Share

PENDEKAR JARUM MAUT

Seiring itu, Panca bangkit. Serangan telak tapak gabungan dua orang tadi cukup kuat, sehingga membuat tubuhnya lumayan kerepotan.

"Dua Pedang Kembar? Apa itu mereka?" batin Panca, seiring tatapannya menyorot pada dua orang tersebut.

"Ludaya? Ludayo?" seru Sabit Kematian.

Memang benar. Dua orang berbadan ideal dengan pedang menyilang di punggungnya merupakan pendekar Dua Pedang Kembar. Seperti Sabit, mereka juga datang atas panggilan dari sinyal Kapak barusan.

Ludaya dan Ludayo bukanlah nama asli mereka, melainkan nama pedang. Ludaya memiliki esensi angin, sedang Ludayo adalah api. Keduanya sama-sama merupakan pedang istimewa. Tidak heran jika pemiliknya cukup kuat.

"Mereka akan sampai," jawab Ludaya, si pria dengan ikat kepala putih. Rambutnya yang panjang, tampak dikucir dan tergerai hingga punggung.

"Itu mereka." Ludayo menimpal. Wajahnya tidak beda degan kakanya, Ludaya. Penampilan mereka pun mirip. Hanya ikat kepala merahnya yang membedakan.

Dan benar saja. Satu per satu anggota Tengkorak Ireng bermunculan. Mereka turun berpijak di tanah, setelah melompati pepohonan untuk sampai ke tempat itu.

Terlihat si kekar gimbal dengan pakaian hitam. Dia dijuluki Pedekar Cakar Setan. Ada juga pria sebaya Panca dengan tombak peraknya, si Pendekar Tombak Perak. Terakhir ada Pendekar Jarum Maut, pemuda dengan tinggi badan kurang dari satu meter. Meski begitu, dia adalah anggota paling tua dan paling berkompetensi dari semuanya.

"Ada apa?" Jarum Maut menatap Kapak Tengkorak.

"Kakak Jarum? Lihatlah siapa orang di sana!" Sabit Kematian kemudian menoleh ke arah Panca.

Setelah itu, tak ayal mereka yang baru saja tiba segera menyorot tatapan mereka pada Panca.

"Siapa dia?" tanya Tombak Perak.

"Dia Panca. Orang yang menjadi buronan persilatan." Sabit Kematian mejawab.

Hal tersebut membuat Pedang Kembar dan lainnya terkejut, kecuali Jarum Maut. Jarum Maut saat itu hanya memasang raut biasa saja.

"Adik Kapak Tengkorak? Sini, mendekatlah kepadaku."

PLAK!

Saat Kapak merendahkan tubuh. Segera Jarum Maut menyapu pipi kanan Kapak dengan cukup kuat, sehingga terdengar jelas bunyinya.

Kapak Tengkorak yang menerimanya pun spontan mendelik. Dia terkejut dengan sikap tiba-tiba Jarum Maut.

Di sisi lain, Panca juga sontak mengerut dahi. Tidak mengerti apa yang sedang dilihatnya ini. Lantas karena dipikirnya orang-orang tersebut tidak cukup penting dan membuang waktunya. Sehingganya Panca segera memasukkan pedang pada sarung, kemudian langsung menekan pijakan dan melompat untuk meninggalkan tempat tersebut.

Gerakan Panca sontak dapat dirasakan Jarum Maut. Membuat Jarum Maut sejenak memutar tubuhnya dan seiring itu terlihat sejumlah jarum beracun melesat cepat ke arah Panca yang posisinya tengah berada di udara.

Menyadari serangan. Tentu saja Panca segera melakukan beberapa gerakan, untuk menghindari jarum-jarum tersebut. Setelahnya, Panca langsung berpijak di dahan pohon sekitar situ.

"Sebenarnya apa mau kalian?" tegas Panca.

"Jika tidak ingin mati, maka diamlah di tempatmu!" Jarum Maut mengingatkan, dengan nada yang begitu dingin dibarengi aura penindasan yang merembes keluar tubuhnya. Seolah Panca akan bergidik dengan hal tersebut.

Kemudian Jarum Maut menatap ke arah Kapak Tengkorak.

"Hanya mengurusi satu cacing kecil saja kau sampai menggunakan sinyal untuk mengumpulkan anggota. Kau sudah tahu, menggunakan sinyal hanya untuk kondisi mendesak saja."

"Tapi, Kakak. Aku tidak ingin kalian melewatkan kesempatan ini. Bukankah masing-masing dari kita menginginkan pria itu?"

"Itu urusan kalian! Aku tidak tertarik dengan orang lemah sepertinya. Tidakkah kau ingat jika kita sekarang sedang dalam penyamaran? Bagaimana jika mereka mengenali sinyal tadi?"

Jarum Maut tidak suka dengan kelakuan Kapak Tengkorak bukan tanpa alasan. Dia bukan tidak menunjukkan sikap solidaritas kelompok. Hanya saja mereka sedang berselisih dengan sekte Bintang Merah. Mereka telah berpencar beberapa hari ini untuk sementara menghindari orang-orang sekte Bintang Merah dan sekaligus mengumpulkan kekuatan untuk dapat menaklukan sekte tersebut.

"Hei! Apa kalian sudah selesai bergosip? Kalian terlihat seperti wanita yang sedang berbelanja di pasar!" tandas Panca. "Terlebih anak kecil itu! Apa dia sedang kehilangan ibunya?"

Hal tersebut pun segera membuat semuanya menatap ke arah Panca.

"Huh! Lancang sekali!" Jarum Maut dengan raut dahi mengerut.

"Kurang ajar! Dasar sampah sialan!" kecam Tombak Perak.

Tombak Perak yang juga tersulut emosi segera melesat ke arah Panca. Namun, baru saja setengah perjalanan. Eksistensi lain dengan cepat melintasi Tombak Perak dan membuat Tombak Perak sedikit tertegun.

Panca yang menyadari eksistensi yang sangat cepat itu pun sontak langsung bersiap, hingga akhirnya keduanya terlibat aksi saling serang.

"Kakak?" batin Tombak Perak. Tidak beda dengan para rekannya yang lain.

Gerakan yang begitu cepat dan energi yang dirembeskan, menyadarkan mereka bahwa yang saat itu sedang bertarung dengan Panca adalah Jarum Maut.

Begitu cepat gerakan dan serangan Jarum Maut kepada Panca. Namun, Panca terlihat menikmati gempuran tersebut. Dia bergerak ke kiri dan kanan, selaras dengan kecepatan yang diberikan Jarum Maut. Tidak ragu juga Panca mengembalikan serangan, membuat Jarum Maut terkejut dengan kapabilitas Panca.

Lantas tidak lama keduanya saling beradu telapak tangan hingga menciptakan angin yang menghempas ke segala arah dan membuat pepohonan bergoyang. Keduanya pun terpisah beberapa jarak.

"Anak ini. Tidak bisa dianggap remeh. Aku juga tidak boleh menyalahkan Kapak Tengkorak yang tidak bisa melawannya sendirian." Jarum Maut, dalam hatinya.

"Kakak?"

"Kakak?"

Kemudian Kapak Tengkorak dan lainnya datang menghampiri Jarum Maut. Terlihat mereka juga cukup terheran, kenapa Jarum Maut yang eksistensinya paling hebat di kelompok tersebut, dapat dengan mudah diimbangi oleh Panca.

"Kakak? Kau tidak apa-apa?" Sabit Kematian menatap Jarum Maut.

"Kurang ajar! Kau akan membayar ucapan lancangmu tadi pada kakak Jarum!"

Lantas Tombak Perak segera mengabil langkah untuk menggempur Panca. Hendak disusul oleh Pedang Kembar dan juga Cakar Setan serta Kapak Tengkorak. Namun, Jarum Maut langsung menghentikannya.

"Ada apa, Kakak?" Sabit Kematian penasaran.

"Sebaiknya kita pergi dari tempat ini. Ada eksistensi lain yang sedang menuju ke sini."

Jarum Maut merasakan ada kekuatan yang mendekat. Dia curiga jika itu merupakan orang-orang sekte Bintang Merah. Sekte tersebut memiliki murid-murid yang kekuatannya cukup mumpuni. Jika tidak segera meningkatkan kekuatan, maka kelompok Tengkorak Ireng dikhawatirkan akan hancur di tangan sekte tersebut.

Hal itu juga bukan satu-satunya alasan. Di depan mereka ada Panca yang kekuatannya sangat misterius. Di samping itu, Jarum Maut juga masih terluka setelah terakhir bertarung dengan Baruda Benggala, pemimpin sekte Bintang Merah.

"Hei! Apa lagi yang kalian tunggu? Apa hanya segini, kekuatan Tengkorak Ireng yang terkenal itu? Cih! Memuakkan!" Panca dengan nada provokasinya. Dia sudah terlanjur jengkel kepada mereka yang tanpa alasan menyerangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status