Niat Lily dan Ingatan Baskara
Baskara kembali memejamkan matanya. Obat yang baru saja ia minum mulai bereaksi. Pikirannya masih terbayang-bayang gadis yang tadi ia lihat di samping kakaknya. Lily, gumamnya lirih. Lupakah gadis itu padanya, tanyanya dalam hati. Diantara bayang-bayang Lily, Baskara akhirnya tertidur.
Satu jam kemudian, Baskara terbangun dari tidurnya. Sakit kepala yang di deritanya mulai berangsur hilang, badannya kini lebih enteng dibanding sebelumnya. Pakaiannya basah karena keringat yang berhasil keluar dari pelipis dan sekujur tubuhnya. Baskara lantas bangun dari tidurnya secara perlahan. Ia berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan bersikat gigi. Hari sudah subuh, ia bergegas menunaikan kewajibannya sebelum matahari meninggi, lalu keluar dari kamarnya.
-0-
Lily mengambil mushaf Alquran yang ada di lemari buku yang letaknya paling tinggi. Setelah sahur, ia menyegerakan diri untuk bersiap menunaikan sholat subuh, bukan di masjid, namun sendiri di kamarnya. Juna tidak mengijinkannya untuk ikut sholat berjamaah di masjid saat subuh. Cukup dirinya saja, sedang istrinya sholat di rumah.
Lily tidak begitu kecewa, karena ia sendiri sedikit tidak tahan dengan dinginnya udara pagi. Adanya larangan Juna kali ini, tidak begitu menimbulkan amarah baginya seperti sebelum-sebelumnya karena ia justru nyaman dengan keputusan Juna itu. Ia kemudian mulai membaca alqur'an dengan mengucap bacaan ta'awudz lebih dahulu. Selama 30 menit Lily melantunkan ayat-ayat suci Alqur'an, hingga kedatangan Juna tidak ia sadari. Seperti biasa, Juna memilih duduk di sofa yang menempel di dinding yang menghadap ke tempat tidur, hingga ia hanya bisa menatap punggung sang istri.Ia membuka aplikasi membaca alqur'an online dan diam-diam ikut menyimak bacaan Lily.
Ketika Lily mengakhiri bacaannya, Juna langsung memejamkan matanya, pura-pura tertidur. Jangan sampai si aneh itu tahu jika ia ikut menyimak bacaannya, bisa besar kepala dia, batin Juna gengsi. Lily menggeliatkan tubuhnya, meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku karena duduk dengan posisi yang sama selama setengah jam. Aaahhhhgh, teriak Lily agak keras bersamaan dengan bunyi krek krek, suara khas yang terdengar bila tubuh ditarik untuk melemaskan otot dan sendi-sendi yang kaku. Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi. Lily mengembalikan mushaf alqur'an yang tadi ia baca ke tempat semula. Hari ini dirinya masih libur. Besok baru mulai masuk kerja lagi. Lily sudah tidak sabar untuk menjahit lagi. Bukan mesin jahitnya yang ia rindukan, tapi desain-desain baju yang sudah menanti di meja jahitnya. Lily adalah lulusan diploma desain, jadi tidak heran bila ia juga paham sedikit-sedikit tentang baju pesta atau pengantin yang dibuat oleh bosnya. Ia sudah ditawari kedua orangtuanya modal untuk membuka butik sendiri, namun Lily bersikeras ingin mencari pengalaman lebih dulu. Bila dirasanya sudah cukup, maka ia akan membuka butik sendiri dengan modal yang ia kumpulkan dari hasil kerjanya sebagai penjahit.Ehm, tampaknya ia harus membicarakan soal pekerjaannya di butik dengan Juna. Ketimbang nanti salah lagi, mending ngomong dulu. Lily membulatkan tekad untuk berbicara dengan Juna, berusaha mengusir jauh rasa enggannya beradu kata dengan sang suami. Ya, demi karirnya.Ia lantas berjalan pelan ke arah sofa tempat Juna duduk. Meski ia melihat Juna sedang merem, tapi ia pura-pura tidak tahu. Lily kemudian mencolek-colek lengan Juna. Ia bingung, harus memanggil Juna apa. Mas? Idih, ia merasa geli sendiri. Juna saja, ya Juna saja, tapi nanti ia diceramahi lagi. Sayang? Astaghfirullah, lancang nian dia memanggil semesra itu. Lily menggeleng-gelengkan kepalanya.Juna membuka sedikit matanya, melihat tingkah Lily yang bingung sendiri. "Kalau mau senam 88, di halaman sana, jangan di sini. Ganti baju, pake kaos panjang celana training, bukan piyama gini. Jangan lupa pakai sepatu."Nah, nah, nah... Benarkan. Baru begini aja sudah di skak, gimana lagi kalau sudah ngomong masalah inti. Nyali Lily mendadak menciut. What should I do? What should I do? Teriaknya dalam hati."Ada apa?" tanya Juna akhirnya. Tidak tahan juga melihat ekspresi bingung di wajah gadis itu. "Ehm, hari ini cuti terakhir kerja. Besok saya masih boleh kerja kan?" tanya Lily tanpa melihat ke arah Juna, melainkan menundukkan pandangannya."Adab berbicara itu melihat ke arah orang yang diajak berbicara," sindir Juna.Kena lagi, batin Lily sebal. Bukannya tanpa alasan dirinya memilih menundukkan pandangannya saat berbicara dengan sang suami. Dia hanya mencegah kemungkinan terburuk bila ia melihat Juna saat berbicara dan mereka terlibat perdebatan, yang ujungnya akan berakhir dengan mendaratnya cubitan maut Lily di tubuh Juna. Bisa-bisa ia kena pasal KDRT pada suaminya. "Lihat saya!" perintah Juna tegas.Lily keder juga mendengar suara Juna yang agak keras dibanding biasanya. Dengan terpaksa, ia mengangkat kepalanya dengan mata yang masih terpejam rapat. Kemudian lamat-lamat, dibukanya indera penglihatannya itu.Aaah! Teriaknya kaget. Jarak antara dia dan Juna sangatlah dekat, hanya satu kilan saja. Dadanya berdegup kencang. Ya Allah, andai pria di depannya ini tidak menyebalkan sama sekali, ia pasti akan dengan sukarela mendaratkan kecupan sayang layaknya istri kepada suami. Lain halnya dengan Juna. Ia menatap lekat gadis di depannya. Memindai satu per satu semua yang ada di wajah gadis itu. Semua tercetak sempurna dan terlihat begitu cantik di matanya. Ah, andai ini bukan bulan puasa, batinnya mengerem keinginan yang tiba-tiba datang tak diundang. Juna langsung menjauhkan wajahnya dari Lily. Mencegah lebih banyak desiran yang tiba-tiba muncul di dadanya. "Lakukan semaumu. Tapi ingat, tetap harus seijinku bila hendak pergi kemanapun atau melakukan apapun," jawab Juna ketus seperti biasanya.Lily membeliakkan matanya lebar. Binar bahagia tercetak jelas di wajahnya. Senyum manisnya terkembang sempurna. Semua itu tidak lepas dari pandangan Juna. Kembali Juna menjadi salah tingkah sendiri."Masukkan no hp mu ke sini!" perintah Juna seraya memberikan ponselnya kepada Lily."Siap. Siap komandan!" jawab Lily semangat.-0-
Baskara melangkah ke taman menghirup udara pagi. Ia merasa lebih segar dan tidak lagi lemas seperti kemarin. Ia terus mengingat kejadian kemarin. Ditengah kesibukannya menggali memorinya, suara dehaman dari sang papa mengagetkannya.
"Papa."
"Ehm, bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" tanya Rahman melangkah mendekat ke samping kursi yang kosong, yang berada di sebelah kanan Baskara.
"Sudah lebih baik dari kemarin, Pa," jawab Baskara dengan tersenyum tipis.
"Baguslah. Bas, Papa hendak menanyakan sesuatu padamu?"
"Apa, Pa?"
"Apakah kamu ingat apa yang kemarin kamu ucapkan?"
"Hmm, ucapan yang mana, Pa? Baskara sedikit lupa," jawab Baskara.
"Betul kamu lupa akan pertanyaanmu kemarin?"
Baskara mengangguk dan terus menyimak perkataan sang papa.
"Kemarin kamu menanyakan hal yang membuat semua orang terkejut dan berpikir bila kamu sedang berhalusinasi," kata Ridwan.
Baskara masih terdiam, terus mendengar perkataan papanya.
"Apakah pernikahan kalian bisa dibatalkan sekarang?" Rahman mengulang perkataan Baskara kemarin.
Baskara tercenung. Ia samar teringat bila telah mengatakan sesuatu yang mampu membuat semua orang yang berada di kamar tamu, yang ia tempati saat ini. Potongan-potongan kejadian kemarin, sedikit demi sedikit menyeruak keluar dari memori otaknya, yang akhirnya sampai pada saat ketika ia mengatakan sesuatu, yang saat ini ternyata melekat erat di otaknya.
"Iya, Pa. Sekarang, Baskara ingat." Baskara akhirnya mengatakan keadaan sebenarnya.
"Kamu sadar dengan apa yang kamu sampaikan kemarin?"
"Sadar, Pa.." jawab Baskara mantap.
Rahman terkejut, menatap tidak percaya pada putra keduanya itu.
Kakek Tua Yang Menyebalkan Lily bangun pagi seperti biasa, namun bangun dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Rona bahagia terlihat jelas sejak ia membuka matanya. Lili berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya mengusir rasa malas dan kantuk yang masih sedikit menggantung di pelupuk matanya dan dengan cepat keluar dari kamar hendak membantu menyiapkan santapan sahur. Tampak olehnya, pria yang hobbynya berkata pedas padanya masih terlelap tidur, membuat lily berjalan sedkit pelan agar tidak membangunkannya.Lily menyiapkan empat piring dan 4 mangkuk kecil sebagai wadah untuk menikmati sup jamur yang ia masak sendiri. Lily memasak sup jamur spesial untuk suaminya sebagai ungkapan terimakasih karena sudah mengijinkan dirinya untuk bekerja kembali. Ia menyiapkan semua itu dengan perasaan yang bahagia.Ia bersenandung kecil ketika menaiki tangga hendak membangunkan suaminya. Baru saja dirinya tiba di depan pi
Ada Apa Dengan Laki-laki itu Sepasang pengantin baru itu terdiam dalam perjalanan menuju kantor Lily. Lily yang awalnya sangat bersemangat menyambut hari ini, menjadi lemas ketika ia mendengar jawaban Juna atas pertanyaan yang ia ajukan saat melihat Juna mengenakan jaket dan meraih kontak mobil di atas meja riasnya, saat ia sudah bersiap untuk mengenakan tas selempangnya."Peraturan pertama, berangkat aku yang antar, pulang aku yang jemput. Tidak setuju tidak usah masuk kerja lagi," jawab Juna dengan nada tegas tak terbantahkan.Impiannya menikmati kebebasan berangkat kerja sendiri buyar seketika mendengar perkataan Juna itu.Ia berulang kali berdecih kesal mengungkapkan kekecewaannya, namun Juna bersikap acuh, tidak menanggapi kekesalan Lily.Lily terus diam menatap jalan. Lama kelamaan ia tidak tahan dengan keheranannya. Mengapa Juna bisa tahu letak kantornya padahal ia belum pernah ke sana, bahkan sewaktu berangkat tadipu
Tidakkah Kita Saling Mengenal Dulu? Ponsel Lily yang berada di atas mesin jahit tiba-tiba berbunyi. Jam dinding yang berada di ruangan itu sudah menunjukkan pukul 3 sore.Lily menggeser tombol berwarna hijau." Assalammu"alaikum.""Waalaikumsalam. Aku sudah di depan ruanganmu. Cepat buka!" Suara ketus Juna terdengar.Lily bersegera membukakan pintu ruangannya yang tadi ia tutup karena ia hendak melaksakan sholat ashar di ruangannya."Kenapa pakai ditutup segala sih pintunya," omel Juna saat melangkah masuk ruangan bernuansa hijau tosca itu. "Saya kan sedang sholat ashar suamiku sayang," ujar Lily tanpa menyadari sapaan yang baru saja terlontar dari bibirnya.Juna tercenung mendengar sapaan Lily barusan. Serius itu tadi yang mengucapkan Lily, istrinya si gadis aneh? Suamiku sayang? Rasa panas menjalar ke seluruh wajah Juna, ia mendadak gugup. Salah tingkah sendiri. Bila set
KenanganLily terkesiap, mendengar pertanyaan laki-laki di depannya. Pandangannya semakin dalam seakan mencari kebenaran ucapan laki-laki itu. Detik berikutnya, Lily semakin merasa tidak berdaya."Tidakkah kita saling mengenal dulu?" Ia mengulangi lagi pertanyaannya, sambil tersenyum menatap Lily yang hanya diam mematung menatapnya. Mata bulat penuh binar itu tidak berubah, tetap indah seperti dulu, Baskara menggumam dalam hati. Dirinya terus saja mengamati wajah gadis di depannya yang masih menatap dirinya dalam diam. Lily tersadar dari diamnya lalu berdeham, menghilangkan kekakuan yang tercipta di antara mereka. "Maaf..." ucapnya pelan, seakan takut suaranya akan terdengar oleh orang lain selain mereka berdua. Baskara menangkap sikap Lily yang canggung. Ia tidak menyalahkan Lily. Dirinya dulu pernah menemani Lily untuk beberapa saat tanpa status hubungan yang jelas. Baik dirinya maupun Lily menjalani semu
Tekad Juna Seminggu sudah Lily berangkat dan pulang kerja bersama dengan Juna, dan dalam seminggu itu pula tidak begitu banyak perubahan yang terjadi pada hubungan mereka berdua. Juna masih dengan sikap ketusnya dan menjadi semakin dingin setiap kali melihat bagaimana Baskara memperlakukan Lily dengan begitu lembut, berbanding terbalik dengan dirinya. Hari ini, seperti biasa kebisuan menemani mereka selama perjalanan pulang hingga mobil sedan itu memasuki pekarangan luas keluarga Broto. Keduanya memasuki rumah dengan berjalan beriringan, terus melewati ruang tamu dan ruang keluarga, menaiki tangga hingga tibalah mereka di kamar mereka. Juna melepas sepatunya dan menggantinya dengan selop kamar, lalu melepas dasi dan kemejanya. Tinggallah sekarang dirinya hanya mengenakan kaos singlet masih dengan celana panjang yang sama. Sedangkan Lily,
Ceraikan Aku Juna melangkah acuh meninggalkan meja makan. Ia membiarkan Lily berjalan di belakangnya. Tidak lagi beriringan seperti biasanya. Kakek tua, Pak Broto, melihat semua kejadian yang berlangsung di meja makan selama buka puasa tadi. Ia menyaksikan bagaimana Baskara berusaha mendekati Lily, dan bagaimana ekspresi Juna melihat interaksi keduanya. Dalam hati kakek tua itu begitu sedih. Perjodohan yang ia harapkan dapat berakhir bahagia bagi sang cucu, justru menciptakan persaingan dan permusuhan diantara mereka. Dirinya sendiri tidak mampu menengahi pertikaian terselubung dua cucu kesayangannya itu. Ia hanya mampu menyerahkan semuanya kepada Yang Di Atas, akan seperti apa kedepannya hubungan kedua kakak beradik itu. Lily berdendang ringan meninggalkan meja makan. Ia melangkah menaiki tangga dengan riang ketika sebuah tangan kekar mencekal tangannya. Lily menghentikan langkahnya dan menoleh ke s
Dejavu Lily berjalan cepat meninggalkan kamar Juna. Ia melangkah tegas, seakan ingin menunjukkan bahwa suasana hatinya sedang benar-benar marah. Ia berjalan menuju masjid yang berada tepat di seberang rumah mertuanya itu. Entah memang takdir atau hanya kebetulan semata, lagi-lagi dirinya dipertemukan kembali dengan Baskara yang juga tengah melangkah keluar dari kamarnya hendak ke masjid yang sama dengan yang dituju Lily. Baskara pun sama terkejutnya seperti Lily. Ia merasa seakan dirinya dan Lily sedang dipermainkan oleh takdir. Di saat seperti ini, mereka justru kerap bertemu tanpa mereka rencanakan sedikitpun. Baskara pun mempercepat langkahnya, berusaha mengejar Lily yang sudah melangkah jauh di depannya. "Lily!" panggil Baskara ketika ia berhasil mengikis jarak di antara mereka. Lily seketika menghentikan langkah kakinya. Suara Baskara seakan memiliki daya magis bagi Lily. Ia tidak memiliki daya apapun unt
Kemelut Dalam Diri Baskara Pak Broto menghela nafas panjang mengingat kejadian semalam. Ia melihat bagaimana Baskara dan Lily berjalan beriringan ke masjid sedangkan Juna berdiri terpaku, menatap keduanya yang berjalan di depannya. Ia sempat mendengar keributan yang terjadi di tangga setelah acara berbuka puasa kemarin. Suara pintu kamar yang dibanting Juna terdengar hingga kamarnya. Seperti biasa, Pak Broto berjalan mengitari halaman rumahnya yang lumayan luas, mencari udara segar sekaligus merangsang otot-otot kakinya agar tidak kaku. Di saat dirinya memutuskan untuk beristirahat sejenak di salah satu kursi taman yang terletak tepat di depan kolam ikan koi, Baskara tengah berdiri membuka kunci gerbang dari arah luar. Pak Broto mengawasi Baskara dari kursinya. Cucu kesayangannya yang seharusnya menjadi suami Lily, namun gagal karena permainan takdir. Langkah Baskara semakin mendekat. Pria muda itu mengangkat wajahnya karena merasa di awasi seseorang. Ketika netranya menangkap sosok