Masuk“Pria jelek? Shit!” umpat Jimmy kesal. Ia merasa tak dihargai oleh Raline. Meski ia sadar kalau kulitnya memang gelap, tapi … ia tak terlalu buruk!
Raline menyeringai. Ia makin memprovokasi agar Jimmy makin kesal. Dengan begitu, ia bisa dicekik lebih kuat dan mati sekarang juga. Toh, hidupnya tak akan berguna setelah ini. “Ya, jelek! Apa kau baru sadar, hah? Makanya ngaca! Sudah tau jelek, masih ingin punya anak! Gimana kalau anak itu jelek sama sepertimu? Itu menyedihkan!” ulang Raline. Jimmy habis kesadaran. Ia mengumpat. “Bedebah! Mati saja kau!” “Silakan bunuh aku!” tantang Raline. Raline kemudian mendorong Jimmy hingga pria itu terjengkang ke belakang. Ia tidak peduli dengan masa depannya, yang ia tahu, ia tidak ingin ada hubungan apapun dengan pria di hadapannya ini. “Lahirkan anak itu untukku! Aku akan memberimu uang banyak! Aku h“Aku harus pergi. Paling tidak aku harus menjauhi Pak Damar sementara waktu. Masalah anak, bisa ku gugurkan di luar negeri. Toh, di beberapa negara melegalkan aborsi karena banyak juga orang yang terjebak ONS, atau apa lah itu. Ya, ya, ya. Aku akan mengungsi ke tempat Bibi di Jiangsu, dan aku akan aman.”Setelah kabur semalaman dan bersembunyi di rumah temannya agar tak dikejar orang-orang suruhan Damar, Raline segera menuju bandara.Semalaman Raline mencari tiket ke China dan akhirnya pagi ini pukul 8 ia akan bertolak ke China.Kini, Raline berdiri mematung di tengah hiruk pikuk Bandara. Ia tak membawa banyak barang. Hanya sebuah tas ransel berisi beberapa potong pakaian, powerbank, juga dompet. Tapi, tas ransel itu cukup memberatkan. Ia sampai terengah-engah karena berlari sambil membawa beban berat.“Ck! Ayolah, jangan membuatku susah! Ayo cepat pergi sebelum tertangkap!” Sebenarnya semalam, Raline tidak bisa tidur sama seka
“Pria jelek? Shit!” umpat Jimmy kesal. Ia merasa tak dihargai oleh Raline. Meski ia sadar kalau kulitnya memang gelap, tapi … ia tak terlalu buruk! Raline menyeringai. Ia makin memprovokasi agar Jimmy makin kesal. Dengan begitu, ia bisa dicekik lebih kuat dan mati sekarang juga. Toh, hidupnya tak akan berguna setelah ini. “Ya, jelek! Apa kau baru sadar, hah? Makanya ngaca! Sudah tau jelek, masih ingin punya anak! Gimana kalau anak itu jelek sama sepertimu? Itu menyedihkan!” ulang Raline. Jimmy habis kesadaran. Ia mengumpat. “Bedebah! Mati saja kau!” “Silakan bunuh aku!” tantang Raline. Raline kemudian mendorong Jimmy hingga pria itu terjengkang ke belakang. Ia tidak peduli dengan masa depannya, yang ia tahu, ia tidak ingin ada hubungan apapun dengan pria di hadapannya ini. “Lahirkan anak itu untukku! Aku akan memberimu uang banyak! Aku h
“Nona, kalau boleh saya sarankan, tolong urungkan niat Anda.”“Memangnya kenapa?” tantang Raline dengan air mata yang masih mengalir di wajahnya. Ia seka sekali dengan punggung tangan kiri yang tertancap selang infus. Lalu, Raline menatap dengan netra lelah dokter lelaki yang melarangnya a-borsi itu. “Aku benar-benar tidak mau melahirkan anak ini, Dokter! Aku tidak mau! Jadi, tolong aku! Tolong aku, kumohon! Anak ini adalah anak yang hadir karena kesalahan,” raungnya makin keras. Raline tidak lagi bersikap formal kepada dokter tampan tersebut memang benar-benar kesal bukan main.Dokter itu paham apa yang dirasakan Raline. Tapi, ia tetap tak bisa berbuat apa-apa. “Tapi, Anda tidak bisa melakukan itu. Ini kehamilan pertama Anda. Kalau dipaksa digugurkan, akibatnya akan makin serius. Anda bisa saja—”“Aku tidak peduli resiko yang akan kutanggung setelah ini. Yang pasti, aku harus membuang anak ini!” sela Raline dengan cepat dan dia tidak m
“Berhenti, Jim! Menepi sebentar cari tempat yang pas. Diana meneleponku,” seru Damar, memecah keheningan di dalam mobil yang tengah melaju kencang. Beruntung ia tak meminta Jimmy lewat tol. “Baik, Tuan.” Jimmy yang sedari tadi fokus mengendalikan setir hanya mengangguk singkat. Tanpa banyak bertanya, ia segera mengurangi kecepatan dan mengarahkan mobil ke tepi jalan. Deru mesin perlahan menghilang. Damar dengan sigap meraih ponselnya sebab ada 16 panggilan dari sang istri.“Ada apa ini?”Raut wajahnya berubah serius saat melihat nama yang tertera di layar. Tanpa menunggu lebih lama, ia menempelkan benda pipih itu ke telinga, siap mendengar kabar dari seberang sana.“Ya, Sayang. Ada apa?” tanya Damar, ia takut terjadi sesuatu pada kandungan istrinya. Kini, Damar berharap tak ada kabar buruk, mengingat suasana hatinya juga sedikit buruk pagi ini. Ada sedikit masalah dengan proyeknya.Dari seberang telepon suara Diana na
Raline berbalik dengan cepat. Sebelum pergi, ia menepis tubuh karyawan Diana di depannya.“Minggir!” umpat Raline. Tumit stiletto-nya berputar, membawanya keluar dari ruangan itu, meninggalkan Diana yang tersenyum penuh kemenangan. “Kalian semua bangsat! Bangsat!”Saat berjalan sempoyongan menuju ambang pintu, tiba-tiba Raline merasakan perutnya seperti ditusuk ribuan jarum.Raline terhenti sesaat. Pada saat yang sama, ia tubuhnya membungkuk menahan sakit yang luar biasa. Kini, tangan kanan Raline memegangi perut yang terasa melilit seperti diremas. Tapi, ia tak berhenti. Ia tak mau jadi bahan tertawaan. Kini, ia tetap berjalan sempoyongan sambil mencari pegangan.Begitu Raline memegangi tembok di sampingnya, ia mengerang kesakitan, “Aaaargh!”Tak lama kemudian, tubuhnya ambruk dan karyawan Diana kocar kacir menolongnya. Mereka semua menghampiri Raline yang tak sadarkan diri itu.“Hei, bangun! Hei, bangunlah!”
“Tunggu dulu!”Tapi, Diana tak membiarkan hal itu terjadi. Ia pun segera menyalakan laptopnya dan bersiap melancarkan serangan balasan.“Apa lagi?”Pada saat yang sama, Raline melihat wajah Diana yang masam. Ia tahu, Diana pasti tak tahan dengan suara desahannya. Maka, ia pun segera menyetopnya saat rekaman suara itu baru terputar tiga detik. “Oh, aku tahu. Kamu pasti kepanasan, ‘kan mendengar suara suamimu bercinta denganku? Jadi, kurasa tidak perlu melanjutkannya, sih. Aku hanya tidak mau kamu kolaps mendadak karena syok dan kejang-kejang di tempat ini! Jadi—”Sebelum Raline mengacaukan emosinya, Diana sudah mengantisipasi. Sambil memutar layar ke hadapan Raline, ia berkata, “Sebelum kamu melanjutkan ucapanmu, lihatlh ini sebentar. Barangkali kamu syok dengan apa yang kamu lihat nanti.”Raline menatap Diana sangat jengah, meski ia tak suka Diana menyetop ucapannya, tapi ia juga penasaran dengan apa yang ada di layar laptop ter







