang ia pikirkan akan terjadi. Di depannya, Raline tersenyum sinis sambil memamerkan hasil USG. Seolah-olah tengah mengejeknya dengan gambar hitam putih itu.Bibir Raline tak berkata apa-apa, tapi seolah mengucapkan, “Hai, Pak Damar. Benihmu telah hadir di rahimku!”Pikiran Damar pun bercabang, “Apa yang dilakukan wanita itu? Apa dia berniat menjebakku lagi dengan ini? Oh, ini gak boleh terjadi. Aku harus mencegahnya?”Pada saat yang sama, Raline pun tak berkata apa-apa. Wanita bertubuh ramping dengan balutan kaos crop top hitam dan celana baggy pants cream itu hanya menyeringai dingin.Seringai itu menusuk tepat di jantung Damar, membuatnya membeku se
"Ya udah, ayo deh. Terus, Sagara gimana nanti, Mas? Masa kita tinggal enak-enak, tapi dia belum tidur sih,” tanya Diana sedikit khawatir. Jujur saja Diana tak suka suaminya meminta jatah saat Sagara masih terjaga. Pernah saat itu, saat mereka hendak mencapai puncak.Lalu, Sagara menangis kencang hingga Diana tak terpuaskan sebab Damar menghentikan semuanya. Ia tidak mau rengekan Sagara mengganggu Damar pun menanggapi dengan santai. "Biarin main di kamar dulu, Sayang. Asal di bawah, nggak masalah. Kita nggak takut dia jatuh, ‘kan?" jawab Damar sambil tersenyum nakal. “Ya udah ayo! Tapi sebentar aja, ya?” “Iya. Cuma 10 menit!”Akhirnya, Diana tak mampu menolak godaan suaminya. Ia berpamitan pada anak dan keponakannya untuk naik ke lantai atas sebentar. Sesampainya di kamar, Damar langsung menyerbu Diana tanpa peduli Sagara masih terjaga di dekat mereka. "Eumh, Mas ...." Diana mendesah dan melenguh saat Dama







