Karena kamu adalah istriku dan aku adalah suamimu "Kakak, aku tidak..." "Kamu tidak tahu?" Juna semakin membuat gadis itu merasa serba salah. "Juna!" Tegur Mama Amelia. "Sella baru saja pulang dari luar negeri. Ia langsung saja datang kemari untuk bertemu dengan kita terutama kamu." "Terus, Ma? Apa hubungannya dengan Juna? Dia bukan orang penting bagi Juna, Ma. " jawab Juna yang bingung dengan sikap sang mama. "Bersikaplah yang baik. Bagaimanapun ia adalah sepupu jauhmu. Jangan terlalu kaku begitu." Amelia berusaha mencairkan suasana tetapi justru memancing kemarahan Juna menjadi lebih mengerikan. "Mama aneh." Juna membanting sendoknya di atas meja, beranjak meninggalkan meja makan, kembali ke kamarnya. Lily terdiam di tempat duduknya. Ia menatap gadis di seberangnya dengan tatapan tidak mengerti. Gadis itu duduk diam di kursinya dengan wajah tertunduk. Ia sama sekali tidak menyangka kehadirannya justru menyebabkan pertengkaran antara Juna dan Mamanya. Baskara tidak menginda
Gugup Lily masih berdiam terpaku di tempatnya berdiri. Apa yang baru saja terjadi? Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, tangannya terangkat memegang bibirnya yang masih terasa agak basah. Apa yang barusan dilakukan pria jahat pada dirinya tadi? Sedetik kemudian, Lily berteriak kesal. "Dasar pria egoisssss!!!!!!!!!!" teriaknya kencang. Ia tidak ambil pusing bila seisi rumah mendengar suara teriakannya. Lily berjalan cepat ke kamar mandi. Dibasuhnya bibir yang tadi disentuh Juna dengan gosokan punggung tangannya berkali-kali. Ia merasa jijik mengingat kejadian itu. Sial! Awas, kau! Akan kubalas perbuatanmu nanti! Sambil menatap bibirnya yang setengah membengkak di cermin kamar mandi. Lily berjalan keluar kamar, menuruni anak tangga satu persatu dan akhirnya sampailah ia di meja makan. Lily mengabaikan pandangan Juna yang sedari tadi tak lepas dari dirinya. Ia berjalan mengitari meja makan, lebih memilih
Lepaskanlah Lily merasa dirinya kaku. Tubuhnya sangat sulit untuk digerakkan. Matanya semakin ia pejamkan. Ia tidak ingin melihat Juna yang kini sudah memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. Juna terus menelisik setiap bagian wajah Lily. Tangannya pun ikut menjelajah, menyentuh alis, hidung, pipi dan terakhir jatuh pada bibir mungil Lily. Juna memejamkan matanya. Ia masih mengingat rasa yang ia dapatkan dari ciuman paksanya tadi pada Lily. Ia lantas kembali membuka matanya, mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Lily, sambil fokus menatap bibir Lily. "Kau adalah milikku. Selamanya milikku. Semua yang ada pada dirimu adalah milikku." Juna mendaratkan bibirnya di bibir Lily yang sejak tadi dikatupkan Lily dengan kencang. Kecupan Juna begitu kuat memaksa Lily melonggarkan katupan pada bibirnya, hingga akhirnya Juna berhasil menyeruak masuk ke dalam mulutnya. Lily berusaha untuk tidak terbawa p
Pergi Menghindar Lily terbangun dari tidurnya. Hari sudah menjelang tengah malam. Ia melihat nanar sekelilingnya. Tiba-tiba emosinya kembali naik ketika bayangan Juna terlintas di benaknya. Ia bangkit. Dengan gerakan cepat, ia mulai mengambil koper yang ada di atas lemari, dan mulai memindahkan pakaiannya dari lemari ke dalam koper miliknya. Ia harus pergi meninggalkan tempat ini secepatnya. Ia tidak ingin bertemu Juna. Entah untuk berapa lama. Andai bisa, selamanya ia tidak ingin lagi bertemu pria itu. Lily mencuci mukanya bergegas berganti pakaian lalu meraih jaketnya yang tergantung di balik pintu kamar. Ia mengangkat kopernya, berjalan perlahan keluar kamar, berusaha sebisa mungkin tidak membuat suara. Keadaan rumah yang memang sudah sepi karena jam sudah menunjukkan jam 10 malam, berhasil membawa Lily pergi dari rumah itu. Lily kini berdiri tidak jauh dari rumah Pak Broto, menunggu taksi online yang baru saja ia pes
Dimana Lily Juna membuka matanya, masih terbaring di sofa ruang kerjanya. Suara ribut di luar memaksanya bangkit dari tidurnya. Belum sempat dirinya melangkah suara mama Amalia menyapa telinganya bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka. "Juna! Dimana Lily?" Ekpresi khawatir tercetak jelas di wajahnya. Juna masih berusaha mengumpulkan konsentrasinya. Dimana Lily? Bukannya gadis itu di kamarnya? Ia diam memikirkan jawabannya. Dirinya masih berusaha menangkap maksud pertanyaan sang mama. "Apa maksud Mama?" Juna menghampiri Amalia, namun wanita yang sudah melahirkannya itu mendengus kesal dan membalikkan badannya keluar dari kamar Juna. "Ma! Ada apa sebenarnya? Juna tidak tahu ?" tanya Juna setengah berteriak. "Lily pergi! Sudah jelas??!" jawab Amalia dengan nada ketus meninggalkan Juna yang terkejut. Lily pergi? Pergi kemana? Juna melangkah cepat menuju kamarnya yang kini terbuka le
Bayangan Lily "Maaf, Mbak. Kalau saya boleh tahu, nama mbak siapa, untuk laporan kantor Mbak. Kalau tidak ada nama penerima, bisa-bisa saya dituduh menjual ke orang lain." Pria itu membuat Lily terhenyak dari lamunannya. "Oh, iya. Saya harus tanda tangan di mana?" tanya Lily kepada pemuda itu. "Cukup panggil saya Kevin, Mbak, dan Mbak silakan tanda tangan di sini dan menuliskan nama terang Mbaknya di sini." Kevin menunjukkan tempat kosong untuk ditanda tangani Lily, dan menyerahkan bolpen kepada Lily. Lily menerima bolpen dari Kevin dan mulai menuliskan nama dan membubuhkan tandatangannya. Kevin segera menyobek lembar kertas berwarna pink dan ia serahkan pada Lily. "Terimakasih, Mbak. Mungkin besok saya akan datang lagi." Pamit Kevin pada Lily sambil tersenyum manis meninggalkan Lily kembali seorang diri di apartemen mewah itu. Lily menganggukkan kepala dan kembali menutup pintu apar
Aku Lelah "Lily!!!" Baskara memanggil sosok yang ia duga sebagai gadis yang sedang ia cari. Namun, sosok gadis yang ia panggil terus saja melangkah, menghiraukan panggilan Baskara yang jelas-jelas kalah dengan suara musik yang menggema di pusat perbelanjaan itu. Baskara yang memiliki tinggi badan sekitar 170 sentimeter, kembali mengedarkan pandangannya, karena gadis yang ia incar kembali menghilang. Ayolah, Lily. Berhentilah sejenak supaya aku bisa menemukanmu, gumam Baskara. Entah sebuah kebetulan atau memang doa Baskara sangat manjur, sosok gadis yang ia cari kembali terlihat, kini gadis itu berada hanya beberapa langkah darinya dan sedang asyik memilih roti yang ada di etalase sebuah bakery. Baskara melangkah pelan, takut jika gadis yang disangkanya Lily itu akan kabur lagi dari pandangannya. Baskara mengamati tubuh gadis yang hanya berada beberapa jengkal di hadapannya. Finally i find you, batin Baska
Aku Sudah Gila Lily menganggukkan kepalanya, menjawab pertanyaan Baskara. "Kau akan bercerai dengannya, dan kau akan berpisah dengannya. Itu artinya, kau tidak akan lagi tinggal di rumah itu. Apakah kau paham itu?" Baskara sekali lagi mengajukan pertanyaan pada gadis di hadapannya. Lily kembali menganggukkan kepalanya. "Lalu bagaimana denganku? Aku tidak bisa melihatmu lagi, kita tidak bisa bertemu lagi,"tanya Baskara, menatap Lily sendu. Lily mengangkat wajahnya, memandang wajah Baskara dengan pandangan seribu makna. Ia sendiri tidak tahu harus bagaimana. Baskara menarik nafas panjang. Ia tidak tahu harus berkata apa, tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dipandanginya wajah cantik Lily yang polos, tanpa make up sedikit pun. Kelopak mata Lily tampak sedikit bengkak, kentara jika gadis itu sudah menangis semalaman. Apa yang harus aku lakukan, tanya Baskara dalam hatinya, melempar pandangannya ke langit luas. Lily menghapus airmata yang tersisa di sudut kelopak matanya. Ia berde