แชร์

Bab 3

ผู้เขียน: Sinda
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-10-09 15:51:42

Duduk sendirian di salah satu kursi, Mahira membuat senyum saat melihat adiknya, Leoni, turun dari panggung kemudian menghampiri. Ada perasaan senang yang menggelayuti hati si kakak. Akhirnya, hari ini ia bisa menyaksikan Leoni bertunangan dengan Riga.

Pertunangan itu diadakan di sebuah gedung mewah. Meski tamu tak sampai ribuan orang, tetapi Mahira tetap senang, sebab adiknya terlihat bahagia. Terlebih, setelah ini, Riga berjanji akan secepatnya mengaturkan pernikahan. 

"Terima kasih," ucap Leoni usai memberi pelukan pada Mahira. "Kalau bukan kau yang mengenalkanku pada Riga, ini semua tak akan terjadi."

Mahira menggeleng. "Aku kenalkan pun, kalau kalian memang tidak saling suka, ini semua tak akan terjadi."

Leoni mengangguk saja. "Oh, iya. Aku ingin ceritakan sesuatu." Perempuan itu mendekatkan kursi pada Mahira.

"Soal apa?" Mahira berusaha fokus mendengarkan, meski sebenarnya kepala penuh dengan masalah sendiri.

"Aku bertanya pada orangtuanya Riga tadi. Soal harus memberikan hadiah apa pada Riga, saat ulang tahun nanti."

Kepala Mahira mengangguk satu kali. "Lalu?"

"Mereka bilang ulang tahun Riga masih lima bulan lagi."

"Terlalu cepat menyiapkan hadiah?" tebak Mahira.

Leoni menggeleng. "Riga sendiri yang mengatakan padaku kalau ulang tahunya seminggu lagi." Wajah perempuan itu dihiasi mimik bingung.

Leoni tidak paham mengapa bisa orangtua Riga tidak ingat ulang tahun anak sendiri. Riga yang salah memberitahu atau memang orangtua Riga yang keliru. Dan entah kenapa, masalah kecil ini cukup membuat Leoni khawatir.

Ia dan Riga berkenalan baru dua bulan. Jujur, Leoni belum bisa memastikan ia mengenal sang calon suami sepenuhnya. Belum lagi, selama ini ia belum pernah berkunjung ke rumah si pria. Hanya Riga yang kerap datang, itupun menginap di hotel.  Karena itu, wajar saja baginya bila merasa hal sepele tadi patut dipikirkan.

Di tempatnya, Mahira berusaha mencerna. Tak tega melihat wajah gusar sang adik, ia mengambil opsi paling masuk akal untuk dikatakan.

"Mungkin, mereka lupa. Mereka sudah tua. Ayah saja suka lupa ulang tahunmu, 'kan?" tutur Mahira berusaha menenangkan adiknya.

Leoni mengangguk saja. "Apa aku terlalu serius menanggapi itu?"

Mahira memberi senyum. "Tenang saja. Sejauh ini Riga terlihat jujur, 'kan?"

Mahira berusaha meyakinkan diri atas kalimat tadi. Mulanya, Riga bilang tak ingin mengundang orangtuanya. Namun, ketika didesak, pria itu menuruti. Belakangan si lelaki mengaku kalau memang hubunganya dengan ayah dan ibu tidak terlalu baik.

Sejauh ini, Riga memang terlihat jujur. Jadi, harusnya tak perlu ada yang dikhawatirkan. Dan sebenar-benarnya, Mahira tak mau membuat Leoni cemas berlebihan. Adiknya itu terlihat sangat mencintai Riga.

Si adik berdeham mengiyakan. Mahira mulai merasa perutnya tak nyaman. Mualnya datang lagi. Ia pun permisi untuk pergi ke toilet.

Selesai dari toilet, Mahira memilih menenangkan diri di taman yang berada di belakang gedung pertunangan. Duduk di sana sendirian, perempuan itu mulai memikirkan kembali masalahnya.

Sial sekali. Tebakan Riga kemarin benar seratus persen. Mahira ternyata memang hamil. Bukan hanya satu alat tes yang membuktikan itu, tetapi tujuh.

Sekarang, si perempuan sedang bingung harus melakukan apa. Ia sama sekali tak punya cara untuk menangani keadaan sulit ini.

Tawaran Riga yang bersedia mengantar Mahira bertemu Alex, jelas tidak akan mengubah apa-apa. Mahira yakin Alex tidak akan mengakui apa yang sudah diperbuat. Meminta Alex bertanggungjawab hanya akan membuat Mahira jauh lebih menyedihkan.

Mengaku pada keluarga, pun tak berani Mahira lakukan. Ia yakin ayahnya akan terkena serangan jantung saat mengetahui putri sulungnya hamil dan ditinggalkan begitu saja.

Mahira benar-benar menemukan jalan buntu. Ia terjebak di situasi yang serba salah. Tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa ke mana-mana.

Tunggu.

Tidak bisa ke mana-mana?

Itu tidak benar sepertinya.

***

Pagi-pagi sekali di esok harinya, Mahira berpamitan pada ayah, ibu dan juga adiknya. Dengan dua ransel, perempuan itu akan pergi meninggalkan rumah hari ini.

"Apa harus kau pergi mendadak seperti ini?" Adi, ayahnya Mahira, terlihat enggan melepas si putri.

Mahira mengangguk. Ia memasang senyum meyakinkan, seolah semua baik-baik saja. Seolah kepergiannya ini memang untuk bekerja di luar kota. Bukan melarikan diri demi menyembunyikan kehamilan.

Siapa sangka? Mahira akhirnya menemukan solusi. Daripada mendatangi Alex, tidak ingin membuat orangtuanya sedih dan terbebani. Mahira putuskan untuk mengungsi sementara.

Bekerja adalah alasan perempuan itu. Ia akan tinggal di tempat yang jauh dari keluarga. Menunggu sampai bayinya lahir, kemudian ... entahlah. Nanti saja dipikirkan.

Usai berpamitan, Mahira bergegas berangkat. Perempuan itu sudah membeli tiket bus kemarin.

Tepat waktu tiba di loket bus, Mahira berangkat sesuai jadwal di tiket. Di dalam bus, meski perasaannya gusar dan sedikit takut, Mahira berusaha menguatkan hati. Saat ini ia hanya bisa mengandalkan diri sendiri.

Ia mulai merancang apa-apa saja yang harus dilakukan saat sudah tiba di kota yang baru. Pertama, Mahira akan mencari tempat tinggal yang murah. Kemudian, mencari pekerjaan. Lalu, hidup dengan tenang.

Menyedihkan memang nasib yang perempuan itu punya. Namun, ia bisa apa sekarang? Menangisinya? Menyalahkan orang lain? Mahira sadar itu hanya akan membuatnya semakin merasa sakit. Jadi, lebih baik seperti ini saja.

Mahira akan berusaha bertahan, sekuat yang ia bisa.

Saat Mahira tengah menikmati pemandangan pepohonan di kiri dan kanan jalan, tiba-tiba saja bus yang perempuan itu tumpangi berhenti mendadak. Semua orang di dalam bus berteriak histeris.

"Ada apa ini?" Seorang penumpang yang duduk di depan Mahira berdiri untuk memeriksa.

"Saya juga tidak tahu. Mobil-mobil mewah ini tiba-tiba mengadang jalan kita."

Mahira ikut berdiri. Benar kata si supir. Ada lebih dari lima mobil sedan hitam yang terpakir asal di depan bus mereka.

"Siapa mereka?"

Baru saja tanya itu disuarakan penumpang yang lain, Mahira terkejut saat tiba-tiba saja segerombolan lelaki yang turun dari sedan memaksa masuk ke bus.

Orang-orang berwajah bengis itu memeriksa satu per satu kursi, seolah sedang mencari sesuatu. Atau seseorang, sebab saat salah satu dari mereka melihat Mahira, orang itu berteriak.

"Di sini. Kita menemukan dia."

Mahira gelagapan saat dua orang lelaki langsung menyergap tangannya. Memeganginya kuat, lalu menyeretnya turun dari bus.

"Lepaskan! Kalian siapa?!" Mahira menendang kaki lelaki di kiri. Sayang, sepertinya kurang kuat, sebab orang itu bergeming.

Semua orang yang tadi masuk ke bus turun, saat Mahira berhasil dibawa keluar dari bus. Perempuan itu dipaksa masuk ke dalam salah satu sedan. Meski si gadis sudah berusaha meronta dengan menendang atau memukul, pada akhirnya perlawanan itu sia-sia belaka.

Seseorang membekap mulut Mahira dengan sapu tangan yang beraroma wangi. Wanginya amat menyengat, sampai-sampai si gadis dibuat tak sadarkan diri, kemudian dibawa pergi tanpa perlawanan lagi.

....

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Falling for Dangerous Man    Mahaya

    Ini sudah tidak benar. Riga harus dihentikan, atau pria itu akan membuat semua orang babak belur, seperti Alex.Dengan langkah tergesa dan mata dipenuhi sorot kesal, Mahira keluar dari kamar. Perempuan itu menemukan suaminya ada di lantai bawah, ruang tamu. Bersama Alex dan keluarga mereka yang hari ini berkunjung.Mahira baru saja selesai mandi. Dan selama mandi tadi, ia terus terpikirkan sikap Riga yang sudah kelewat batas. Hari ini Alex, besok, pria itu bisa saja memukul ayah mertuanya atau suaminya Leoni."Riga!" panggil Mahira. "Berikan Mahaya pada Ibuku."Lelaki yang Mahira panggil mengaitkan alis, dengan bibir rapat dan berkerut. Dekapannya pada bayi di gendongan mengerat, tetapi tetap lembut."Kenapa?" tanya lelaki itu dengan suara tenang, tetapi tak rela. Lihat, belum apa-apa, Riga sudah seperti akan menghajar seseorang. Mahira tak habis pikir."Aku harus bicara padamu. Biarkan Ibu menggendong Mahaya."Menyipitkan mata pada istrinya, Riga memalingkan pandang pada wajah bayi

  • Falling for Dangerous Man    Mahira - 17

    Mahira terperanjat saat merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Perempuan itu berbalik, lalu menemukan jika pelakunya adalah sang suami."Kenapa kau bangun pagi sekali?" ucap Riga sembari menyandarkan dagu di bahu Mahira."Aku tak ingin tidur dulu, hingga lupa membuat sarapan untuk Righa. Dia harus sekolah pagi ini.""Tapi kau baru tidur satu jam lalu."Menyungging senyum mengejek, Mahira berkata, "Dan itu karena ulah siapa?" Mahira menyentak sedikit kuat pisaunya yang sedang mengiris daun bawang.Dahi Riga berlipat. "Ulahmu tentu saja," balas pria itu dengan nada menuduh."Aku?" Mahira berbalik. Ia angkat pisau di tangan setinggi dada. "Sebutkan di mana salahku, saat kau yang tak bisa mengendalikan nafsu?"Riga melirik ujung pisau di tangan Mahira, lalu wajah perempuan itu bergantian. "Sedang berusaha menakutiku?"Mahira menggeleng dan memberikan ekspresi polos. "Aku bertanya.""Itu salahmu. Siapa suruh kau terasa enak sekali?" Tersenyum nakal, Riga menyangga dua lengannya di masin

  • Falling for Dangerous Man    Mahira - 16

    "Apa yang bagus dari wajah Ayah, Ibu?"Pertanyaan dari anaknya itu membuat Mahira menegakkan kepala yang semula rebah di samping suaminya yang tertidur. Pada sang anak, ia melempar senyum heran."Kenapa bertanya begitu?"Righa mengangkat bahu. Raut wajahnya terlihat sedikit murung."Ayah dirawat sejak lima hari lalu. Paman Alex bilang, dia akan segera membaik. Tapi, kenapa ibu terus menatapi wajah Ayah seperti itu? Memang apa yang menarik dari wajah Ayah?"Mendengar penuturan panjang sarat nada cemburu itu, Mahira beranjak dari kursi. Dengan senang hati ia berpindah ke sisi kanan ranjang Riga, duduk di samping putranya."Kau marah aku memandangi ayahmu?" Mahira memeluk anaknya dari samping.Righa menatap ibunya, kemudian memamerkan senyum malu. "Ibu seperti lupa padaku. Sejak Ayah masuk rumah sakit, Ibu selalu menemani dan menatapi wajah Ayah seperti tadi."Mahira mengangguk saja. Ia eratkan dekapan pada Righa, memberi kecupan ke kepala bocah itu."Tidak ada yang menarik, ya?"Mahira

  • Falling for Dangerous Man    Mahira - 15

    Riga tumbuh di keluarga yang bisa disebut berbahaya. Ayahnya menjalankan bisnis judi pada awalnya, sebelum bergerak ke ranah perdagangan organ. Meski punya ibu yang sering mengekpresikan kasih sayang secara verbal atau lewat tindakan, tetapi sejak kecil, Riga kesulitan melakukan itu.Pria itu tak tertawa saat teman-temannya terbahak akan sebuah lelucon. Riga tak tersenyum dan malah menaikkan alis saat ada gadis yang mengucapkan terima kasih atau terang-terangan mengaku perasaan padanya. Karena itulah ia memilih Sandra sebagai istri.Sandra yang hidup di lingkungan yang sama dengannya membuat Riga yakin perempuan itu akan bisa mengimbanginya. Riga tak perlu repot menjadi peka atau memberi servis menggelikan seperti pelukan, kecupan, atau kata-kata manis pada perempuan itu.Pemikiran Riga soal itu nyatanya benar. Lima tahun berumahtangga, ia dan Sandra baik-baik saja. Setidaknya, sampai kebohongan Sandra terkuak dan mereka berpisah.Urusan perempuan, sebenarnya Riga tak terlalu peduli.

  • Falling for Dangerous Man    Mahira - 14

    "Ibu, bisa aku pergi main bola dengan ayah?""Besok saja, Righa.""Ibu, boleh aku meminta ayah untuk membuatkanku layangan?""Besok saja, Righa. Ayahmu banyak pekerjaan.""Ibu, apa hari ini Ayah akan mengantar dan menjemputku ke sekolah?""Ibu saja yang mengantar dan menjemput. Ayahmu sibuk, besok saja, ya."Beberapa hari belakangan, Riga selalu memergoki istrinya memberi jawaban demikian pada anak mereka. Besok, besok, besok. Perempuan itu seolah menjauhkan ia dari sang anak. Membuat si bocah murung dan ia bingung.Namun, malam ini, ia tak bingung lagi. Pria itu sudah mendapatkan jawaban mengapa istrinya bersikap demikian.Barusan, Mahira menolaknya. Dengan alasan yang kurang lebih mirip dengan yang perempuan itu berikan pada anak mereka.Besok.Riga tidak memaksa. Pria itu berbaring telentang, membiarkan Mahira memunggunginya. Sedari tadi istrinya diam, tetapi ia yakin Mahira belum tidur."Riga?"Panggilan itu membuat Riga tersenyum sinis. Dasar perempuan banyak drama. Ia yakin, Mah

  • Falling for Dangerous Man    Mahira - 13

    Bersandar di depan meja kerjanya, Riga menatap tajam pada Alex yang duduk di depannya. Hari ini, pria itu meminta sang sepupu untuk datang. Riga menuntut banyak penjelasan.Pertanyaan pertama sudah disuarakan tadi. Soal mengapa bisa Righa tahu soal Renzo dan Lena. Riga sudah menunggu selama dua menit, tetapi sepupunya masih saja diam."Alex?"Alex berdecak kesal. "Menurutmu karena apa? Hanya kau yang otaknya mirip babi busuk. Bukannya menjaga istrimu, kau malah menyuruhnya pergi."Riga menendang kaki kursi Alex, hingga sepupunya itu nyaris terjungkal. "Aku tidak meminta pendapatmu. Jelaskan, sejak kapan Ayah berhubungan dengan Mahira."Menghela napas, Alex memilih membuat ini mudah. Riga tak akan membiarkan lepas, seelum mendapatkan apa yang diinginkan. Maka itu, si lelaki pun mulai menjelaskan."Aku memberitahu mereka saat aku tahu Mahira hamil. Sejak itu, mereka sering menghubungi Mahira. Saat Righa lahir, mereka datang menjenguk.""Diam-diam?"Alis Alex mengait. "Kau melarang siapa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status