"Halo." Syila mengangkat telepon dan suara musik yang berdentuman sangat keras langsung terdengar di telinga.
"Alfa?" panggil Syila gusar.
"Apa ini Syila?" Syila mengerutkan dahi, mendengar suara milik seorang laki-laki asing dan bukan Alfa yang berbicara. Ia melirik layar ponselnya, memastikan ID caller Alfa yang menghubunginya. Namun, kenapa suaranya asing?
"Iya," jawab Syila ragu. Ia tidak tahu siapa yang sedang meneleponnya sekarang dan ia penasaran kenapa suara di seberang mengetahui namanya.
"Alfa sekarang lagi mabuk berat. Berkali-kali meracau menyebut namamu. Jemput dia di Club Light sekarang juga."
Syila ingin bertanya lebih lanjut, tetapi sambungan lebih dahulu terputus. Ia berjalan mondar-mandir di kamarnya. Ia melirik jam dinding telah menunjukkan pukul 11 malam. Satu jam lagi akan tengah malam, pasti kedua orang tuanya tidak akan mengizinkannya keluar rumah di
Semburat cahaya mentari menembus jendela kamar. Kelopak mata itu perlahan terbuka dan cahaya matahari langsung menyilaukan kedua mata. Ia mengerang, menghalau silaunya cahaya dengan menutup wajah dengan tangan. Perlahan ia mengerjap, menyesuaikan pandangan sampai ia benar-benar bisa melihat dengan jelas. Dahinya mengerut ketika ia menatap nyalang langi-langit kamar. Lalu pandangannya menyelusuri seluruh ruangan.Tubuhnya terduduk, mengusap kedua mata perlahan. Apa ini mimpi? Ia sangat yakin semalam ia pergi ke klub untuk mencari keberadaan Alfa dan setelah meminum orange juice, ia tidak ingat apa-apa. Namun, kenapa ia bisa berada di kamarnya sekarang. Siapa yang sudah memindahkannya?Sehari setelah kejadian itu, ia tidak pernah lagi melihat Alfa di sekolah. Pesan yang ia kirimkan padanya sama sekali tak dibalas, begitu juga dengan teleponnya yang tak pernah dijawab. Sungguh Syila ingin meminta penjelasan dari Alfa mengenai kejadian yang menimpanya kemarin.Lalu
Ponsel di saku Syila bergetar. Ia merogoh sakunya dan mendapati sebuah pesan dari nomor tak dikenal.081xxxBagaimana ya reaksi orang-orang yang kamu cintai mengetahui foto dan video itu? Sudah kukatakan kan untuk menjauhi Raka, tapi ternyata kamu menemuinya dan menganggap ancamanku main-main. Baiklah apa boleh buat aku akan menyebarkannya.Kedua tangan Syila mencengkeram erat railing tangga. Tenaganya seolah telah lenyap, hingga tak mampu menopang tubuh. ia terpuruk pada anak tangga terbawah. Tangisnya langsung pecah.Tiga hari setelah pertemuannya dengan Raka, ia mengira semua akan baik-baik saja. Namun, ternyata di luar dugaan, orang yang mengancamnya benar-benar menyebar foto dan video itu. Dia sendirian. Tidak ada yang menopang beban masalahnya. Tidak Alfa maupun Raka. Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang."Syila!"Syila tertegun mendengar suara teriakan yang berasal dari ruang tamu. Pemilik suara itu muncul, melangkah dengan lan
Melepaskan dan berdamailah dengan masa lalu. Maka beban seberat apa pun yang kau pikul akan terasa lebih ringan nantinya. ***Julian mengambil gelas berkaki berisi minuman berwarna merah di meja prasmanan. Ia mengamati dari kejauhan sosok Raka yang sedang menyambut uluran tangan dari beberapa rekan bisnis orang tuanya.Rasanya Julian ingin sekali menonjok wajah Raka yang saat ini menampilkan senyuman lebar, seolah ia tak memiliki masalah apa pun yang berarti. Padahal sangat jelas, jika dia dihadapkan pada masalah yang sangat rumit.Smirk muncul, memperlihatkan deretan gigi putih. “Aku akan membuat pria bodoh itu sadar,” gumamnya sambil meneguk pelan cairan merah itu sampai tersisa setengah. Ia meletakkan gelas itu di meja dan menghampiri Raka.
Perasaan ragu-ragu berkecamuk di hati. Apa memang keputusannya adalah tepat. Sial! Jika saja Julian tidak mengajaknya mengobrol, maka bukan hal yang sulit bagi Raka untuk melanjutkan pertunangannya dengan Felisya.Kedua matanya yang legam mengamati sosok Felisya yang cantik luar biasa, berjalan mendekati Raka yang berdiri di atas panggung. Dengan busana kebaya berwarna broken white melekat sempurna di tubuhnya yang elok. Raka tak menampik jika Felisya terlihat sangat anggun dan menurut perkataan orang-orang yang menyebut mereka pasangan serasi adalah tepat.Ketika ia tak sengaja melempar pandangan ke arah lain. Raka meyakini jika matanya tak salah melihat. Gadis itu duduk sangat jauh dari panggung tempatnya berdiri. Sendirian. Walaupun jarak yang begitu sangat jauh dan Raka harus memicingkan mata karena gadis itu duduk dalam pencahayaan yang minim, ia masih bisa melihat wajah itu tampak sendu.Kedua
Syila memasukkan sebagian perlengkapan yang ia perlukan dan sebagian pakaian dari lemari ke dalam koper yang tergeletak di atas kasur. Setelah dirasa cukup, ia meritsliting koper dan menurunkannya dari atas kasur.Dia sudah memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya karena ia tak ingin membuat mereka kecewa dan menurutnya kepergiannya adalah hal yang tepat. Mengingat dia bukanlah siapa-siapa dan hanyalah anak yang diasuh dari panti asuhan yang sama sekali tak memiliki hak untuk tetap tinggal di rumah itu.Pandangannya jatuh pada surat yang tergeletak di atas nakas. Sengaja ia membuatnya untuk Felisya dan kedua orang tuanya. Hanyalah tulisan berisi ucapan maaf, terima kasih dan selamat tinggal. Maaf untuk perbuatannya yang sangat mengecewakan. Ucapan terima kasih untuk kedua orang tuanya yang sudah mau merawatnya dan membesarkannya hingga sampai sekarang. Dan selamat tinggal untuk kenangan manis yang diberikan kakak dan mereka
“Raka.”Suara dari Farida membuyarkan kenangan yang menyakitkan dulu. Pandangannya ia alihkan sepenuhnya pada Farida. Ia mengusap wajah dan menghela napas panjang.“Maaf,” lirihnya.“Saatnya tukar cincin.” Farida mengingatkan.Ternyata sejak tadi ia sama sekali tak mendengar pembawa acara berbicara. Malah pikirannya tersedot ke masa lalu dan itu sukses membuatnya sangat kalut. Ditatapnya Felisya yang tengah tersenyum manis. Ketika pembawa acara memberitahukan bahwa tukar cincin telah dimulai, Raka melempar pandangan ke arah Syila. Sejenak ia tertegun, bisa ia rasakan gadis itu tengah menitikkan air mata. Kali ini ia tak lagi memungkiri perasaan laki-laki itu pada Syila.“Raka.” Kali ini Felisya memanggil namanya. Menatapnya sarat akan kekhawatiran.Raka mengambil cincin dari kotak yang disodor
Adakah yang lebih membingungkan dari sekadar persimpangan jalan? Aku takut jika aku memilih jalan yang salah, langkahku tak akan bisa kembali lagi.***Spanduk bertuliskan selamat datang kepada direktur yang baru, terpasang di lobi kantor. Beberapa staf dan karyawan berdiri di depan lobi, menunggu dengan tak sabar kedatangan direktur baru mereka. Saling berbisik membahas keputusan mendadak dari direktur sebelumnya—Tora Rahardian—yang menyerahkan jabatan pada anaknya untuk sementara waktu.Mereka tak tahu apa yang melatarbelakangi keputusan itu, yang mereka tahu jika perusahaan sedang mengalami masalah. Itu pun mereka tak tahu masalah apa yang sedang terjadi. Perusahaan seolah menutupi permasalahan itu dan mereka meyakini, hanya petinggi perusahaan yang tahu.Sebuah mobil BMW hitam berhenti tepat di depan pintu lobi. Sosok yang ditunggu-tunggu pun keluar dari mobil itu. Menyita
Syila baru saja menyelesaikan kelasnya. Untuk menunggu kelas berikutnya, ia putuskan menghabiskan waktu di perpustakaan. Resti, entah menghilang ke mana. Prediksi Syila menyatakan jika sahabatnya itu sedang berada di gedung fakultas Teknik. Anak itu pasti sedang melancarkan aksi menggaet kakak senior yang bernama Gio.Sudah lama ia menyukainya, sejak masa ospek sampai sekarang. Namun, baru beberapa hari ini Resti berani mencari perhatian senior tersebut. Semoga saja perasannya terbalaskan.Sampai di perpustakaan, Syila mencari buku-buku yang ringan bacaan. Untuk me-refresh kembali otak yang terkuras pada pelajaran tadi. Lalu mencari tempat duduk yang nyaman dan mulai membaca buku pilihan. Syila mendengar tempat duduk di sampingnya ditarik, menimbulkan bising, sehingga konsentrasi Syila terpecah.“Hai!”Syila mendongak. Terkejut dengan sosok yang duduk di sampingnya y