Share

Chapter 8: Tanda Kehamilan

Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.

“Ratih,” lirih suara itu pelan.

“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.

Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.

“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.

“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.

          Ratih mengatakan jika ia harus terpaksa melarikan diri bersama Kevin karena Kevin sebelumnya berjanji akan menolongnya. Kevin berjanji jika mereka akan kembali pulang ke kota ketika keadaan mulai membaik. Namun pahit kenyataan harus Ratih hadapi disaat Ibunya mengatakan jika Ibu Kevin sama sekali tak bersedia untuk membantu. Terlebih sepertinya Ibu Kevin sangat ingin mencari putranya karena suatu hal dan Ibu Ranti mengatakan bahwa Kevin akan segera dinikahkan dengan gadis lain.

          Mengetahui hal itu, Ratih terduduk dan menangis pilu dan ini ia tak tau harus berbuat apa. Ranti merasa apapun masalah yang ia hadapi, tak kunjung terselesaikan, malah berubah menjadi malapetaka. Kini Laila juga ikut bingung akan bagaimana caranya mereka kembali lagi ke kota terlebih sepertinya mereka telah dibuang di sana dan mau tidak mau, mereka harus tetap tinggal disana untuk sementara waktu hingga menemukan cara untuk pulang.

“Lupakan soal Kevin,” ucap Pak Akbar yang menimbrung pembicaraan.

“Tidak bisa Pak,” sahut Ratih dengan air mata yang terus bercucuran di kedua pipinya.

“Kau dan Ibumu bisa tinggal sementara waktu di sini, kami akan dengan senang hati membantu kalian. Mulai sekarang kau harus memulai hidup baru bersama Ibumu, Ratih. Keadaan juga telah memaksamu untuk tetap kuat menerima semua kenyataan ini,” ucap Pak Akbar membuat Ratih berpikir jika ada benarnya untuk Ratih memulai hidup baru.

          Terlebih Kevin dirasa telah membohongi dirinya dan mulai sekarang akan sulit bagi Ratih untuk menemui pemuda itu lagi. Melihat pemuda itu telah dijemput secara paksa saja sudah jelas mengatakan jika pemuda itu tak akan dengan mudah kembali lagi kemari.

.

Hari demi hari Ratih jalani, begitu juga dengan Laila yang harus ikut bekerja membantu Ibu Sasmi berjualan buah-nuahan beserta biji bunga matahari. Lambat laun keadaan mulai dirasa bisa ditangani walaupun sebelumnya banyak isu tak mengenakkan yang beredar tentang Ratih besertaIbunya. Tetapi Pak Akbar mencoba menyembunyikan fakta dan mengatakan jika Ratih dan Ibunya merupakan kerabat jauh Pak Akbar dari kota. Namun sudah beberapa hari Ranti tak mau bicara pada Bian dan pemuda itu tidak tau alasannya, namun tetap saja pemuda itu terus saja mencoba untuk mendekati Ratih.

“Harus sampai kapan kau mengacuhkan diriku,” ucap Bian mencoba membantu Ratih membawa seember air ditangannya namun ditepis oleh Ratih.

“Jangan coba bicara denganku,” sahut Ratih yang mencoba berjalan menjauhi Bian.

“Kau masih kesal tentang pacarmu itu ya?” tanya Bian yang kini membuat Ratih menghentikan langkahnya.

“Kenapa kau tega memberitahu tempat persembunyian kami?” tanya balik Ratih yang akan mulai menangis lagi.

“Apa maksudmu? Aku tak memberitahukan apapun soal kalian,” jawab Bian mulai kebingungan.

“Bohong,” teriak Ratih yang membuat Bian terkejut karenanya.

“Sungguh,” kali ini Bian rela menghalangi jalan gadis itu untuk melihat wajahnya lebih dekat.

          Ratih menatapi Bian dengan perasaan campur aduk dan jelas sekali ia melihat saat Kevin tertangkap, pemuda itu tersenyum kegirangan. Namun sepertinya Bian bersungguh-sungguh jika ia sama sekali tak ada sangkut paut dengan kejadian penangkapan itu.

“Tapi aku melihat kau tersenyum senang di hari itu,” ucap Ratih sedikit memelankan suaranya.

“Jujur aku tidak suka penampilannya, karena dia terlihat seperti pemuda yang tak benar saja. Terlebih ketika aku tau jika ia membawamu sejauh ini kemari. Tapi sungguh, aku tak mengatakan apapun kepada orang berjas hitam itu soal kedatangan kalian,” kini Bian hanya bisa pasrah apakah Ratih akan percaya padanya atau tidak.

“Kalau begitu... terimakasih,” hanya itu yang mampu Ratih ucapkan tanpa tau harus apa ia setelah ini.

“Maafkan aku jika aku terlihat begitu picik, tapi menurutku kau harus menjauhi orang-orang seperti mereka,” ucapan Bian yang hanya diangguki pelan saja oleh Ratih.

.

          Sementara itu di kediamannya. Kevin tengah bingung saat mendapati jika Ibu dan Ayahnya tengah bertengkar. Kevin beberapa waktu lalu menjadi setuju akan kemauan Ibunya untuk menikah demi kebaikan Ratih. Beberapa ancaman demi ancaman terus saja datang dari Ibunya hingga Kevin tak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan Ibunya.

“Bisakah kalian berhenti bertengkar?” tanya Kevin membuat Ibu bahkan Ayahnya saling menghentikan argumen mereka dan menatap kearah Kevin yang kini tengah marah melihat kelakuan kedua orangtuanya.

          Sesekali Kevin melirik kepada beberapa orang disana yang menunggu akan keputusannya, dan dengan menghela nafas, akhirnya Kevin mengangguk dan mengiyakan kemauan Ibunya untuk bertemu dengan keluarga dari calon istrinya malam ini.

“Aku akan pergi menemui mereka,” ucap Kevin membuat Ibunya tertawa penuh kemenangan.

“Sejak kapan kau menjadi seseorang yang penurut seperti ini?” tanya Ayahnya yang hanya dihiraukan saja oleh Kevin.

          Beberapa asisten Ibunya bahkan mempersiapkan pakaian yang cocok untuk digunakan oleh Kevin saat akan menghadiri acara tersebut. Walaupun hatinya sedang gundah, Kevin sudah bertekad akan melakukan yang terbaik agar Ibunya mau dengan senang hati menuruti kemauan Kevin untuk menolong keluarga Ranti. Dan pada akhirnya pertemuan itu pun berlanjut dengan membicarakan tentang rencana pernikahan antara Kevin dan juga anak rekan Ibunya yang bernama Aira .

“Bagaimana jika kita mengadakan pernikahan ini 3 bulan dari sekarang?” tanya Ayah Kevin kepada pihak keluarga yang akan menjadi besanannya.

          Semuanya setuju terlebih pernikahan seperti ini bukanlah perihal yang mudah, ada banyak hal yang harus di persiapkan. Dari mulai tamu undangan, sewa bangunan tempat pernikahan, dekorasi, makeup, pakaian bahkan sampai ke menu yang akan disuguhkan juga. Sayangnya Kevin merasa 3 bulan juga terlalu cepat, ia tak yakin apakah benar ia harus melakukan hal semacam ini.

.

          Malam semakin larut dan Ratih mulai sulit untuk tidur. Walaupun ia berusaha tak memikirkan Kevin, tetap saja pikiran tentangnya serasa terus menghantui. Ratih tidak mengerti kenapa semuanya terasa begitu rumit dan sudah sejauh ini juga ia bertahan. Tapi disisi lain, Ratih masih merasa senang karena masih banyak orang yang mau membantunya dan Ibunya di sini.

“Sayang, kau belum tidur juga?” tanya Ibu Ratih kemudian masuk ke kamar untuk memeriksa keadaan Ratih.

“Aku pikir jika yang dikatakan Pak Akbar ada benarnya, Ibu. Entah mengapa, aku merasa sangat muak jika memikirkan soal Kevin melulu dan mulai sekarang aku akan berusaha keras melupakannya,” ujar Ratih membuat Ibunya tersenyum tulus kepadanya.

“Bukannya Ibu mencoba mempengaruhi dirimu juga Ratih, tapi untuk sementara biarlah kita tinggal disini dan mencoba hal baru.”

“Lalu bagaimana dengan Lisa?” tanya Ratih yang juga sedari dulu sudah memikirkan tentang nasib adiknya.

“Ibu yakin jika Lisa baik-baik saja disana,” jawab Ibu Ratih yang sejujurnya juga tengah khawatir namun tak terlalu ia perlihatkan.

“Aku berharap bisa menghubunginya lagi nanti,” ucap Ratih kemudian menatapi bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di gelapnya malam.

          Ratih pada akhirnya tertidur di dalam pelukan Ibunya, namun tak beberapa lama, gadis itu terbangun lagi karena tiba-tiba saja Ratih merasa jika perutnya sedikit mules dan terasa tak enakan. Dengan segera Ratih pergi ke toilet dengan Ibunya yang memperhatikan tanpa rasa curiga. Sedangkan di toilet, beberapa kali Ratih merasakan jika keadaannya terasa semakin melemah, terlebih sesekali ia sering kali merasa mual.

“Tidak mungkin jika aku hamil kan?” tanya Ratih lebih kepada dirinya sendiri.

          Ratih diam-diam melumurkan banyak minyak angin di seluruh tubuhnya dan berpikir jika ia mungkin saja hanya sedang kelelahan dan masuk angin sampai-sampai ia merasa perutnya kembung dan mual.

... To be continued ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status