Mahira dijebak oleh seorang pria berhati iblis, hingga ia mengandung. Tak mau membuat orang tua malu, Mahira putuskan untuk pergi jauh dan merahasiakan kehamilannya dari semua. Sayang, saat perjalanan kabur itu Mahira diculik. Tak disangka, yang menculik adalah si pria iblis yang membuat hidupnya berantakan. Lantas, apa yang akan Mahira alami? Siapa sebenarnya pria yang menculiknya ini? Kenapa ia diculik dan ditawan? Akankah Mahira dan bayinya selamat dari orang-orang yang berusaha mencelakai?
View MoreBukan rumah, tempat yang Mahira datangi adalah sebuah kamar hotel. Si perempuan maklum, sebab setahunya Riga memang tidak berasal dari kota ini. Pria itu datang tiga hari lalu untuk menemui keluarga Mahira, dan nantinya akan pergi lagi.
Menekan bel kamar itu, Mahira disambut seorang lelaki yang baru pertama kali dilihat."Saya mencari Riga. Benar dia menginap di sini?" tanya Mahira sopan.Si lelaki berambut coklat tersenyum ramah. "Benar. Tapi, dia sedang tidak ada."Pria itu membuka pintu lebih lebar. "Masuk saja, aku akan hubungi dia."Tawaran itu membuat Mahira ragu untuk sesaat. Haruskah ia masuk? Bagaimana juga, tempat itu asing. Pun, ia tak kenal pria berambut coklat tadi. Namun, bukankah Hira punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan dengan Riga?Lagipula, menurut Leoni, yang memberikan alamat ini adalah Riga sendiri kemarin. Tidak mungkin salah, 'kan?"Baiklah," putus gadis itu pada akhirnya. Ia melangkah masuk ke kamar. "Tolong beritahu Riga."Mahira dipersilakan duduk. Ia disuguhi segelas air putih. Orang di kamar itu memperkenalkan diri usai menelepon Riga."Aku Alex," katanya sembari mengulurkan tangan.Mahira menjabat tangan Alex. "Mahira. Kakaknya Leoni."Mata Alex tampak melebar. "Ah, kakaknya Leoni? Leoni calon istrinya Riga?"Mahira mengangguk. Perasaannya sedikit tenang. Alex tahu soal Leoni, itu artinya pria itu cukup dekat dengan Riga."Kau mau sesuatu yang lain? Aku pikir tadi kau orang lain, karena itu hanya kuberikan air putih."Pengakuan yang terasa jujur itu membuat Mahira mengulas senyum. Gadis itu menggeleng. "Ini saja cukup."Mahira meraih gelas itu. Meneguk isinya hingga tersisa setengah. Tanpa tahu kalau beningnya air tadi menyembunyikan sebuah muslihat dari Alex.***Mahira terbangun dengan kepala yang terasa berputar dan sakit. Perempuan itu butuh beberapa menit untuk mengumpulkan tenaga dan kesadaran, hingga akhirnya bisa menguasai keadaan sekitar.Perempuan itu tersentak dengan perasaan hampa dan kalah. Menyadari tubuhnya yang polos di bawah selimut, Mahira menggigil marah dan takut. Sesuatu sudah dicuri darinya.Ia mendudukkan tubuh yang terasa sakit. Mengedarkan pandang ke sekeliling. Mahira masih di kamar hotel. Kamar hotel Riga.Mahira mencoba mengingat kejadian sebelum ini. Mulanya samar, perlahan semua menjadi jelas. Tadi, sehabis minum air yang Alex suguhkan, ia merasa luar biasa mengantuk."Mari bersenang-senang, Sayang."Kalimat itu dilontarkan oleh Alex. Kemudian Mahira tak tahu apa yang terjadi, hingga akhirnya ia bisa berada di keadaan sekarang.Berusaha tenang, Mahira mulai mengenakan pakaiannya kembali. Rasa perih dan tak nyaman di antara kaki membuatnya bersumpah akan melenyapkan Alex setelah ini.Mahira sungguh menyesal. Harusnya ia tak percaya begitu saja pada Alex. Sekali pun ada kemungkinan pria itu kerabat dekat Riga. Sial sekali.Niat Mahira datang ke sini adalah demi memastikan ia dan keluarga tidak tertipu. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Hira dikibuli habis-habisan oleh Alex.Usai berpakaian, Mahira memeriksa waktu. Sudah pukul sembilan malam. Sial, berapa lama ia terjebak bersama si bajingan Alex?Memeriksa kamar itu, Mahira benar-benar tak menemukan siapa-siapa. Ia sempat berprasangka kalau Alex bersembunyi di dalam kamar mandi. Namun, kamar itu benar-benar hanya dihuni olehnya.Mahira sudah akan pergi dari sana, saat pintu terbuka dan sosok Riga muncul. Si perempuan bisa melihat raut penuh tanya di wajah calon adik iparnya."Mahira? Kau di sini?"Sial. Mahira mengusapi wajah sembari mengumpati Alex dalam hati. Jadi, tadi itu Alex hanya berpura-pura menghubungi Riga? "Kau kenal Alex?" tanya Mahira cepat."Alex? Tadi pagi aku meninggalkannya di sini. Kau sendirian di sini?""Apa hubunganmu dengan Alex?" Mahira memalingkan wajah saat mendapati Riga menatap penuh selidk pada ruam merah di tulang selangkanya."Dia sepupuku," balas Riga dengan kerutan di dahi. "Apa terjadi sesuatu, Mahira?""Di mana dia sekarang?" kejar Mahira mulai terbawa emosi."Sudah kembali ke rumahnya.""Di mana rumahnya?"Saat Riga menyebutkan nama negara dan bukannya salah satu kota yang Mahira tahu, gadis itu seketika tergamam. Ia terduduk lemas di sofa. Menatap kosong pada Riga, kemudian mulai menerka-nerka akan seperti apa nasibnya setelah ini.Mahira tak pernah menyangka jika hal sekonyol ini akan terjadi padanya. Pertama kalinya ia tidur dengan seorang laki-laki, tetapi nahas lelaki tersebut bukan seseorang yang dikehendaki atau bahkan dikenal. Ia merasa benar-benar marah, tetapi juga sedikit sedih."Terjadi sesuatu, Mahira?" ulang Riga dengan raut wajah penuh selidik.Berusaha fokus, mengesampingkan musibah yang baru saja dialami, Mahira menggeleng pada Riga."Ada yang ingin kutanyakan padamu," ucapnya dengan nada serius.Riga menaikkan satu alis. Pria itu duduk di sofa yang bersebrangan dengan Mahira. "Ada apa?""Sungguh kau ingin menikahi Leoni?"Riga berdeham, mengiyakan. Mata pria itu tak lepas dari wajah Mahira. Sorotnya menelusuri mimik di sana lama-lamat, seolah ingin mencari sesuatu."Lalu, kapan tepatnya itu?"Si lelaki tersenyum sekilas. Nyaris tak terlihat. "Secepatnya.""Kau masih punya orangtua?" Mahira sedikit tak nyaman karena ekspresi tak terbaca lelaki di depannya. "Begini, aku mendengar dari Leoni kalau kau tak ingin mengundang orangtuamu saat pernikahan nanti. Boleh aku tahu kenapa?""Kau keberatan dengan itu?""Aneh. Mencurigakan," pungkas Mahira terus terang.Ada jeda beberapa menit yang diisi keheningan. Mahira masih berusaha menyelami sorot mata Riga, sementara pria itu setia dengan mimik datarnya."Dengar." Mahira berusaha membuat jelas situasi. "Yang memperkenalkanmu pada Leoni adalah aku. Jadi, aku merasa bertanggungjawab atas kesejahteraan adikku kelak. Terlebih, kalian bilang kalian akan menikah. Jadi, kuharap kau mau jujur. Apa ada sesuatu yang kau tutupi?"Mahira yang menunjukkan foto Riga pada Leoni. Saat itu, ia bertemu si lelaki di kafe, kafe yang adalah milik Riga. Entah kenapa, Mahira langsung terpikirkan untuk mengenalkan pria itu pada sang adik.Setelah memastikan Riga lajang, langsung dari mulut pria itu, barulah Mahira meminta adiknya datang ke kafe dan berkenalan dengan Riga. Mahira senang perkembangan hubungan adiknya berjalan baik. Bagus malah jika segera ke jenjang lebih serius, seperti pernikahan.Namun, pernyataan Riga soal orangtuanya yang akan absen di pernikahan, membuat Mahira tak tenang. Ia merasa itu aneh. Jika memang sudah meninggal, bisa dimaklumi. Masih hidup dan tidak diundang, rasanya aneh, bukan?Karena itulah Mahira sampai harus meminta si calon adik ipar bertemu hari ini. Mengingat, menurut Leoni, besok Riga akan kembali ke kota asalnya.Di depan Mahira, Riga tersenyum miring. "Kau sendiri? Apa ada sesuatu yang kau tutupi? Melihat kau begitu tenang setelah semua yang terjadi, apa aku salah jika menyebutmu juga mencurigakan?"Mahira mengerutkan dahi. Perempuan itu menatap acak sekitar beberapa saat, kemudian bertanya, "Maksudmu?"Riga mencondongkan tubuh. Menumpu sikunya di atas lutut. "Terjadi sesuatu di sini sebelum aku datang, 'kan?"Mata pria itu bergulir ke arah ranjang yang posisinya tepat di belakang sofa Mahira. Pandangannya berkeliaran di sana beberapa saat."Apa yang terjadi sebelum aku datang, Mahira?""Bukan apa-apa. Ha--"Riga melempar sorot tajam pada Mahira, menyela ucapan gadis itu. Kemudian, ia tersenyum miring, sembari kembali bertanya."Apa yang kau lakukan di ranjangku, Mahira?"....Ini sudah tidak benar. Riga harus dihentikan, atau pria itu akan membuat semua orang babak belur, seperti Alex.Dengan langkah tergesa dan mata dipenuhi sorot kesal, Mahira keluar dari kamar. Perempuan itu menemukan suaminya ada di lantai bawah, ruang tamu. Bersama Alex dan keluarga mereka yang hari ini berkunjung.Mahira baru saja selesai mandi. Dan selama mandi tadi, ia terus terpikirkan sikap Riga yang sudah kelewat batas. Hari ini Alex, besok, pria itu bisa saja memukul ayah mertuanya atau suaminya Leoni."Riga!" panggil Mahira. "Berikan Mahaya pada Ibuku."Lelaki yang Mahira panggil mengaitkan alis, dengan bibir rapat dan berkerut. Dekapannya pada bayi di gendongan mengerat, tetapi tetap lembut."Kenapa?" tanya lelaki itu dengan suara tenang, tetapi tak rela. Lihat, belum apa-apa, Riga sudah seperti akan menghajar seseorang. Mahira tak habis pikir."Aku harus bicara padamu. Biarkan Ibu menggendong Mahaya."Menyipitkan mata pada istrinya, Riga memalingkan pandang pada wajah bayi
Mahira terperanjat saat merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Perempuan itu berbalik, lalu menemukan jika pelakunya adalah sang suami."Kenapa kau bangun pagi sekali?" ucap Riga sembari menyandarkan dagu di bahu Mahira."Aku tak ingin tidur dulu, hingga lupa membuat sarapan untuk Righa. Dia harus sekolah pagi ini.""Tapi kau baru tidur satu jam lalu."Menyungging senyum mengejek, Mahira berkata, "Dan itu karena ulah siapa?" Mahira menyentak sedikit kuat pisaunya yang sedang mengiris daun bawang.Dahi Riga berlipat. "Ulahmu tentu saja," balas pria itu dengan nada menuduh."Aku?" Mahira berbalik. Ia angkat pisau di tangan setinggi dada. "Sebutkan di mana salahku, saat kau yang tak bisa mengendalikan nafsu?"Riga melirik ujung pisau di tangan Mahira, lalu wajah perempuan itu bergantian. "Sedang berusaha menakutiku?"Mahira menggeleng dan memberikan ekspresi polos. "Aku bertanya.""Itu salahmu. Siapa suruh kau terasa enak sekali?" Tersenyum nakal, Riga menyangga dua lengannya di masin
"Apa yang bagus dari wajah Ayah, Ibu?"Pertanyaan dari anaknya itu membuat Mahira menegakkan kepala yang semula rebah di samping suaminya yang tertidur. Pada sang anak, ia melempar senyum heran."Kenapa bertanya begitu?"Righa mengangkat bahu. Raut wajahnya terlihat sedikit murung."Ayah dirawat sejak lima hari lalu. Paman Alex bilang, dia akan segera membaik. Tapi, kenapa ibu terus menatapi wajah Ayah seperti itu? Memang apa yang menarik dari wajah Ayah?"Mendengar penuturan panjang sarat nada cemburu itu, Mahira beranjak dari kursi. Dengan senang hati ia berpindah ke sisi kanan ranjang Riga, duduk di samping putranya."Kau marah aku memandangi ayahmu?" Mahira memeluk anaknya dari samping.Righa menatap ibunya, kemudian memamerkan senyum malu. "Ibu seperti lupa padaku. Sejak Ayah masuk rumah sakit, Ibu selalu menemani dan menatapi wajah Ayah seperti tadi."Mahira mengangguk saja. Ia eratkan dekapan pada Righa, memberi kecupan ke kepala bocah itu."Tidak ada yang menarik, ya?"Mahira
Riga tumbuh di keluarga yang bisa disebut berbahaya. Ayahnya menjalankan bisnis judi pada awalnya, sebelum bergerak ke ranah perdagangan organ. Meski punya ibu yang sering mengekpresikan kasih sayang secara verbal atau lewat tindakan, tetapi sejak kecil, Riga kesulitan melakukan itu.Pria itu tak tertawa saat teman-temannya terbahak akan sebuah lelucon. Riga tak tersenyum dan malah menaikkan alis saat ada gadis yang mengucapkan terima kasih atau terang-terangan mengaku perasaan padanya. Karena itulah ia memilih Sandra sebagai istri.Sandra yang hidup di lingkungan yang sama dengannya membuat Riga yakin perempuan itu akan bisa mengimbanginya. Riga tak perlu repot menjadi peka atau memberi servis menggelikan seperti pelukan, kecupan, atau kata-kata manis pada perempuan itu.Pemikiran Riga soal itu nyatanya benar. Lima tahun berumahtangga, ia dan Sandra baik-baik saja. Setidaknya, sampai kebohongan Sandra terkuak dan mereka berpisah.Urusan perempuan, sebenarnya Riga tak terlalu peduli.
"Ibu, bisa aku pergi main bola dengan ayah?""Besok saja, Righa.""Ibu, boleh aku meminta ayah untuk membuatkanku layangan?""Besok saja, Righa. Ayahmu banyak pekerjaan.""Ibu, apa hari ini Ayah akan mengantar dan menjemputku ke sekolah?""Ibu saja yang mengantar dan menjemput. Ayahmu sibuk, besok saja, ya."Beberapa hari belakangan, Riga selalu memergoki istrinya memberi jawaban demikian pada anak mereka. Besok, besok, besok. Perempuan itu seolah menjauhkan ia dari sang anak. Membuat si bocah murung dan ia bingung.Namun, malam ini, ia tak bingung lagi. Pria itu sudah mendapatkan jawaban mengapa istrinya bersikap demikian.Barusan, Mahira menolaknya. Dengan alasan yang kurang lebih mirip dengan yang perempuan itu berikan pada anak mereka.Besok.Riga tidak memaksa. Pria itu berbaring telentang, membiarkan Mahira memunggunginya. Sedari tadi istrinya diam, tetapi ia yakin Mahira belum tidur."Riga?"Panggilan itu membuat Riga tersenyum sinis. Dasar perempuan banyak drama. Ia yakin, Mah
Bersandar di depan meja kerjanya, Riga menatap tajam pada Alex yang duduk di depannya. Hari ini, pria itu meminta sang sepupu untuk datang. Riga menuntut banyak penjelasan.Pertanyaan pertama sudah disuarakan tadi. Soal mengapa bisa Righa tahu soal Renzo dan Lena. Riga sudah menunggu selama dua menit, tetapi sepupunya masih saja diam."Alex?"Alex berdecak kesal. "Menurutmu karena apa? Hanya kau yang otaknya mirip babi busuk. Bukannya menjaga istrimu, kau malah menyuruhnya pergi."Riga menendang kaki kursi Alex, hingga sepupunya itu nyaris terjungkal. "Aku tidak meminta pendapatmu. Jelaskan, sejak kapan Ayah berhubungan dengan Mahira."Menghela napas, Alex memilih membuat ini mudah. Riga tak akan membiarkan lepas, seelum mendapatkan apa yang diinginkan. Maka itu, si lelaki pun mulai menjelaskan."Aku memberitahu mereka saat aku tahu Mahira hamil. Sejak itu, mereka sering menghubungi Mahira. Saat Righa lahir, mereka datang menjenguk.""Diam-diam?"Alis Alex mengait. "Kau melarang siapa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments