Share

PENDEKAR JARUM MAUT

Penulis: kazuhiro
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-10 17:18:28

Seiring itu, Panca bangkit. Serangan telak tapak gabungan dua orang tadi cukup kuat, sehingga membuat tubuhnya lumayan kerepotan.

"Dua Pedang Kembar? Apa itu mereka?" batin Panca, seiring tatapannya menyorot pada dua orang tersebut.

"Ludaya? Ludayo?" seru Sabit Kematian.

Memang benar. Dua orang berbadan ideal dengan pedang menyilang di punggungnya merupakan pendekar Dua Pedang Kembar. Seperti Sabit, mereka juga datang atas panggilan dari sinyal Kapak barusan.

Ludaya dan Ludayo bukanlah nama asli mereka, melainkan nama pedang. Ludaya memiliki esensi angin, sedang Ludayo adalah api. Keduanya sama-sama merupakan pedang istimewa. Tidak heran jika pemiliknya cukup kuat.

"Mereka akan sampai," jawab Ludaya, si pria dengan ikat kepala putih. Rambutnya yang panjang, tampak dikucir dan tergerai hingga punggung.

"Itu mereka." Ludayo menimpal. Wajahnya tidak beda degan kakanya, Ludaya. Penampilan mereka pun mirip. Hanya ikat kepala merahnya yang membedakan.

Dan benar saja. Satu per satu anggota Tengkorak Ireng bermunculan. Mereka turun berpijak di tanah, setelah melompati pepohonan untuk sampai ke tempat itu.

Terlihat si kekar gimbal dengan pakaian hitam. Dia dijuluki Pedekar Cakar Setan. Ada juga pria sebaya Panca dengan tombak peraknya, si Pendekar Tombak Perak. Terakhir ada Pendekar Jarum Maut, pemuda dengan tinggi badan kurang dari satu meter. Meski begitu, dia adalah anggota paling tua dan paling berkompetensi dari semuanya.

"Ada apa?" Jarum Maut menatap Kapak Tengkorak.

"Kakak Jarum? Lihatlah siapa orang di sana!" Sabit Kematian kemudian menoleh ke arah Panca.

Setelah itu, tak ayal mereka yang baru saja tiba segera menyorot tatapan mereka pada Panca.

"Siapa dia?" tanya Tombak Perak.

"Dia Panca. Orang yang menjadi buronan persilatan." Sabit Kematian mejawab.

Hal tersebut membuat Pedang Kembar dan lainnya terkejut, kecuali Jarum Maut. Jarum Maut saat itu hanya memasang raut biasa saja.

"Adik Kapak Tengkorak? Sini, mendekatlah kepadaku."

PLAK!

Saat Kapak merendahkan tubuh. Segera Jarum Maut menyapu pipi kanan Kapak dengan cukup kuat, sehingga terdengar jelas bunyinya.

Kapak Tengkorak yang menerimanya pun spontan mendelik. Dia terkejut dengan sikap tiba-tiba Jarum Maut.

Di sisi lain, Panca juga sontak mengerut dahi. Tidak mengerti apa yang sedang dilihatnya ini. Lantas karena dipikirnya orang-orang tersebut tidak cukup penting dan membuang waktunya. Sehingganya Panca segera memasukkan pedang pada sarung, kemudian langsung menekan pijakan dan melompat untuk meninggalkan tempat tersebut.

Gerakan Panca sontak dapat dirasakan Jarum Maut. Membuat Jarum Maut sejenak memutar tubuhnya dan seiring itu terlihat sejumlah jarum beracun melesat cepat ke arah Panca yang posisinya tengah berada di udara.

Menyadari serangan. Tentu saja Panca segera melakukan beberapa gerakan, untuk menghindari jarum-jarum tersebut. Setelahnya, Panca langsung berpijak di dahan pohon sekitar situ.

"Sebenarnya apa mau kalian?" tegas Panca.

"Jika tidak ingin mati, maka diamlah di tempatmu!" Jarum Maut mengingatkan, dengan nada yang begitu dingin dibarengi aura penindasan yang merembes keluar tubuhnya. Seolah Panca akan bergidik dengan hal tersebut.

Kemudian Jarum Maut menatap ke arah Kapak Tengkorak.

"Hanya mengurusi satu cacing kecil saja kau sampai menggunakan sinyal untuk mengumpulkan anggota. Kau sudah tahu, menggunakan sinyal hanya untuk kondisi mendesak saja."

"Tapi, Kakak. Aku tidak ingin kalian melewatkan kesempatan ini. Bukankah masing-masing dari kita menginginkan pria itu?"

"Itu urusan kalian! Aku tidak tertarik dengan orang lemah sepertinya. Tidakkah kau ingat jika kita sekarang sedang dalam penyamaran? Bagaimana jika mereka mengenali sinyal tadi?"

Jarum Maut tidak suka dengan kelakuan Kapak Tengkorak bukan tanpa alasan. Dia bukan tidak menunjukkan sikap solidaritas kelompok. Hanya saja mereka sedang berselisih dengan sekte Bintang Merah. Mereka telah berpencar beberapa hari ini untuk sementara menghindari orang-orang sekte Bintang Merah dan sekaligus mengumpulkan kekuatan untuk dapat menaklukan sekte tersebut.

"Hei! Apa kalian sudah selesai bergosip? Kalian terlihat seperti wanita yang sedang berbelanja di pasar!" tandas Panca. "Terlebih anak kecil itu! Apa dia sedang kehilangan ibunya?"

Hal tersebut pun segera membuat semuanya menatap ke arah Panca.

"Huh! Lancang sekali!" Jarum Maut dengan raut dahi mengerut.

"Kurang ajar! Dasar sampah sialan!" kecam Tombak Perak.

Tombak Perak yang juga tersulut emosi segera melesat ke arah Panca. Namun, baru saja setengah perjalanan. Eksistensi lain dengan cepat melintasi Tombak Perak dan membuat Tombak Perak sedikit tertegun.

Panca yang menyadari eksistensi yang sangat cepat itu pun sontak langsung bersiap, hingga akhirnya keduanya terlibat aksi saling serang.

"Kakak?" batin Tombak Perak. Tidak beda dengan para rekannya yang lain.

Gerakan yang begitu cepat dan energi yang dirembeskan, menyadarkan mereka bahwa yang saat itu sedang bertarung dengan Panca adalah Jarum Maut.

Begitu cepat gerakan dan serangan Jarum Maut kepada Panca. Namun, Panca terlihat menikmati gempuran tersebut. Dia bergerak ke kiri dan kanan, selaras dengan kecepatan yang diberikan Jarum Maut. Tidak ragu juga Panca mengembalikan serangan, membuat Jarum Maut terkejut dengan kapabilitas Panca.

Lantas tidak lama keduanya saling beradu telapak tangan hingga menciptakan angin yang menghempas ke segala arah dan membuat pepohonan bergoyang. Keduanya pun terpisah beberapa jarak.

"Anak ini. Tidak bisa dianggap remeh. Aku juga tidak boleh menyalahkan Kapak Tengkorak yang tidak bisa melawannya sendirian." Jarum Maut, dalam hatinya.

"Kakak?"

"Kakak?"

Kemudian Kapak Tengkorak dan lainnya datang menghampiri Jarum Maut. Terlihat mereka juga cukup terheran, kenapa Jarum Maut yang eksistensinya paling hebat di kelompok tersebut, dapat dengan mudah diimbangi oleh Panca.

"Kakak? Kau tidak apa-apa?" Sabit Kematian menatap Jarum Maut.

"Kurang ajar! Kau akan membayar ucapan lancangmu tadi pada kakak Jarum!"

Lantas Tombak Perak segera mengabil langkah untuk menggempur Panca. Hendak disusul oleh Pedang Kembar dan juga Cakar Setan serta Kapak Tengkorak. Namun, Jarum Maut langsung menghentikannya.

"Ada apa, Kakak?" Sabit Kematian penasaran.

"Sebaiknya kita pergi dari tempat ini. Ada eksistensi lain yang sedang menuju ke sini."

Jarum Maut merasakan ada kekuatan yang mendekat. Dia curiga jika itu merupakan orang-orang sekte Bintang Merah. Sekte tersebut memiliki murid-murid yang kekuatannya cukup mumpuni. Jika tidak segera meningkatkan kekuatan, maka kelompok Tengkorak Ireng dikhawatirkan akan hancur di tangan sekte tersebut.

Hal itu juga bukan satu-satunya alasan. Di depan mereka ada Panca yang kekuatannya sangat misterius. Di samping itu, Jarum Maut juga masih terluka setelah terakhir bertarung dengan Baruda Benggala, pemimpin sekte Bintang Merah.

"Hei! Apa lagi yang kalian tunggu? Apa hanya segini, kekuatan Tengkorak Ireng yang terkenal itu? Cih! Memuakkan!" Panca dengan nada provokasinya. Dia sudah terlanjur jengkel kepada mereka yang tanpa alasan menyerangnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Eksistensi Putra Guntur   KEMBALINYA PANCA

    Sangat familier, hingga sontak mata Wira mendapati sebuah cahaya kebiruan memancar di udara dan jatuh bak meteor tidak jauh di depannya. Bunyi ledakan energi terdengar jelas, seiring hempasan angin yang cukup hebat meluas ke segala arah."Mustahil. Apa aku tidak salah lihat?" celetuk Wira. Kemudian dia berucap lirih, sedikit tertegun. "Tuan?"Di sisi lain, Huzen juga membulatkan matanya. "Apakah ini ...?"Siapa lagi kalau bukan Panca. Terlihat dengan raut tegas, Panca mengayunkan pedang, seiring percikan petir menyelimuti tubuhnya. Hanya butuh sekian detik, para binatang siluman di tempat itu terpental hingga tewas setelah menerima serangan Panca."Tuan? Tuan!"Wira berlari ke arah Panca dengan perasaan sangat senang. Huzen juga menyusul. Tanpa basa-basi Wira memeluk Panca, yang saat itu Panca terdiam sejenak dengan tidak membalas pelukannya."Tuan? Awalnya aku sangat mengkhawatirkanmu, kemudian percaya kau tidak akan kembali, aku pikir aku tidak akan bisa lepas dari merindukanmu. Dan

  • Eksistensi Putra Guntur   ENERGI YANG FAMILIER

    "KHI KHI KHI. Setelah tiga hari tidak bertemu, rupanya kau sudah mengumpulkan nyali untuk bersikap sombong. Huh. Tidak peduli betapa kerasnya kau melatih kemampuanmu. Pada dasarnya ini adalah alam kami dan manusia yang telah sampai di tempat ini, hanyalah daging segar yang pantas untuk dipanggang. KHI KHI KHI.""Jangan banyak omong," sela Panca."KHI KHI KHI. Hajar dia!"Atas perintah pemimpin makhluk neraka alam bawah, seluruh rekannya pun segera berlari ke arah Panca sambil menyeringai. Beberapa dari mereka kemudian melompat dan segera menggempur Panca dengan pedang besar bergerigi.Panca sedikit menyerong kakinya dan bergerak menghindar dengan sangat lihai, yang membuat para makhluk neraka alam bawah itu cukup terkejut. Bagaimana bisa seorang manusia yang tiga hari kemarin sangat lemah, sekarang memiliki kemampuan yang sangat baik.Para makhluk neraka alam bawah itu terus saja mengayunkan pedangnya. Namun, hingga beberapa detik berlangsung, belum ada yang membuat Panca merasa teran

  • Eksistensi Putra Guntur   PEDANG NAGA API

    Leluhur Siang lalu menoleh ke arah Tikus Api Ungu, yang membuat Tikus Api Ungu langsung mengerti. Tikus Api Ungu segera merapalkan beberapa gerakan tangan dan seketika sebilah pedang muncul setelah cahaya keunguan memancar di telapak tangannya."Ambilah. Itu untukmu," ucap Leluhur Siang.Panca agak mendelik, lalu sedikit ragu-ragu mengambil pedang tersebut. Saat Panca menyentuh gagang pedang, pedang tersebut lekas memancarkan cahaya kuning kemerahan."Pedang apa ini, Leluhur Siang?""Pedang Naga Api," jawab Tikus Api Ungu.Hal itu membuat Panca terkejut. Sebagaimana dia ketahui, bahwa Pedang Naga Api adalah salah satu pusaka kuno legendaris yang tidak pernah ada yang tahu keberadaannya. Hanya ada banyak cerita hebat soal pusaka kuno itu, yang bisa membuat para pendekar tergila-gila ingin mendapatkannya."Pedang Naga Api? Benarkah ini untukku?" Panca masih tidak peracaya bahwa dia adalah pewaris dari pusaka luar biasa tersebut. Kini dia memiliki dua pedang yang hebat. "Tentu saja. Na

  • Eksistensi Putra Guntur   LANGKAH MENERIMA TAKDIR

    "Huh. Dasar kalian." Siang Kumandala mengeluh, kemudian segera membuang tatapannya ke arah Panca. "Hey anak muda. Apa yang mereka katakan padamu? Apakah mereka juga bercerita tentang keburukanku?"Siang Kumandala tampak bewibawa dan bersahaja, bahkan kepada Panca yang belum saling kenal.Mendengarnya, Panca terdiam sejenak. Siang Kumandala pun sontak menghilang dari tempatnya dan tiba-tiba telah berada di depan Panca, yang membuat Panca terkejut."Apa yang mereka katakan padamu? Ha? Katakan! Katakan!"Panca tertegun, lalu menggeleng. "Ti-tidak. Tidak ada. Mereka hanya mengatakan hal aneh kepadaku. Mereka mengatakan bahwa aku akan menjadi majikan mereka saat ini dan aku akan mewarisi sesuatu dari majikan mereka sebelumnya."Siang Kumandala tersenyum lebar, yang lekas menampakkan gigi bersihnya. Dia pun segera menghilang dan kembali ke tempatnya tadi."Huh. Aku pikir mereka menceritakan keburukanku. Awas saja," ucap Siang Kumandala."Kami telah mengabdi ratusan tahun, bagaimanapun kondis

  • Eksistensi Putra Guntur   EKSISTENSI JIWA LELUHUR

    "Kita sekarang ada di Kuil Jiwa Leluhur, yang berada di Alam Bawah. Kedatanganmu ke sini, bukan tanpa alasan. Kau ditakdirkan langit untuk berada di sini dan mewarisi peninggalan majikan kami sebelumnya," jelas Tikus Api Ungu.Mendengar hal itu, Panca tampak berpikir. Apakah ini sama dengan Gundal Pama. Lagi dan lagi takdir menemukan Panca, dengan membawa sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya."Alam Bawah? Kuil Jiwa Leluhur?""Ya, Majikan. Kita sekarang berada di Alam Bawah. Jiwamu terjebak di sini atas takdir yang telah ditetapkan. Mungkin sudah bertemu dengan beberapa makhluk di luar sana, sebelum masuk ke tempat ini? Mereka adalah makhluk neraka Alam Bawah."Panca pun teringat dengan para makhluk neraka tadi, membuatnya sedikit mendelik."Aku adalah Tikus Api Ungu, dia adalah Bilah Pedang Kehampaan, dan Majikan bisa memanggil monyet ini dengan sebutan Raja Kabut Hitam. Kami bertiga adalah Prajurit Dewa Alam Bawah, yang ditugaskan untuk menjaga Kuil Jiwa Leluhur ini. Warisan di dala

  • Eksistensi Putra Guntur   KEDATANGAN MAJIKAN

    Jelas Panca tidak akan tinggal diam. Dia merembeskan aura kebiruan miliknya dan segera meladeni gempuran sejumlah makhluk neraka itu.SIUF BUG DUAKBeberapa jurus begitu lihai diperagakan oleh Panca. Menghindar dan menangkis, lalu membalikkan serangan dengan sangat baik. Namun, jumlah kekuatan dari makhluk neraka itu cukup besar, membuat Panca kewalahan menghadapinya.Pada satu kesempatan Panca lengah. Beberapa serangan telak dikirim pada Panca hingga akhirnya Panca terpental ke belakang dan menubruk batu besar di sana hingga retak.BRUK"Uhuk!"Panca terbatuk dan memuntahkan darah segar dari mulutnya."Sial. Mereka terlalu kuat. Aku tidak bisa seperti ini." Panca bergumam, dengan tatapan sinis menyorot ke arah para makhluk neraka.Menyadari perbedaan kekuatan yang cukup jauh, Panca pun segera berbalik dan melesat ke atas batu besar, untuk kemudian melarikan diri."KHI KHI KHI. Kau pikir kau akan lari ke mana?" ujar pemimpin kelompok itu. Segera dia meminta rekannya untuk mengejar Panc

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status