Share

Eternal Love For Keyra
Eternal Love For Keyra
Penulis: Nona_El

Semua 'kan Berubah Pada Waktunya

"Kenapa!? Kenapa kamu jahat banget sama aku, El!? Kamu pembohong! Kamu bilang, kamu cinta sama aku. Tapi kenapa kamu ninggalin aku kayak gini!?" Aku menangis, menjerit keras, hingga lelah sendiri berteriak-teriak seperti orang gila.

Sudah hampir sembilan bulan kamu, Elgin Zoidern, menghilang. Padahal tidak lama lagi, kita akan merayakan anniversary yang ke-tiga tahun. Ya, hubungan kita telah terjalin lama, tetapi rasa sayangku sudah melebihi kapasitas.

Ibarat tangki, kurasa air yang ditampung sudah membanjiri dunia. Terlalu cinta itu memang tidak baik. Namun, aku masih saja melakukannya.

Aku menceritakan keluh-kesahku tentang hubungan kita pada Wita—adikku. Ya, seperti yang kamu tahu, aku adalah seorang remaja yang memiliki sikap introvert. Bagiku, menyendiri adalah teman yang paling mengerti, di kala sunyi. Saat itu, adikku menyarankan agar, aku menabung untuk membeli tiket ke Palangkaraya—Kalimantan Tengah.

Bukannya aku tidak mau berjuang, El. Kamu tahu, kan? Aku belum mempunyai pekerjaan, semenjak lulus dari SMA. Sudah dua tahun aku menganggur, karena sering sakit-sakitan. Fisikku terlalu lemah, untuk mendaki tingginya tebing pemisah. Dulunya, aku pernah bertanya padamu,

"Kenapa kamu nggak mau ke sini? Bukannya cowok yang harus nemuin cewek? Masa iya, kamu nyuruh aku, sih!"

Kemudian, kamu menjawab dengan lembut, saat ditelpon, "Aku belum punya uang, Cantik. Tapi aku janji suatu hari, aku akan membawamu menyeberangi lautan, dan memperkenalkanmu dengan mamah."

Aku berdesis, "Sttt! Buaya darat kayak kamu, mana bisa dipercaya, tahu!"

"Hahaha. Oh iya, By, nanti teleponnya jangan dimatiin, ya? Aku mau sleep call sama kamu." Tawamu terdengar sangat renyah. Hanya suara itu yang menjadi candu, sebelum menjelang tidur. Aku menyukai sifat manjamu, yang mungkin tidak bisa kutemui, di dalam diri pria lain.

Masa-masa itu indah, bukan? Apakah kamu masih mengingatnya? Ah, kurasa tidak. Kamu punya sifat gampang pelupa, alias jika tidak diingatkan, kamu akan bertanya-tanya kenapa, dan bagaimana peristiwa itu terjadi.

Aku berfikir keras, untuk mencari jalan keluar dari masalah kita. Berhari-hari aku tidak keluar kamar, dan hanya sibuk menarik ulur beranda I*******m.

Seringkali, aku membaca histori pesan lama kita. Senyuman yang terukir, berubah menjadi tangis yang tertahan. Aku tidak sanggup, ketika mengingat kembali caramu meninggalkanku tanpa sebuah kata pamit.

Ada dua pilihan di dalam hidupku. Membiarkanmu hilang, atau mencarimu dengan usahaku sendiri. Cinta bukan tentang siapa yang paling banyak berjuang, tetapi tentang siapa yang tidak menyerah dengan keadaan.

"Dek, nanti kalau misalnya Kakak kerja kamu mau dibeliin apa?" tanyaku sambil tersenyum hangat pada Dek Wita.

"Hilih, Kakak mau kerja? Kakak mau cari uang buat ketemuan sama pacar virtual Kakak itu, kan? Ya ampun, udahlah, Kak! Ngapain juga dibegoin sama Kak El? Kalau udah ditinggal, di-ghosting, nggak dihubungi lagi, ya udah, nggak usah dikejar. Kasihan sama diri kakak sendiri. Apa dia tahu rasa sakitnya kakak? Enggak, kan?" Dek Wita menimpali dengan raut kecemasan di wajahnya.

Senyumku perlahan memudar. Kemudian, menghilang sepenuhnya. Kenyataan pedih, ya? Kenapa rasanya tidak adil, ketika aku yang tidak sempurna, dikeroyok oleh ribuan masalah? Aku gagal di percintaan, di bisnis, bahkan di segala bidang. Aku lelah.

Latar belakang keluargaku yang tidak pernah mendukung, memang sudah menjadi makanan sehari-hari. Tekanan mental yang kualami, membentuk jiwa introvert yang tebal. Aku tidak punya teman. Tidak ada satu pun yang mau. Oleh karena itulah, aku selalu butuh kamu, di sisiku selalu. Rumahku bukanlah rumah. Aku tidak punya kebahagiaan apa pun. Meski, kebanyakan tetangga bilang, aku beruntung menjadi bagian Keluarga Lilac.

Malam itu, aku mengikuti seminar yang berlangsung pada pukul tujuh, hingga pukul sembilan malam. Entah kebetulan atau apa, aku berhasil masuk ke salah satu grup kumpulan penulis. Di sana, ada banyak author terkenal, yang membuatku terinsipirasi untuk mengikuti jejak mereka, di berbagai platform tulis.

"Jika kamu nggak bisa nemuin aku, maka aku yang bakal nemuin kamu, El!" Aku mengirimkan pesan suara ke nomor WhatsAppmu. Hanya ceklis satu. Tidak ada terakhir dilihat, karena mungkin kamu sudah terlampau lama offline.

Kamu bohong! Kamu bilang mau kerja, dan harus berangkat pagi-pagi. Namun, kenapa kita malah tidak kunjung berbalas pesan lagi? Semudah itu ya, hati seorang lelaki melupakan janji-janji yang dilontarkan lisannya? Bertahan itu sulit. Apalagi, di tengah-tengah gempuran banyak yang suka.

Tiga hari setelahnya, aku memulai pekerjaan rumahan, yang mungkin bisa menghasilkan uang jutaan. Hanya dengan menulis, aku mungkin bisa mengubah derajat keluarga, serta membeli tiket ke Kalteng. Kumulai satu kalimat yang indah, di atas kertas kosong. Otakku yang masih terus lengket memikirkanmu, membuatku tidak bisa fokus. Aku bodoh, jika sudah mengenal asmara.

Aku suka film Dilan 1990 yang pernah tayang di bioskop. Aku bilang padamu, kalau aku suka hal romantis. Kukira kita sama, nyatanya tidak. Kamu tidak suka seorang Dilan, jalan-jalan ke pelosok Nusantara, ataupun menulis layaknya hobiku.

Kubuang kertas terakhir dari buku tulis. Aku menggeserkan kursi, sambil memijit dahi. Kamar tidur minimalis dengan satu ranjang usang tampak berantakan. Kujatuhkan tubuh di kasur empuk, lalu meraih gawai.

Sambil rebahan, aku membuka internet, untuk memeriksa benefit di platform menulis impianku. Mataku berbinar, saat melihat keuntungan menulis yang ditawarkan. Pasti bahagianya bukan main, setelah mendapatkan pendapatan dollar sebesar itu. Sungguh, ingin sekali rasanya, aku segera lulus kontrak eksklusif.

Akan tetapi, perasaan senang tak karuan itu tiba-tiba sirna. Sebuah nomor asing masuk ke dalam percakapan WhatsAppku. Perasaan was-was mulai mengendalikan jiwa. Siapa yang mengirim pesan malam-malam? Karena penasaran, aku pun membukanya. Di sana, orang itu menulis,

"Selamat malam, Dek. Ini nomor Kakaknya Elgin. Kamu Keyra, kan? Kamu bener pacarnya Si El?"

Aku pun mengetikkan pesan balasan dengan cepat, "Selamat malam juga, Kak. Iya, benar, saya pacarnya Elgin. Mohon maaf ini siapa, ya?"

Belum selesai aku menekan tombol pesawat terbang—mengirim, ia sudah mengirimi pesan lagi.

"Dek, ini Kak Irene. Elgin pasti pernah cerita sama kamu tentang Kakak. Mohon maaf ya, Dek. Bukannya Kakak pengen ngehancurin hubungan kalian. Tapi kamu harus tahu kelakuan adekku dibelakang kamu."

Bagai disambar petir, aku kaget. Kamu yang selama ini kukenal sebagai sosok yang setia, malah bermain belakang dengan wanita lain. Pantas saja, kamu memutuskan komunikasi denganku. Ternyata, kamu menyimpan orang lain, di balik hubungan kita.

Terburu-buru, aku membalas pesan Kak Irene sambil berderaian air mata. "Elgin selingkuh sama siapa, Kak?"

"Dengan Rossa. Itu, loh, cewek yang pernah deket dengan dia pas SMP. Kakak kira dia udah putus, nyatanya nggak, Dek. Kakak lihat sendiri, dia kemarin abis jual hp, langsung jalan sama tuh cewek. Mana mesra banget lagi."

Aku menutup ponsel dengan tangis di pipi. Belum kering air mata, aku dikagetkan dengan pintu yang diketuk, dengan tempo cepat. Kuraih handle, dan mendapati seorang gadis cantik berkepang dua, di depan sana.

"Kenapa, Dek?"

"Kakak, kata ibu, kakak mau dijodohkan."

"Hah!? Apa!?"

"Sumpah, Kak! Lihat aja tuh, ada cowok ganteng di ruang tengah! Kudenger tadi, Kakak mau dilamar."

"Kamu jangan main-main, Dek!"

"Serius, kalau nggak percaya, Kakak lihat sendiri aja sana!" cetusnya sambil menunjuk ke arah tangga.

Sontak aku langsung menuju ruang tengah, untuk memastikannya. Sesampainya di sana, ternyata apa yang adikku itu katakan, memang terbukti benar.

"Selamat malam, Cantik," sapa pria tampan berkulit putih, hidung mancung, dan berlesung pipi itu. Kemeja yang ia pakai terlihat rapi, serta pas sekali dengan postur tubuhnya yang seksi.

"Si siapa kamu?" Bibirku kelu, terasa bergetar, ketika berhadapan dengannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status