Pagi ini, Diana datang ke toko kue. Banyaknya pesanan membuat ia datang lebih awal. Menggulung lengan gamis kumalnya sampai ke siku, Diana juga menyampirkan hijab lebar ke belakang supaya tak basah.
Dia mulai melakukan aktivitasnya sebagai pegawai bagian cuci mencuci, mengantarkan kue ke depan dan menata di etalase. “Diana, kamu terlihat ceria sekali.” Bu Helen menyapa karyawan teladannya yang sedang membersihkan banyaknya loyang semalam. “Iya, Bu. Hati yang gembira membuat kinerja kita meningkat. Ada anakku juga yang harus bahagia juga.” Diana menyahut sambil menggosok loyang menggunakan spons. Ia melirik Nyonya pemilik toko kue ini dengan sesekali tersenyum. “Apa kamu tidak pernah lagi berhubungan dengannya?” tanya Bu Helen. Deg! Diana tentu tahu kemana arah pembicaraan Bu Helen saat ini. Ia tersenyum, luka menganga di hatinya bak disiram air garam. Semakin perih dan sakit, namun dia berusaha tegar dan tak mengingat Dama“Maafkan aku yang tidak bisa berada di dekat kalian saat kalian membutuhkan ku. Aku benar-benar menyesal. Tolong beri aku kesempatan,” ucap Damar terenyuh. Diana membungkamnya dengan kata-kata menyakitkan.“Dan saat dia sudah besar, kamu meminta kami untuk kembali dan hidup bersama istrimu? Apa kamu tidak pernah berpikir, bagaimana pandangan orang-orang terhadapku? Terlebih pandangan dari Bu Helen saat aku harus menjadi orang ketiga dalam berumah tangga anaknya? Kamu tidak berpikir sampai ke situ, ha?” Diana membentak dengan air mata yang terus luruh.Air mata kian menetes dan menjadi seksi bagaimana perjuangan hidup Diana yang tidak main-main. Sudut bibirnya yang mungil tersebut melengkung, membentuk senyuman dengan sorot mata yang dingin. Bahkan, ucapan Diana tidak ada ramah ramahnya sama sekali.“Pergilah. Karena apa pun yang aku ceritakan pasti tidak akan pernah membuatmu sadar dan bisa merasakan bagaimana menjadi kami dulunya." Diana kemudian beranjak dari sana
“Katakan, ada hubungan apa kamu dengan Maxim?” tanya Damar menyelidik. Meski kejadian tersebut sudah berlalu 6 tahun lebih dan juga Max telah menikah dengan orang lain, tetapi rasa cemburu itu tetap saja ada di dalam hatinya.Bahkan, Damar juga ingin tahu bagaimana masa lalu yang terjadi di antara kakak ipar nya dan juga Diana.“Aku tidak Mempunyai hubungan apapun dengannya. Kenapa kamu tidak percaya denganku?” Diana mengokohkan tongkat pada kedua ketiaknya. Berusaha pergi dari sana namun pria berbadan tegap tersebut selalu saja menghalangi.Damar kemudian berkata lagi, “Karena dia mengatakan jika dia menyukaimu dulu!” terangnya.“Dulu? Itu sudah sangat lama. Kalo memang Maxim menyukaiku, memangnya apa urusannya dengan ku? Itu hak asasi dia, yang bebas menyukai siapapun sesuai keinginannya. Kenapa kamu harus repot repot memikirkan hal itu, Pak Damar?” tanya Diana lagi.Damar merasa tidak terima. “Jelas ada urusannya. Karena saat
Diana kemudian menoleh tanpa suara. Kenapa pria yang berada di hadapannya ini masih mengingat masa lalu?“Tidak pernah,” elaknya.Jangan-jangan, Damar sadar akan kepergiannya dulu? Batin Diana menerka.“Kamu yakin?”“Ya.” Diana menjawab dengan singkat.“Aku tahu kamu berbohong. Karena kamu tak mau menatapku saat bicara. Jadi, kamulah Diana yang kabur saat aku dan Carol berkunjung ke sana.” tutur Damar lagi.Diam. Diana masih mengingat semua itu dengan jelas. Bagaikan slide foto yang melintas di kepalanya.“Kenapa diam? Jadi waktu itu, kamu tahu jika aku datang?” ulang Damar berkata pelan. Dari hati ke hati, namun tetap saja menyakitkan.“Ya, tapi ... Tidak perlu membahasnya lagi,” balas Diana final.“Tentu saja aku akan membahasnya. Jika kamu tidak menghindar dari ku, saat itu juga aku akan bertanggung jawab padamu!”“Semuanya sudah terlambat, Pak. Kita hanya sepenggal kisah masa lalu,” jawab Diana sendu.“Maaf. Aku tahu kesalahanku tidak
“Kenapa kamu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan istrimu, Pak? Hanya dengan berduaan seperti ini di kamar saja pasti sudah membuat hati yang terluka. Apa Anda tidak pernah memahami perasaan seorang wanita? Aku kira Anda sudah berpengalaman dalam hal ini. Ternyata aku salah, Anda sangat egois!” tegas Diana lagi. Dia melirik Damar penuh arti. Menyelami bola mata hitam pekat dan memberi lelaki itu pengertian.“Egois dalam hal apa? Aku memintamu tinggal bersama karena permintaan dari istriku. Bahkan, dia memintamu untuk menjadi istri kedua ku.” Mata sipit nya itu tampak seperti bulan sabit. Damar meyakinkan jika semua akan baik-baik saja.“Kalau Anda seseorang yang ber perasaan, tentu saja tidak kamu menerima hal tersebut. Poligami, mana ada wanita yang rela di duakan? Dan hanya wanita gila yang mau menjadi istri kedua! Meski hartamu sangat banyak, jangan serakah! Karena aku tak akan pernah silau!” tukas Diana lagi meninggi.“Aku tidak mungkin melepaskanmu, Diana,” uc
“Hai, Shanum.” Caroline melepas tautan tangannya pada Damar dan menyapa anak tirinya itu.“Hai, Bunda.” Bocah kecil tersebut tersenyum kearah istri pertama ayahnya.“Besok kamu mulai sekolah. Mau?” tawar Damar dengan lembut, mengambil hati putrinya.“Mau, mau, mau, aku mau sekolah!” girang Shanum lagi sambil mengangkat kedua tangannya.“Ok. Besok ayah antarkan ke sekolah,” ucap Damar lagi sambil tersenyum. Dia emmasang wajah ramah pada Shanum kali ini.Diana kemudian memprotes. “Pak, siapa yang akan menunggu Shanum nanti? Aku masih seperti ini,” keluhnya.“Kenapa harus bingung, Diana? Kami bisa mempekerjakan seorang pengasuh,” usul Caroline dengan tersenyum ke arah calon madunya itu.Diana menggeleng ke arah dua pasangan suami istri ini. ”Tidak perlu, Mbak. Tidak usah berlebihan seperti itu,” elaknya.“Kalau kamu tidak mau memakai pengasuh, biarkan mama saja yang menunggu Shanum.” Mama Mayang menawarkan diri. Beliau mengelus rambut Shanum dengan lembu
Melihat mendung hitam di wajah sang istri, Damar kemudian merasa sangat bersalah. Menganggap apa yang ia lakukan merupakan keegoisan.Dia telah menyakiti luar dalam Caroline yang mampu menerima apa adanya. “Jangan menangis seperti itu, Dek. Mulai detik ini, aku tidak jadi meneruskan rencana kita.” putusnya sedikit kecewa.“Maksud kamu apa, Mas? Gak jadi meneruskan apa?” Kepala dengan hijab lebar tersebut mendongak dan menatap wajah suaminya sangat lekat.“Aku tidak akan menikahi Diana," putusnya. Meski Damar harus mengubur impiannya dalam-dalam untuk memberikan adik bagi Shanum, dia tidak apa-apa asalkan Carol tidak terluka seperti ini. Meski dia kecewa, tetapi berusaha ditahannya demi Carol.Carol benar benar dibuat speechless dengan sifat suaminya. Meski hubungan rumah tangga mereka terkesan hambar, tetapi sebenarnya Damar sosok laki-laki yang sangat perhatian.Jika pria itu mau, mungkin dirinya akan ditinggalkan begitu saja. Tapi nyatanya, Damar malah ber