“Raka.”
Suara dari Farida membuyarkan kenangan yang menyakitkan dulu. Pandangannya ia alihkan sepenuhnya pada Farida. Ia mengusap wajah dan menghela napas panjang.
“Maaf,” lirihnya.
“Saatnya tukar cincin.” Farida mengingatkan.
Ternyata sejak tadi ia sama sekali tak mendengar pembawa acara berbicara. Malah pikirannya tersedot ke masa lalu dan itu sukses membuatnya sangat kalut.
Ditatapnya Felisya yang tengah tersenyum manis. Ketika pembawa acara memberitahukan bahwa tukar cincin telah dimulai, Raka melempar pandangan ke arah Syila. Sejenak ia tertegun, bisa ia rasakan gadis itu tengah menitikkan air mata. Kali ini ia tak lagi memungkiri perasaan laki-laki itu pada Syila.“Raka.” Kali ini Felisya memanggil namanya. Menatapnya sarat akan kekhawatiran.
Raka mengambil cincin dari kotak yang disodor
Adakah yang lebih membingungkan dari sekadar persimpangan jalan? Aku takut jika aku memilih jalan yang salah, langkahku tak akan bisa kembali lagi.***Spanduk bertuliskan selamat datang kepada direktur yang baru, terpasang di lobi kantor. Beberapa staf dan karyawan berdiri di depan lobi, menunggu dengan tak sabar kedatangan direktur baru mereka. Saling berbisik membahas keputusan mendadak dari direktur sebelumnya—Tora Rahardian—yang menyerahkan jabatan pada anaknya untuk sementara waktu.Mereka tak tahu apa yang melatarbelakangi keputusan itu, yang mereka tahu jika perusahaan sedang mengalami masalah. Itu pun mereka tak tahu masalah apa yang sedang terjadi. Perusahaan seolah menutupi permasalahan itu dan mereka meyakini, hanya petinggi perusahaan yang tahu.Sebuah mobil BMW hitam berhenti tepat di depan pintu lobi. Sosok yang ditunggu-tunggu pun keluar dari mobil itu. Menyita
Syila baru saja menyelesaikan kelasnya. Untuk menunggu kelas berikutnya, ia putuskan menghabiskan waktu di perpustakaan. Resti, entah menghilang ke mana. Prediksi Syila menyatakan jika sahabatnya itu sedang berada di gedung fakultas Teknik. Anak itu pasti sedang melancarkan aksi menggaet kakak senior yang bernama Gio.Sudah lama ia menyukainya, sejak masa ospek sampai sekarang. Namun, baru beberapa hari ini Resti berani mencari perhatian senior tersebut. Semoga saja perasannya terbalaskan.Sampai di perpustakaan, Syila mencari buku-buku yang ringan bacaan. Untuk me-refresh kembali otak yang terkuras pada pelajaran tadi. Lalu mencari tempat duduk yang nyaman dan mulai membaca buku pilihan. Syila mendengar tempat duduk di sampingnya ditarik, menimbulkan bising, sehingga konsentrasi Syila terpecah.“Hai!”Syila mendongak. Terkejut dengan sosok yang duduk di sampingnya y
Jas dan dasi telah terlepas, tersampir di sandaran kursi. Tinggal kemeja putih yang melekat sempurna di tubuh Raka. Bahkan lengan sudah ia gulung sampai siku. Sedang membenturkan pena pada meja, menghasilkan bising mengisi ruangan sepi itu.Dahinya berkerut. Menandakan sedang berpikir keras. Berkas yang ia baca membuatnya mengernyit. Perusahaan LeeCo—salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi dan perdagangan— sama seperti RH Group. Perusahaan itu diakuisisi oleh RH Group sekitar dua tahun lalu karena perusahaan itu mengalami kebangkrutan. Yang membuat Raka makin penasaran, ia merasa pernah mendengar pendiri LeeCo. Namun, ia belum tahu pasti. Sepertinya ia harus menyelidiki semuanya.Apalagi saat rapat tadi, tak sedikit ia mendapat tatapan meremehkan. Ia tahu, ia tidak memiliki pengalaman apa pun dengan umurnya yang sekarang 24 tahun. Bahkan menginjakkan kaki ke kantor saja baru tiga kali. Itu pun
Kali ini aku tidak akan melepasmu lagi ***Dahi Julian berkerut, tatkala sepasang matanya menangkap sosok Syila yang berdiri di luar pintu masuk restoran. Gadis itu tak sendirian. Melalui pintu masuk yang terbuat dari kaca tembus pandang, Julian bisa mengenali sosok yang sedang berbincang dengan Syila. Pria itu Alfa. Tak lama motor sport yang ditunggangi Alfa bergerak bersamaan lambaian tangan yang diberikan Syila untuk mengiringi kepergian Alfa. Baru setelah Alfa benar-benar pergi, Syila melangkah memasuki Restoran Gorgeous. Melihat tubuh Julian yang berdiri di hadapannya, sontak Syila menghentikan kaki. Menatap kedua bola mata coklat terang milik Julian yang balik menatapnya dengan pandangan menyelidik.
Gadis pemilik sepasang kaki jenjang itu melangkah penuh percaya diri memasuki sebuah kafe. Kedatangannya tak ayal membuat pengunjung lain melirik penasaran. Si gadis sama sekali tak peduli dengan pandangan mereka, ia memilih untuk menempati satu meja kosong dekat jendela yang langsung memberikan view serba hijau di luar kafe.Sesuai tema yang diusung kafe tersebut, go green. Tak hanya indoor, pengunjung juga bisa menikmati suasana di luar kafe dengan meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa. Sehingga pengunjung dapat menikmati secara langsung kesejukan dan hijaunya tanaman-tanaman berbagai jenis yang sengaja ditanam di dalam pot-pot maupun lahan khusus yang disediakan.Tak ada waktu untuk menikmati suasana yang menyejukkan mata, ia lebih memilih menyibukkan diri dengan ponsel yang ia ambil dari tas hermes. Tidak ada notifikasi apa pun dari orang yang menyuruhnya datang ke kafe tersebut. Tamp
Satu dorongan saja pintu apartemennya terbuka lebar. Segera Raka masuk dan mengunci kembali pintu. Kemeja yang melekat di tubuh dari pagi tadi telah kusut, bahkan jas dan dasi sudah terlepas sejak dari kantor. Sekarang ia letakkan bersamaan dengan tas kerjanya di atas sofa.Rasa lelah menggerogoti, di luar bayangan ternyata hari pertama bekerja sudah dihadapkan dengan segudang masalah kantor. Benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Bayangan wajah keriput di usia muda dan menumpuknya penyakit lantaran stres, membuatnya bergidik ngeri. Pantas saja Papanya terlihat lebih tua dari umur yang sebenarnya. Ia tak berani membayangkan perubahan fisiknya dalam jangka waktu ke depan, yang tak tentu. Dia akan rajin berolahraga dan mengatur jadwal ke gym sesegera mungkin.Raka mengempaskan tubuh di sofa. Berdecak kesal menatap apartemennya yang berantakan dan belum ada waktu untuk bersih-bersih. Ada untungnya juga mamanya
Kala rindu menguar, mendobrak paksa sekat-sekat tak kasat mata. Saat itulah aku menyadari cinta untukmu tak pernah mati. ***"Nanti aku bawakan makan siang," ucap Felisya ketika mobil yang dikemudikan Raka berhenti di depan gerbang kampus.Hari ini Felisya memang meminta Raka untuk mengantarnya ke kampus dan entah kenapa Raka mengiyakan. Bukan karena Felisya yang menjadi alasan, ataupun jadwal bertemu dengan dosen pembimbing yang memang bukan hari ini, melainkan dorongan lain yang pagi ini mengusik hati.Dorongan itu disebabkan oleh gadis yang baru saja turun dari motor sport yang berhenti tepat di depan mobil Raka. Tangan Raka langsung mencengkeram erat setir saat ia melihat keakraban yang terjalin di antara dua manusia yang berlainan jenis itu. Saling te
Materi yang disampaikan dosen di depan kelas sedikit pun tidak menyangkut di otak Syila. Seharusnya buku catatan berisi tulisan-tulisan yang disalin dari whiteboard, nyatanya hanya coretan abstrak yang tercipta hasil dari melamun.Sebelah tangan menopang dagu, diliriknya sekilas penghuni kelas lain ternyata sudah tumbang, alias tertidur. Bukan rahasia umum jika dosen legend di depan—Pak Sam namanya—terkenal sangat membosankan. Biasanya Syila dengan senang hati akan menghayati dan mencatat semua materi yang disampaikan Pak Sam. Kali ini untuk pertama kalinya ia setuju dengan mahasiswa yang mengikuti kelas dosen tersebut, benar-benar membosankan.Momen di detik-detik terakhir usainya kelas adalah momen paling ditunggu-tunggu semua mahasiswa, tak terkecuali Syila. Helaan napas bersamaan dengan kepergian Pak Sam. Masih belum beranjak dari duduk, padahal teman-temanya sudah angkat kaki dan berebutan kelu