LOGIN“Sebenarnya apa yang terjadi sih, Yang? Kok Shanum tiba-tiba tenggelam di kolam?”
Setelah shanum mendapatkan perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat, Damar menghampiri istrinya yang tampak kacau. Diana juga bahkan masih mengenakan celemek hitam yang penuh tepung.Kini, Diana menoleh pada sang suami. Air matanya belum mengering saat ia memeluk erat suaminya. “Aku juga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, Mas. Dari dapur aku tidak terlalu memperhatikanmu Claudia dan Shanum masih cekikikan di dekat kolam. Setelah itu, hening beberapa saat dan terdengar teriakan Claudia saja.”“Ck! Pasti ada sesuatu yang dilakukan Claudia pada putri kita!” tebak Damar. Ia tahu, Claudia itu anaknya sangat usil dan jahil. Maka tebakannya bisa saja benar.Meskipun Diana sempat curiga pada Claudia tetapi ia tidak ingin menyalahkan keponakannya tersebut. Lagi pula, sama suami juga belum mengecek CCTV di sekitar sana dan ia belum dapat menyimpulkan.“Mas, ka“Kabar buruk apa, Dok! Katakan, apa yang terjadi pada anak saya! Apa dia ….”Damar tak melanjutkan ucapannya. Ia terlalu takut mengungkapkan apa yang menjadi ketakutannya sejak tadi.Saat dokter itu terdiam dan belum memberi penjelasan, Diana maju. Ia mendesak dengan suara serak basah, air matanya pun turut berderai.“Dokter … katakan ada apa! Anak saya selamat, ‘kan? Selamat, ‘kan? Iya, ‘kan, Dok? Tidak ada apa pun dengannya, ‘kan?”Dokter lelaki itu tampak mengembus panjang. Setelahnya, ia menyatakan, “Nona Shanum selamat.”Hal itu membuat Diana dan Damar bersyukur serentak. “Syukurlah. Lalu, apa yang terjadi?”“Begini, Tuan Damar dan Nyonya Diana. Karena Nona Shanum cukup lama tenggelam, dia mengalami edema paru.” Melihat kebingungan di wajah kedua orang tua itu, Dokter itu menjelaskan lebih lanjut, “Edema paru adalah kondisi di mana terjadi penumpukan cairan di paru-paru. Tenggelam dalam waktu lama menyebabkan air m
“Sebenarnya apa yang terjadi sih, Yang? Kok Shanum tiba-tiba tenggelam di kolam?”Setelah shanum mendapatkan perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat, Damar menghampiri istrinya yang tampak kacau. Diana juga bahkan masih mengenakan celemek hitam yang penuh tepung. Kini, Diana menoleh pada sang suami. Air matanya belum mengering saat ia memeluk erat suaminya. “Aku juga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, Mas. Dari dapur aku tidak terlalu memperhatikanmu Claudia dan Shanum masih cekikikan di dekat kolam. Setelah itu, hening beberapa saat dan terdengar teriakan Claudia saja.”“Ck! Pasti ada sesuatu yang dilakukan Claudia pada putri kita!” tebak Damar. Ia tahu, Claudia itu anaknya sangat usil dan jahil. Maka tebakannya bisa saja benar.Meskipun Diana sempat curiga pada Claudia tetapi ia tidak ingin menyalahkan keponakannya tersebut. Lagi pula, sama suami juga belum mengecek CCTV di sekitar sana dan ia belum dapat menyimpulkan.“Mas, ka
“Tolong! Tolong! Tante, Ommmmm! Shanum tenggelaaaaam!” Alih-alih berlari dan meminta bantuan pada orang-orang yang ada di dalam rumah, Claudia justru menjerit histeris. Di tepi kolam, Claudia masih maju mundur untuk menyelamatkan Shanum. Sesekali, ia mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk masuk ke dalam air. Tetapi mengingat kolam renang itu sangat dalam dan tidak diperuntukkan bagi anak kecil, maka ia mengurungkan niatnya. Sedangkan di dalam rumah, Diana menghentikan gerakannya ketika hendak memasukkan adonan kue ke dalam oven. Ia menoleh ke pintu sebelahnya dan berlari ke sana. Teriakan Claudia makin menggila dan ia sangat panik. “Claudia, ada apa?” tanya Diana Sambil menggerakkan tangannya agar Tantenya mendekat, Claudia berujar panik, “Om, Tanteeee! Shanum tenggelam! Tolongin, Tante, Om, tolongin! Aaaaaa! Itu! Itu Shanum tenggelam!” Diana menatap permukaan air kolam yang
“Hoam ….”Damar menguap tatkala sampai di kediamannya. Semalaman, ia menjaga Jimmy dan sekarang, ia baru kembali ke rumah.Di ambang pintu, Sagara berjalan ke arahnya. Seketika, rasa lelahnya menguar begitu saja. Ia menggendong putranya yang menggemaskan sambil berjalan menghampiri Diana yang ternyata sedang membuat kue di dapur.“Sayang?”“Mas, kamu pulang?” Diana segera melepas celemeknya. Ia mencuci tangan kemudian menghampiri suaminya dan memberi pelukan singkat.“Iya, aku pulang. Capek, Yang.”“Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Aku siapin sarapan. Belum sarapan, ‘kan?”“Udah, Yang di jalan tadi. Aku mau mandi terus tidur sebentar.”“Oh, ya udah, Mas.” Diana segera mengambil Sagara dari gendongan Damar. Ia menenangkan bocah tampan itu yang merengek, seolah enggan lepas dari sang ayah. “Hm, nanti ikut Ayah lagi. Ayah capek, Boy.”“Mana anak-anak?” tanya Damar. Ia melirik ke seluruh penjuru rumah, tap
“Aku hanya ingin berdamai denganmu dan aku tidak ingin menambah konflik di antara kita. Jadi, lebih baik kamu setuju saja untuk mempertahankan anak itu sampai 8 bulan kedepan daripada aku memperpanjang masalah ini. Kau mengerti?” tekan Jimmy pada wanita cantik yang tengah menangis itu. Sejujurnya, Jimmy sangat kasihan pada Raline yang pasti sangat syok dengan kabar kehamilan itu. Tapi, Jimmy juga tidak bisa melakukan apapun karena semua sudah kejadian dan tidak bisa dicegah. Sial bagi Raline yang tidak menginginkan hal tersebut. Ia mengira tidak akan serumit ini tetapi ia salah. Jimmy tak akan mudah diluluhkan. “Demi Tuhan! Aku tidak Sudi mengandung anakmu dan jangan paksa aku untuk mempertahankannya! Kamu yang menghadirkan anak ini ke dunia! Kalau kamu mau mempertahankannya, silakan ambil dan kandung sendiri! Aku tidak mau membawa beban itu selama 8 bulan ke depan!” tolaknya mentah-mentah. Raline membayangkan anak yang dik
“Aku harus pergi. Paling tidak aku harus menjauhi Pak Damar sementara waktu. Masalah anak, bisa ku gugurkan di luar negeri. Toh, di beberapa negara melegalkan aborsi karena banyak juga orang yang terjebak ONS, atau apa lah itu. Ya, ya, ya. Aku akan mengungsi ke tempat Bibi di Jiangsu, dan aku akan aman.”Setelah kabur semalaman dan bersembunyi di rumah temannya agar tak dikejar orang-orang suruhan Damar, Raline segera menuju bandara.Semalaman Raline mencari tiket ke China dan akhirnya pagi ini pukul 8 ia akan bertolak ke China.Kini, Raline berdiri mematung di tengah hiruk pikuk Bandara. Ia tak membawa banyak barang. Hanya sebuah tas ransel berisi beberapa potong pakaian, powerbank, juga dompet. Tapi, tas ransel itu cukup memberatkan. Ia sampai terengah-engah karena berlari sambil membawa beban berat.“Ck! Ayolah, jangan membuatku susah! Ayo cepat pergi sebelum tertangkap!” Sebenarnya semalam, Raline tidak bisa tidur sama seka







