“Bangun Prudence!”
Prudence pun terbangun dengan kepala pusing dan matanya dipaksakan untuk terbuka hingga akhirnya dia bisa melihat bayangan besar di hadapannya. “Xander?” bisiknya. “Ya! Dan kamu cepat bangun!” Prudence pun bangun dan betapa terkejutnya dia saat tahu tidak ada satu helai benang pun menutupi tubuhnya. Dia telanjang … sangat telanjang. Prudence reflek menutup tubuhnya dengan selimut dan menatap bingung ke arah Xander. “A … apa yang terjadi?” tanya Prudence bingung. “Menurutmu? Kamu tidak bodoh kan situasinya?” Cebik Xander yang langsung mengambil kimono dan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara dengan tangan bergetar, Prudence membuka selimut dan melihat ada bercak merah di atas seprai putih dan gadis itu terkesiap. Ya Tuhan! Apa yang terjadi semalam? Keringat dingin mulai terbit di kening dan leher serta punggung Prudence. “Heh! Bangun! Kita kembali ke New York hari ini juga!” hardik Xander dengan galak. “Xander … apa semalam … Kita …?” Mata hijau Prudence menatap panik ke Xander. “Bukankah sudah jelas?” Ketus Xander sembari mengambil ponselnya untuk memesan tiket, “Cepat mandi! Akan aku pesankan tiket ke New York hari ini! Cepat Pru!” hardik Xander sembari mengambil ponselnya untuk memesan tiket. Prudence pun bangun dan merasa bagian intimnya terasa sakit. Perlahan, gadis itu berjalan menggunakan selimut menuju kamar mandi usai mengambil bajunya yang berserakan. Di bawah pancuran air hangat, Prudence menangis dalam diam karena semakin yakin kalau mereka berhubungan seks semalam. Kenapa harus dengan dia? Kenapa harus bersama Xander Horance? Prudence tidak bisa berpikir lagi karena Xander sudah menggedor pintu kamar mandi agar dia cepat. Prudence membilas tubuhnya dan bergegas mengeringkan dengan handuk yang ada di sana. Dia memakai bajunya cepat-cepat dan keluar dari kamar mandi. “Bereskan kopermu! Kita pulang ke New York malam ini!” perintah Xander, “Kita berangkat setengah jam lagi!” Prudence hanya mengangguk. Gadis itu mengambil tasnya dan keluar dari kamar Xander untuk ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Xander. Prudence bergegas membereskan semua barang-barangnya dan setengah jam kemudian mereka pun check out dari hotel mereka di Mallorca dan menuju bandara. Sepanjang perjalanan menuju bandara Palma de Mallorca airport, tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Prudence malah tidak peduli mereka akan duduk di kelas ekonomi atau kelas bisnis karena dirinya masih merasa syok tentang apa yang dia alami. Xander dan Prudence pun tiba di bandara dan pria itu menarik tangan bebas sang gadis yang masih linglung untuk bergegas ke bagian boarding dan imigrasi. Setelah menyelesaikan semua pemeriksaan, Prudence dan Xander menunggu di ruang tunggu VIP karena bantuan nama keluarga mereka. “Apa … rencana kamu setiba … di New York?” tanya Prudence dengan nada takut-takut dan gugup. “Menghadapi ayah kamu dan menikahi kamu.” Mata Prudence terbelalak, “Apa?” “Iya. Akan aku bilang, aku jatuh cinta padamu dan tidur denganmu dan daripada hamil diluar nikah, aku nikahi saja kamu,” jawab Xander dingin. Mulut Prudence ternganga. “Ba … bagaimana bisa kamu bicara seperti itu Xander?” “Lalu aku harus bilang apa? Kita mabuk lalu bercinta? Sadarlah Pru! Ayahmu pasti lebih tidak terima yang kedua!” balas Xander. Prudence tergagap, “Aku tidak … tidak bisa menikah denganmu, anak Viking!” “Lalu? Kamu mau menikah dengan siapa? Oom Erhan Tudor?” ucap Xander sinis, “Dia sudah menikah, Pru! Apa kamu mau jadi pelakor?” Rasanya Prudence ingin menampar Xander tapi jika begitu, mereka akan ditangkap polisi bandara dan bisa lama lagi pulang ke New York. Lebih parah lagi, mereka ketinggalan pesawat! “Ka … kamu … Kamu jahat!” bentak Prudence. “Tidak, kamu yang sengaja mendekati aku! Kenapa kamu menemui aku di sini?” “Aku ada urusan di Mallorca dan papa tahu kamu di sini. Wajar kan jika kita bertemu karena kita sepupu?” balas Prudence, “Dan juga, papa meminta aku ketemu kamu!” Xander mendengus. “Kalau saja kamu tidak menemui aku, keperawanan kamu masih terjaga.” Mata Prudence tampak berkaca-kaca, “Ini bukan kamu! Kemana Xander yang dulu?” “Xander yang dulu sudah mati!” Prudence terkesiap bertepatan dengan panggilan dari petugas yang memberitahukan pesawat sudah siap dan para penumpang dipersilahkan masuk. Pembicaraan tadi seketika terhentikan karena keduanya segera masuk ke dalam garbarata atau boarding bridge. Prudence bersyukur mereka di kelas bisnis dan dirinya memilih untuk tidur di sepanjang perjalanan menuju JFK Airport. Hanya saja, otaknya masih berusaha mencerna ucapan Xander. Apa maksudnya Xander yang dulu sudah mati? *** bersambung ***Prudence terbangun saat mendengar suara ibunya dan melihat wajah serius Shana di sebelahnya."Ada apa Mama?" bisik Prudence ke Shana."Aduh, maaf ya sayang, mama membangunkan kamu. Mama sedang berbicara dengan Xander soal kasus kalian di Mallorca," jawab Shana dengan nada sedikit bergetar.Prudence menyatukan nyawanya karena dia tidak pernah melihat ibunya seperti itu sebelumnya. Macam menahan amarah, kecewa dan ingin meledak menjadi satu."Soal apa Mama? Ada apa dengan kasus kami di Mallorca?" tanya Prudence lalu dia menoleh ke arah Xander. "Xander? Apa kamu tahu yang terjadi?"Xander menggeleng. "Mama baru mau bilang tapi kamu keburu bangun."Shana menggenggam tangan Prudence. "Pru, Xander ... Kejadian kalian di Mallorca sudah direncanakan ... Amelie melihat kamu Xander ... dan dia ingin membawa kamu tidur dengannya. Dia hendak memberikan obat perangsang padamu tapi dia melihat kamu Pru ... Dia dendam padamu karena kalian terlihat akrab apalagi tahu kalian saudara tiri. Jadi ... dia
Shana menatap dingin ke arah Amelie yang masih berlagak tidak bersalah dan tetap memasang sikapnya yang sombong. Tangan Shana terekepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya, membuat Mavendra memegang bahu sepupunya."Tahan emosi kamu Shana. Dia sudah tertangkap dan akan dihukum yang lama. Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum untuk menuntut Amelie dengan pasal berlapis," ucap Mavendra dengan wajah serius. "Aku benar-benar tidak habis pikir Vendra. Dia cantik, punya uang tapi kenapa harus mengejar Xander dan menyakiti Pru! Mereka berdua tidak pernah menyenggol Amelie!" geram Shana."Aku tahu tapi tolong, kamu juga harus tahu kondisinya. Jika kamu melakukan apa yang dia lakukan pada Pru, itu sama saja kamu seperti dia! Kamu bukan dia, Shana! Redamkan emosi kamu! Oke?" ucap Mavendra berusaha menenangkan adiknya. Shana menghela nafas panjang. "Aku harus kembali ke Prudence. Dia harus tahu bahwa Xander tidak bersalah saat kasus di Mallorca setahun lalu. Selama ini Pru kan merasa
"Kamu baik-baik saja?" Xander menghampiri Prudence yang tersenyum manis ke suaminya."Sangat baik, sayang. Lega karena akhirnya dia ditangkap Oom Vendra," jawab Prudence. "Aku lebih suka jika yang menangkap adalah anggota keluarga sendiri."Xander mengangguk. "Iya, aku juga lebih suka jika yang menangkap adalah anggota keluarga sendiri."Asha menatap pasangan suami istri itu. "Apa ini tidak termasuk nepotisme? Atau personal?"Xander dan Prudence menoleh ke Asha. "Nepotisme bagaimana?""Ya, kebetulan kan agen lapangan FBI urusan buronan adalah Oom kalian."Xander dan Prudence menggelengkan kepalanya. "Tidak termasuk nepotisme tapi personal mungkin iya. Soalnya sebelum aku dan Pru lahir pun Oom Vendra sudah masuk FBI jadi ... kebetulan sih jatuhnya."Asha mengangguk. "Kira-kira hukuman apa yang akan diberikan ke Amelie ya?" tanya Asha."Kamu lupa, mamaku seorang pengacara. Dia akan menuntut hukuman yang berat pastinya," ucap Prudence.Asha menepuk jidatnya. "Damn it, aku lupa."***Rua
Amelie hanya bisa mengangkat kedua tangannya karena semua orang yang masuk ke dalam apartemennya, menodongkan pistolnya ke arahnya. Wanita itu hanya menatap tajam ke arah asistennya yang tampak takut. Dirinya tidak menduga akan diikuti FBI dari New York."Bagaimana kamu bisa diikuti oleh Fed!" bentak Amelie ke asistennya yang hanya menunduk dengan pengawalan ketat dari dua agen FBI."Aku sudah berhati-hati, Ammie!" balas asistennya."Sudah! Sudah!" bentak Mavendra kesal. "Anda berhak untuk tetap diam. Apa pun yang Anda katakan dapat dan akan digunakan untuk melawan Anda di pengadilan. Anda berhak berkonsultasi dengan pengacara untuk mendapatkan nasihat sebelum kami mengajukan pertanyaan apa pun. Anda berhak didampingi pengacara selama pemeriksaan. Jika Anda tidak mampu membayar pengacara, pengacara akan ditunjuk untuk Anda sebelum pemeriksaan jika Anda menginginkannya. Jika Anda memutuskan untuk menjawab pertanyaan sekarang tanpa didampingi pengacara, Anda berhak untuk berhenti menjaw
Ruang Rawat Inap Prudence"Ini enak katsunya. Kamu buat sendiri?" tanya Prudence yang bosan makanan rumah sakit.Asha menatap Prudence. "Hei, aku sudah bertahun-tahun bersama kamu Pru dan aku banyak belajar sama kamu soal masak memasak termasuk maknanan aneh-aneh dengan bumbu banyak banget, kalau hanya ini, mudah saja!"Prudence tersenyum karena dulu Asha pernah dia ajak masak sayur lodeh karena Prudence rindu masakan Jawa seperti di Semarang. Asha hanya bisa menggeleng karena bumbu dan sayurnya banyak macamnya. "Kamu sering belajar masak bersama Pru?" tanya Xander dari sofa sambil memangku laptopnya. Xander tetap bekerja meskipun secara online "Istrimu itu jago masak aneh-aneh tapi surprisingly enak banget!" puji Asha."Aku senang kamu bawakan katsu. Aku bosan makanan rumah sakit yang hambar plus hanya Jell-O yang aku makan daripada makanan tidak jelas itu." senyum Prudence sambil makan ayam katsunya."Aku tahu rasanya makan makanan rumah sakit. Kamu ingat kan waktu aku cidera saat
Di Sebuah Apartemen di Pinggiram kota New Jersey"Jadi aku belum aman?" Tanya Amelie saat asistennya menghubungi dirinya."Belum Ammie. Ini saja aku menelpon kamu dengan nomor telepon terenkripsi dan VPNkarena FBI mencari kamu juga!" jawab asistennya. "FBI? Apa hubungannya?" tanya Amelie bingung."Kamu tidak tahu? Paman dan Opa Prudence adalah chief dan direktur FBI New York! Ammie, kamu menyerang orang yang memiliki keluarga berpengaruh!" seru asistennya.Amelie melongo. "Apakah itu benar?""Iya Ammie!" Keringat dingin mengalir di kening dan leher Amelie. Jika FBI sudah turun tangan dan masih ada hubungannya dengan Pru, bukan tidak mungkin mereka akan mengirimkan banyak agen untuk mencari dirinya! Pantas asistenku harus memakai telepon terenkripis dan VPN karena berhubungan dengan FBI! Apakah mereka akan bisa menemukan aku? Bagaimana dengan transaksi perbankan? Sudah pasti akan dilihat ... Tunggu! Aku punya dana di crypto bukan! Biar dicairkan. Aku punya emas, biar asistenku yang m