Share

BAB 3

Author: Pena_Receh01
last update Last Updated: 2025-05-27 16:33:58

Dua hari berlalu, Emily masih di kediaman sang nenek. Kehidupan gadis itu terasa tenang hanya dalam beberapa jam, senyuman terus terukir di bibir wanita kecil ini. Dia memejamkan mata, menikmati terik matahari di pagi hari.

Angin membelai lembut pipi putri Maria, tetapi ketenangannya langsung hilang kala mendengar suara kendaraan roda empat yang familiar. Ia membuka mata dan memandang kosong lelaki turun dari mobil hitam, tatapan begitu dingin menusuk membuat dia spontan menelan ludah.

"Paman Alex," gumam wanita tersebut.

Langkah Owen Alexander Davies begitu mantap mendekati sang tunangan dengan tatapan dingin. Saat mereka saling berhadapan, Emily segera menundukkan kepala.

"Kami hanya bisa memberikanmu waktu untuk berpikir segitu, ayo ikut! Aku sudah mengambil barang-barangmu dari rumah," lontar Owen.

Emily mengigit bibir bawahnya, hati gadis itu mulai kacau kembali. Sedangkan Owen yang melihat mimik wajah gadis kecilnya segera memegang dagu wanita tersebut membuat kedua manusia ini saling bertatapan.

"Jangan lakukan itu," tegur Owen dengan nada pelan.

"Aku belum siap, Paman Alex," ungkap gadis itu dengan suara serak.

Owen segera menarik Emily dalam dekapan, lalu mengusap kepala sang tunangan dengan penuh perasaan.

"Kamu tidak bisa terus lari, kamu harus menghadapinya. Tidak! Ada kami, kami akan menemanimu, tenang saja. Ayo kita bicarakan di rumah," tutur lelaki itu lembut.

Emily terdiam dalam dekapan Owen, sentuhan hangat lelaki itu membuat pertahanan gadis itu kacau. Ia mencengkeram kuat depan jas pria tersebut, membiarkan air mata jatuh tanpa suara.

"Aku takut, aku takut, Paman ... aku benar-benar gak tau harus apa," ucap Emily lemah.

Ucapannya sangat pelan, nyaris tidak terdengar. Owen menghela napas, ia mencium puncuk kepala Emily berusaha memberikan kekuatan.

"Aku akan pulang, tapi ... antarkan pada orang tuaku dulu, aku ingin berbicara sama mereka," pinta gadis itu.

"Beri aku satu atau dua hari lagi, setelah itu aku bakal telepon salah satu dari kalian buat jemput," lanjut Emily.

Owen terdiam sebentar lalu menganggukkan kepala, keduanya melepaskan pelukkan. Lelaki itu memandang wajah sang tunangan dan mengusap pipi Emily dengan lembut.

"Aku antar kamu."

Emily menarik Owen memasuki kediaman untuk berpamitan pada sang nenek, setelah melakukan hal itu. Lelaki tersebut segera mengantarkan tunangannya ke rumah orang tua wanita ini.

"Eum ... Paman Alex apa mau masuk dulu?" tawar wanita itu dengan nada sedikit ragu-ragu.

Pria berprofesi pilot ini hanya mengulum senyum kecil kala menyadari sikap Emily yang lebih memberikan jarak, Owen segera menunduk sedikit untuk mensejajarkan tinggi dengan sang tunangan lalu mengulurkan tangan mengacak-acak rambut putri Maria dengan gemas.

"Gak perlu. Lusa aku gak bisa menjemputmu, aku bakal bekerja. Kamu bisa minta jemput sama yang lain," jelas Owen.

Gadis itu terdiam sejenak mencerna keadaan ini lalu menganggukkan kepala, Owen melihat hal tersebut hanya mengulum senyum memandang kecanggungan yang meliputi mereka.

"Terima kasih, Paman Alex. Kalau gitu aku masuk dulu," ucap Emily.

Lelaki itu mengangguk sebagai balasan lalu tatapannya terus tertuju pada Emily sampai gadis itu menghilang dibalik pintu. Owen segera memasuki kendaraan dan pergi, sedangkan tunangan pria tersebut mengintip lewat jendela.

"Emily," panggil sang Ibu.

Perempuan yang dipanggil itu spontan membalikkan tubuh dengan mata membeliak karena terkejut, sedangkan Maria langsung mendekat lalu ikut mengintip ke luar jendela.

"Siapa yang menjemput kamu?" tanya Maria memandang wajah Emily.

Putrinya langsung mundur selangkah dan segera ditarik Maria karena Emily hendak terjatuh.

"Hati-hati," tegur wanita yang melahirkan Emily.

"Ayo ikut Mommy ke ruang tamu," ajak Maria.

Emily hanya pasrah saat tangannya ditarik oleh Maria, gadis itu mengikuti langkah kaki sang Ibu. Sesampai di ruang tengah, wanita yang lebih tua dari perempuan ini segera pergi dari sana untuk mengambil minuman lalu kembali lagi dan menyodorkan segelas air susu Emily.

"Minumlah," perintah Maria.

"Terima kasih, Mommy."

Emily segera menerima segelas susu cokelat tersebut lalu meneguknya, ia sesekali melirik sang Ibu yang kini duduk di sampingnya.

"Maaf karena Mommy dan Daddy kasih tau kamu tiba-tiba banget," tutur Maria.

"Semoga dua hari ini kamu sudah tenang, kita bakal membicaranya lagi," lanjutnya.

Maria berkata demikian sambil meraih lengan Emily dan menggenggamnya. Gadis itu menghela napas, ia memalingkan wajah dan menggigit bibir.

"Mommy ... aku paham kalian demi kebaikan aku, kalian ingin yang terbaik buat aku," ucap Emily pelan.

"Masalahnya ini empat orang lho ... Mommy, setidaknya mau jadikan tunangan ya satu aja, kenapa empat coba," gerutunya pelan.

Maria mengangguk mendengar perkataan sang putri, sorot mata memandang paras Emily lalu menghela napas.

"Dua hari sudah cukup, Emily. Mommy pikir kamu sudah membuat keputusan dan ikut mereka. Kamu malah minta di antar kemari," lontar Maria.

Nada suara wanita itu memerintah, Emily yang memandang tak percaya pada Ibunya dan tangan mencengkeram kuat gelas berisi susu buatan Maria.

"Mommy, aku cuma merasa ini terlalu cepat. Aku hanya belum siap, lagian mereka menerima permintaanku. Kenapa Mommy sewot, aku cuma mau berbincang lagi sama kalian, agar jelas," balas Emily dengan cepat dan terengah-engah.

"Okey, kita bakal ngomong sejelas-jelasnya. Kamu! Tetap harus bersama mereka, mereka yang bakal jaga kamu. Mommy gak mau sampai kejadian sama pacar sialan kamu itu terulangi lagi, Mommy gak mau!" teriak Maria.

"Mommy takut, Emily, takut ... takut kamu gak bersama pasangan yang gak bisa diandalkan," ucap perempuan itu dengan nada gemetar.

Emily mengigit bibir, ia paham kegelisahan sang Ibu. Sangat mengerti, dia juga masih merasakan rasa takut itu, masih terasa membekas. Tangan gadis tersebut terulur menyentuh pundak Maria.

"Okey, Mommy. Okey ... aku bakal telepon Paman Alex sekarang, aku bakal ikut bersama mereka. Tapi apa Mommy gak takut? Aku tinggal bersama pria lho ...," lontar Emily.

"Enggak, Mommy gak khawatir. Mommy percaya sama mereka, mereka bakal menjagamu. Mommy malah tenang kalau mereka yang mengawasimu."

Gadis kecil itu menghela napas, ia memalingkan wajah. Sebenarnya tadi dia niat berdebat. Tetapi ternyata sudah kalah telak belum sampai beberapa menit bersama Maria.

"Mommy, aku gak mungkin menikah dengan empat pria itu, aku cukup pilih satu orang. Boleh?"

Maria menganggukkan kepala lalu bibirnya mengulas senyuman dan tangan merangkul putri kecil yang begitu dicintai.

"Niat kami memang begitu, lagian kalian bertunangan diam-diam. Kami gak akan merayakan apapun, kami mengerti posisimu, sayang. Nanti kita bakal buat pesta kalau kamu sudah menentukan pilihan, pelan-pelan saja. Tapi jangan membuat mereka menunggu lama juga," lontar Maria membuat Emily menghela napas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Empat Tunanganku   BAB 48

    "Besok aku bakal berangkat, aku bakal jalanin cabang rumah sakit di luar negeri," ungkap Daniel. Emily langsung bangkit mendengar perkataan lelaki itu, ia memandang Daniel dengan tatapan sulit diartikan. "Apa ini gara-gara aku? Paman Noah mau ke sana," tuturnya dengan nada lemah.Ucapannya sedikit gemetar menandakan kesedihan dan rasa bersalah, sedangkan Daniel menghela napas lalu menggelengkan kepala apalagi mendapati tatapan Michael bagai mau menelan dia."Gak, kamu jangan berpikir gitu. Aku memang rencana mau ke sana," balas Daniel berusaha tenang."Semangat! Kamu pasti bisa, aku dukung kamu. Kalau ada apa-apa bisa bilang ke aku, aku bakal berusaha bantu kamu," lontar kakak keduanya.Senyum tipis terukir di bibir Daniel kala mendengar ucapan sang kakak, ia menganggukkan kepala untuk mengiyakan perkataan Michael."Ya! Aku bakal menagih janjimu ini, kamu harus membantuku," sambut Daniel.Emily terdiam, wanita itu syok dengan berita yang di dengar sekaligus. Semua membawa kesedihan,

  • Empat Tunanganku   BAB 47

    Michael mendengar ucapan sang ibu langsung menatap tajam wanita itu, sedangkan Emily segera menggenggam jemari kekasihnya. Ethan melihat keadaan demikian segera mencolek putranya dan menggerakkan kepala pelan memberikan kode pada Logan. "Papa kenapa? Kepalanya sakit goyang-goyang terus," lontar Logan dengan nada polos.Ethan mendelik mendengar ucapan putranya, membuat semua menoleh menatap kedua lelaki berbeda usia tersebut. "Iya, Papamu itu sakit kepala. Pengen di cekik sama kami," kelakar Emily. Wanita itu berusaha mencairkan suasana, melihat hal tersebut Daniel memahami jika perempuan yang berjarak beberapa bangku ini merasa tak nyaman. "Ayo makan! Emangnya kita cuma bakal lihatin makanan di meja aja," celetuk pria tersebut. "Oh iya, ayo makan! Ini semua pesanan Tante lho, Niel. Coba, cobain deh, enak lho. Tempat yang pertama Tante sama Om ingin rekomendasikan sama kalian kalau lagi kumpul-kumpul gini selain suasana yang enak ini, makanannya juga top," ujar Maria."Sayang mau

  • Empat Tunanganku   BAB 46

    Mendengar suara Olivia, mereka semua menoleh. Bahkan Emily dan Michael juga ikut menatap asal suara, saat tatapan mata menemukan keberadaan wanita itu, sepasang kekasih ini saling melemparkan pandangan. "Ayo!" ajak Michael menggenggam tangan Emily. Perempuan itu mengangguk, mereka langsung melangkah bersamaan. Logan yang mendengar perkataan neneknya dengan polos menunjukkan keberadaan sang Paman dan Emily. "Di sana Grandma," seru lelaki tersebut.Olivia langsung mengikuti arah jari mungil Logan yang menunjuk keberadaan sang putra dan calon menantu, terlihat Emily, Michael sedang berjalan mendekat. "Ada apa, Mah? Bukannya belum waktunya kan, masih ada waktu sesuai jadwal yang Mama, Papa, tentukan," lontar Michael.Wanita paruh baya itu langsung mendelik mendengar perkataan Michael yang tak mau dicecar duluan, pria tersebut langsung pada intinya. Padahal ia belum sempat mengeluarkan suara untuk berbicara. "Ya, ya, ya! Masih ada waktu. Udah ayo masuk!" balas Olivia.Emily menggeleng

  • Empat Tunanganku   BAB 45

    Emily keluar dari kendaraan roda empat, tangannya digandeng oleh Michael. Saat keluar dari mobil, gaun hitam terterpa cahaya malam dan lampu. Potongan halter neck menonjolkan bahu jenjangnya. Sementara tali tipis di belakang leher memperlihatkan punggung perempuan tersebut. Lapisan kain jatuh asimetris bergerak mengikuti langkah dia, menciptakan siluet dramatis seolah ia tengah menari disetiap hentakan. Pandangan matanya menatap gedung yang akan ia masuki, begitu indah memanjakan mata. Sedangkan Michael lelaki netranya menangkap beberapa pria yang lewat melirik sang kekasih. Dengan gerakkan cepat dia membuka jas dan memakaikan pada Emily. "Kenapa," kata Emily spontan. Lelaki itu hanya diam tidak langsung menjawab ucapan sang kekasih, tangannya segera melingkar ke pinggang Emily membuat Emily mengerutkan dahi. "Agar semua tau kamu milikku," jawab Michael simple. Michael kala berkata demikian, mata berkeliaran dengan tatapan dingin ke sekitar. Membuat Emily ikut melihat dan mengula

  • Empat Tunanganku   BAB 44

    "Mily!" suara seseorang dan pintu terbuka membuat sepasang sejoli ini terperanjak, aksi mereka segera terhenti. Mata Emily langsung melotot. "Ekhemm, sorry bos," seru Ethan segera membalikkan badan. Senyuman geli terukir di bibir Ethan, sedangkan Emily yang tadi terkejut langsung melompat turun dari gendongan Michael, ia segera bersembunyi di dada sang kekasih. ia seperti anak kucing yang terkejut. "Kamu ini udah kaya gak punya tangan buat ngetuk aja! Ganggu tau," cecar Michael. Ethan hanya mengedikkan bahu mendengar teguran sang adik. "Lagian kalian ini benar-benar ya, lagi masa mabuk-mabuknya. Kamu buat pengaruh buruk banget buat Emily, lihat ... gadis polosku sampai seganas ini bikin tanda di leher kamu," jawab Ethan semakin senang menggoda Emily. Michael mendengus keras, ia meraih bahu Ethan dan mendorongnya pelan ke arah pintu. "Keluar. Sekarang." Nada su

  • Empat Tunanganku   BAB 43

    Seminggu berlalu sejak pembicaraan Emily dan Daniel, mereka bersikap seperti biasa. Masih tinggal bersama, apalagi semua sibuk mengurus Logan. Pria kecil itu begitu manja dengan perempuan satu-satunya di kediaman ini, bahkan Michael melihat kedekatan kedua manusia tersebut merasa cemburu. "Auntie," panggil Logan berlari ke arah Emily. Gadis tersebut yang tengah berjalan menuju dapur sedikit terkejut, apalagi mendengar teriakan dan pelukkan pria kecil itu. "Auntie ...," serunya kembali. Logan memeluk kaki Emily, sambil mendongak memandang wajah perempuan tersebut. "Jongkok Auntie, Auntie juga harus peluk Logan. Logan kangen Auntie," ujar anak kecil tersebut. Emily tersenyum, wanita itu segera menuruti perkataan lelaki kecil ini. Berjongkok mensejajarkan tinggi dengan calon keponakannya. "Logannya Auntie udah pulang." Putra Ethan ini menganggukkan kepala deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status