Share

BAB 2: Elara

Penulis: Ghazala Rizu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-20 08:55:52

POV Orang Ketiga

Cahaya pagi yang lembut merembes masuk melalui celah tirai tipis, memantul pada dinding kamar bernuansa putih gading. Ruangan itu begitu luas dan sunyi, seolah setiap suara takut memecahkan ketenangan yang menyerupai ilusi.

Di atas ranjang besar dengan selimut sutra perak, gadis itu perlahan membuka mata.

Bukan Adelia, setidaknya bukan Adelia sepenuhnya.

Tapi juga bukan Elara… setidaknya bukan Elara yang dikenal orang-orang di istana.

Adel, yang kini bersemayam di tubuh Putri Elara, terdiam dalam kebingungan. Napasnya tersengal begitu ia sadar betapa asingnya udara yang masuk lewat paru-parunya. Udara itu tidak berbau polusi, tidak juga berbau alkohol murah atau bau mesin kantor. Udara itu… bersih. Terlalu bersih.

Ia mengerjapkan mata, mencoba memahami tempat ini.

“Yang Mulia… kau sudah bangun.”

Suara itu pelan, hampir bergetar.

Seorang gadis pelayan muda mendekat, membawa mangkuk air hangat. Wajahnya pucat, matanya sembab seperti habis menangis semalaman. Gadis itu terlihat lega… tapi juga ketakutan.

Adelia, atau sekarang ada di tubuh Elara menelan ludah. Tenggorokannya terasa perih, seperti baru disayat.

“A… aku…” Suaranya pecah.

Ia tidak tahu harus berkata apa. Tidak tahu harus berperan sebagai siapa.

Sebelum ia sempat melanjutkan, seseorang berjalan masuk dengan langkah cepat.

Raja.

Pria paruh baya itu langsung mendekat dan tanpa ragu memeluk tubuh Elara yang ringkih. Begitu erat. Begitu hangat. Begitu… asing bagi Adel.

“Elara… Nak, kau sadar.”

Suaranya pecah, seperti seorang ayah yang baru saja mendapatkan kembali seluruh dunianya setelah hampir kehilangan segalanya.

Adel membeku.

Tidak pernah seumur hidupnya ia dipeluk seorang ayah seperti ini. Tidak pernah ia diperlakukan selembut ini. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, tapi bukan karena kesedihan, lebih seperti rasa kehilangan yang baru ia sadari.

“A-ayah…”

Kata itu bergulir begitu saja. Meski terasa asing, bibirnya mengucapkannya dengan mudah.

Raja menarik tubuhnya sedikit, menatap wajah putri kecilnya dengan mata berkaca-kaca. “Dokter bilang kau koma selama tiga hari. Apa yang kau ingat? Apa kau merasakan sesuatu? Adakah yang menyakitimu?”

Pertanyaan itu membuat Adel kaget.

Tiga hari?

Elara koma tiga hari?

Berarti… tubuh ini hampir mati sama sepertinya yang melompat dari gedung.

“Aku… tidak ingat,” gumamnya akhirnya.

Itu bukan kebohongan. Ia benar-benar tidak ingat apa pun tentang Elara.

Dan seolah kata-katanya menyalakan api panik, pelayan dan dokter, serta beberapa penyihir kerajaan saling berpandangan.

“Yang Mulia Putri… hilang ingatan?”

Dokter kerajaan itu bergumam, wajahnya memucat drastis.

Raja langsung menegang, matanya berubah tajam. “Katakan padaku, apa ini efek dari racun itu?”

Semua orang membeku.

Racun?

Adelia membeku. Elara… diracun?

Pelayan muda itu menggigit bibirnya, lalu berlutut dengan ketakutan. “Hamba… hamba tidak tahu, Yang Mulia. Saat hamba masuk kamar Putri Elara, beliau sudah tergeletak. Tidak ada makanan atau gelas yang terlihat mencurigakan…”

Raja menutup mata, rahangnya mengeras.

Kemarahan dan rasa takut bercampur menjadi satu.

“Aku akan menyelidikinya.”

Suara Raja rendah, penuh bahaya. Tersirat ancaman dibalik kalimat sederhana itu.

“Siapa pun yang menyentuh putriku… tidak akan selamat.”

Adelia menelan ludah.

Tubuhnya sedikit gemetar.

Ia baru berada di dunia ini beberapa menit, tapi sudah bisa merasakan satu hal:

Putri Elara hidup dalam ancaman.

Dan kini ia, Adelia, yang menjadi sasaran.

Setelah Raja pergi untuk mengurus penyelidikan, keheningan kembali memenuhi kamar.

Adelia perlahan mencoba bangun, tapi rasa perih tajam menembus punggungnya. Ia mengerang pelan, memegangi pinggangnya.

“Aduh…”

Rasa sakit itu seperti memar besar.

“Yang Mulia… mohon jangan bangun dulu.”

Pelayan itu dengan cepat membantu menopang punggungnya dengan bantal.

“Tuan putri mengalami banyak luka memar di bagian belakang… Hamba tidak tahu bagaimana itu terjadi.”

Adelia berpikir lamat-lamat. Rasa sakit di tubuhnya jelas bukan hanya dikarenakan racun itu. Punggungnya berdenyut nyeri, lengannya juga ada lebam besar yang sudah menghijau. Tanda memar itu mulai memudar.

Pelayan itu menjawab lirih, “Tiga hari, Yang Mulia. Sebelum itu… sebelum kejadian…”

Ia menelan ludah. “Anda… menangis sepanjang malam.”

Adelia tersentak.

Elara menangis sebelum koma?

Seolah menandakan keputusasaan yang sama seperti dirinya…

Seolah mereka berdua saling menggantikan di dua dunia yang berbeda.

Gadis itu menggerakkan tangannya, memperhatikan jari-jarinya. Jari-jari itu lebih ramping, lebih halus, kuku-kukunya terawat tanpa retak sedikit pun. Rambut yang menjuntai di bahunya berwarna pirang lembut, bukan hitam kusam seperti miliknya.

Ia mengangkat tangannya ke wajah.

Kulit itu pucat bersih, seperti porselen.

“Jadi ini… tubuhku yang baru…” gumamnya lirih.

Tidak ada lagi tubuh letih akibat lembur.

Tidak ada lagi mata panda dari begadang.

Tidak ada lagi sakit kepala akibat stres.

Namun di balik kecantikan itu… ia merasakan ada bahaya yang jauh lebih besar.

Tubuh indah ini seperti dua sisi koin.

Cantik, tapi pasti diharapkan untuk segera mati.

Ia menghela napas panjang. Sendi-sendinya masih terasa sangat kaku. Tenggorokannya juga terasa kering bukan main.

Tapi meski kepalanya masih terasa berat, tapi pikirannya perlahan mulai tertata.

“Aku harus bertahan,” bisiknya pada dirinya sendiri.

“Dalam tubuh ini… aku harus bertahan.”

Pelayan itu, Cornell namanya, menatapnya bingung, tapi tidak berani bertanya.

Baru saja ia hendak memejamkan mata untuk beristirahat, suara pintu terbuka cepat.

Seorang wanita masuk. Anggun, dingin, dan cantik dengan pakaiannya yang menunjukkan status tinggi.

Permaisuri.

Elara merasakan hawa dingin menusuk tulangnya.

Wanita itu tersenyum tipis.

Terlalu tipis, seperti tidak ikhlas.

“Putri Elara,” sapanya. “Senang melihatmu bangun.”

Tapi tatapannya… tidak menunjukkan kebahagiaan sedikit pun. Malah kebencian yang hanya bisa Lara yang lihat. Permaisuri ini rupanya lihai memakai topengnya.

Gadis itu merasakan dingin di belakang punggungnya. Sebuah ketakutan yang tak bisa ia jelaskan tiba-tiba menyerangnya.

Ia tahu tatapan itu.

Tatapan yang sama seperti yang diberikan ayah dan ibunya saat menyalahkannya karena ia tidak bisa menghasilkan banyak uang. Tatapan yang seolah berkata "Aku melahirkanmu dengan harapan kau akan tumbuh besar dan menjadi kaya. Kalau kau miskin, untuk apa kau hidup, Adelia?"

Tatapan yang menghantuinya hingga ujung kematiannya.

“Semoga ingatanmu cepat kembali,” ucap Permaisuri manis.

“Kau tahu… akan banyak masalah jika kau tidak mengingat tata krama.”

Lalu ia menatap pelayan itu.

Dingin.

Mematikan.

“Jaga putri… baik-baik. Jika terjadi sesuatu lagi… maka aku yang akan mengurusmu.”

Adelia bisa melihat dengan jelas betapa ketakutannya pelayan-pelayan itu.

Saat wanita itu pergi, udara kamar terasa kembali bisa dihirup.

Adelia memegangi dadanya. Nafasnya seketika memburu, sesak dan seolah seluruh oksigen direnggut dari sisinya. Kepalanya juga kembali sakit.

Ya.

Ia baru saja menemukan musuh pertamanya.

Dan ia juga sadar:

Tubuh ini bukan hanya penuh luka fisik.

Tapi penuh luka di jiwanya, luka sosial, dan luka yang jauh lebih berbahaya.

Ia menutup mata, mengatur napasnya pelan-pelan. Mengingatkan dirinya bahwa ia akan baik-baik saja.

“Baiklah, Elara,” bisiknya lirih.

“Mungkin kau ingin mati… seperti aku.”

“Tapi selama aku yang hidup di tubuhmu… aku akan memastikan setidaknya satu dari kita bisa bertahan.”

Ia membuka mata perlahan, seolah perlahan menerima kehidupannya yang kedua ini.

“Mulai hari ini… aku adalah Putri Elara.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 10: Kenapa?

    Lara bangun dengan posisi tengkurap. Punggungnya sakit karena beberapa tusukan jarum dan rasanya ia terlalu lelah untuk sekedar menangis. Jadi begini rasanya jadi tokoh yang disiksa di sinetron-sinetron itu? pikirnya. Lara berpikir, bagaimana dulu Elara hidup ya... apakah ia akan menangis di pagi harinya, atau berakhir mengisolasi diri seperti yang selalu ia lakukan (sebagai Elara). kalau Lara ... ia marah. Ia tak terima diperlakukan seperti ini. Tapi jelas tidak mungkin untuk langsung mendatangi permaisuri dan menamparnya. Ya kalau begitu ceritanya hidupnya akan tamat dan novel ini akan berjalan sesuai alur lamanya. Tapi sekarang 'kan Adelia - yang ada di dalam tubuh Elara, ini sangat sekali ingin hidup. Adelia - yang mendeklarasikan dirinya sebagai Lara- ini hanya terdiam sambil menunggu obat yang akan di bawakan oleh Cornell. Punggungnya sakit, tentu saja. Tapi hatinya tidak sesedih itu untuk menangis. Entah karena ia sudah tahu bahwa ia akan disiksa cepat atau lambat, atau h

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 9: Neraka awal

    Lara ingat benar, saat ia menjadi Adel dulu, ia juga pernah merasa selelah ini. Bukan bukan karena pekerjaan atau pulang terlambat karena terjebak macet bukan. Tapi karena ia seharian menjadi bride's maid pada acara nikahan kakak tirinya. Adel yang introvert, yang perlu ber'gua' selama sehari penuh setelah 6 hari kerja itu benar-benar merasa energinya habis terkuras. Mirip seperti sekarang ini. Sepulangnya ia dari pesta -yang kata paduka itu kecil- ia langsung merebahkan diri di kasur besarnya. Lara menghela nafas dalam-dalam, memejamkan matanya. Mengingatkan dirinya kalau ini baru hari pertama kehidupan resminya sebagai putri Elara Sinclair. Lara meringis membayangkan bagaimana nasib ia di hari-hari selanjutnya. Baru saja ia memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Putri, yang mulia permaisuri ingin berkunjung." sialan. runtuknya dalam hati. Rasa-rasanya Lara ingin mengunci pintu kamarnya, menyumpal telinganya, tidak peduli siapa yang berdiri di depan pint

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 8: Hanya peduli dan kasihan

    Lara menunggu Lioren dan Kael sambil melihat-lihat makanan yang ada di pesta ini. matanya berbinar saat melihat macaroon dan pudding custard di bagian dessert. "Semuanya, terimakasih telah menghadiri pesta ini, " Paduka secara tiba-tiba berkata, "mungkin beberapa dari kalian heran, untuk apa pesta ini? Hari ini bukan ulang tahunku maupun permaisuri, " Paduka tersenyum, ada kebanggaan tercermin di senyumnya. Lara berpikir, setampan apa paduka saat muda, jika di usia tua pun beliau masih bisa memancarkan senyuman semenawan ini. "Aku secara personal mengadakan pesta ini untuk kesembuhan salah satu putri tercintaku yang seperti kalian tahu, ia mengalami koma beberapa waktu yang lalu." Lara tersentak kaget, jangan bilang dia... dia yang akan disoraki dengan gembira. Tidak, tolong, ia tidak butuh spotlight, dia hanya ingin hidup damai di kehidupan ini... "Semuanya tepuk tangan untuk putriku, Elara Sinclair!" Semua pasang mata, benar-benar semua orang di ruangan ini, melihat Lara yang

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 7: Arkael De Razel

    Namanya Arkael. Bangsawan negeri Etheria dan juga calon penerus penyihir utama kerajaan ini. Badannya cukup proposional. Tinggi dengan short torso, bagian atas badannya terlihat pendek karena kakinya sangat panjang. Kulitnya putih, mungkin lebih putih dari Elara. Rambut hitam legam senada dengan matanya. Ia memakai kacamata bulat, sekilas mengingatkan Elara pada tokoh Harry Potter tapi versi Asia timur. Wajahnya kecil jika dibandingkan dengan bahunya yang lebar. Ah, melihat dia mengingatkannya pada karakter manhwa yang dulu sering ia baca. Secara keseluruhan pria itu menarik.Tapi Lara tahu benar, Arkael tidak akan bisa ditakdirkan dengan Elara.Tapi sekarang Elara bukan Elara yang sesungguhnya.Tatapan mereka bertemu. Lara gugup dan berusaha mengedarkan pandangannya ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan pria itu.“Lara, kau tahu, pria itu yang memakai jas hitam itu,” sahut Lioren, merujuk pada Arkael, “Gosipnya ia berhasil melewati ujian internal para penyihir istana, loh!”

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 6: Neraka yang megah

    Lara memilih gaun berwarna Hijau lembut dengan renda yang menjulang ke lantai. Ia benar-benar membongkar isi lemari Elara. Dan gaun yang satu ini adalah gaun yang paling mending diantara gaun yang lain. Lara membolak-balikkan badannya di depan cermin, memastikan dandannya sudah pantas dan cantik. Ia ingin terlihat segar dan hidup dihadapan permaisuri iblis itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kau benci hidup sehat dan bahagia, bukan? Cornell menyematkan jepit terakhir di kepala Lara. Dalam hati ia sangat bahagia melihat Tuannya hari ini. Putri Lara terlihat lebih 'hidup' dari sebelumnya. Meskipun banyak sekali ingatannya yang hilang, tapi melihatnya sehat dan bahagia seperti ini sudah terasa seperti anugrah untuk Cornell. "Oke Cornell, aku siap! " Seru Lara pada Cornell, lebih ke dirinya sendiri. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa hari ini ia akan baik-baik saja. Cornell mengangguk lalu mempersilahkan Tuannya untuk berjalan terlebih dulu. ****Muka mereka

  • Elara: Terlahir Kembali Dengan Penuh Luka   Bab 5: Luka Pertama

    Cecilia- ibunya Elara-, memeluk Lara erat-erat. Wanita paruh baya itu sekuat tenaga berusaha menutup kedua telinga malaikat kecilnya supaya tidak mendengar hal-hal menyakitkan yang diucapkan sang permaisuri padanya. "Cecilia, kau mungkin paling dicintai. Kau mungkin cinta pertama beliau atau apalah itu. Tapi kau harus ingat," permaisuri mengangkat dagu Cecilia dengan kipasnya. Lara melihatnya, ia tidak mengerti sepenuhnya tapi ia paham bahwa permaisuri ini bukan orang baik. "Aku bisa saja membunuhmu, atau putri kecilmu ini selama sang raja tidak ada." Cecilia ketakutan, Lara bisa merasakan ibunya bergetar saking takutnya. "Jadi, ikuti kataku. Tolak jika Paduka memberimu hadiah atau penjaga baru. Aku benci melihatmu diperlakukan istimewa seperti itu." Puas melihat ketakutan Cecilia, Permaisuri duduk, meminum tehnya dan bergumam, "Lagipula apa yang ia cari darimu ya? Aku lebih muda, cantik, dan keluargaku juga menpunyai pengaruh besar untuk raja. Sedangkan kau? kau hanya anak angkat d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status