Share

Kehidupan Ganda

Eri membusungkan dada. Tubuhnya yang ceking lumayan jangkung untuk ukuran siswi kelas 3 SMU, terlihat menonjol di antara teman-temannya yang memiliki tinggi rata-rata. Kali ini ia terlihat mendongakkan kepalanya, otomatis karena upacara bendera akan selesai. Panas matahari Surabaya tidak membuat Eri mengeluh. Biasanya ia mengeluh dalam hati karena kebagian sial sebagai siswi tertinggi di kelasnya, berdampingan dengan Bima yang juga selisih sedikit lebih tinggi darinya. Kawan-kawan berebut berdiri di belakang Eri dan Bima agar terhalang dari panas matahari.

“Kali ini kita akan masuk ke pengumuman siswa berprestasi. Minggu lalu sekolah kita mendapat penghargaan terbaik di kompetisi Siswa SMU Teladan se-Surabaya. Erika Chandra dari kelas XII A-1 silakan maju ke depan untuk mendapat simbolis piala dan tabanasnya. Tepuk tangan buat Erika!” Bapak Adi, Kepala Sekolah SMU Nusa Bangsa bertepuk tangan paling semangat.

Eri berjalan tegap dengan senyum lebar yang terulas di muka ovalnya. Ia bangga karena bisa mempertahankan prestasi sebagai siswa teladan selama dua tahun. Gengsi ini juga berdampingan dnegan hasil rapor kenaikan kelas lalu yang menahbiskan Eri sebagai juara umum. Bayangan kuliah di jurusan manapun yang akan ia masuki di bangku kuliah tahun depan sudah terpancang di kepala Eri.

“Coba ceritakan sedikit bagaimana cara belajarmu supaya bisa menjadi motivasi teman-teman lain dan juga adik-adik kelasmu,” kata Pak Adi. Kini mikrofon diberikan kepada Eri. Eri menarik napas panjang sebelum mulai bicara.

“Terima kasih atas apresiasi yang sudah diberikan kepada saya, Pak Adi. Saya berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memberi saya kekuatan untuk belajar keras demi sekolah dan juga kompetisi ini. Selain itu saya berterima kasih kepada orang tua yang selalu mendukung jika saya ingin membaca buku atau belajar hal baru. Tips belajar saya sebenarnya tidak terlalu spesial. Tiap sepulang sekolah, pe-er akan langsung saya kerjakan sambil mengulang pelajaran yang saya terima di sekolah. Lalu besok paginya sebelum berangkat, saya akan membaca materi yang akan diajarkan. Kalau memasuki musim ujian, tentu jam belajarnya yang sedikit ditambah. Jangan lupa istirahat cukup dan olahraga. Kurangi melakukan hal yang tidak bermanfaat.”

Pak Adi mengangguk-angguk bangga. Kumis tebalnya terus bergerak mengikuti senyum yang turut berbangga melihat murid jagoannya terus membawa prestasi untuk sekolah.

“Nah, anak-anak sekalian, sudah dengar apa yang disampaikan oleh Erika?  Ulangi materi, kerjakan tugas tepat waktu, persiapkan pembelajaran di hari yang sama dan kurangi aktivitas tidak bermanfaat, contohnya nonton drakor sampai berjam-jam dan lupa mengerjakan pe-er. Bukan begitu, Erika? Kamu tentu tidak punya waktu untuk menonton orang-orang Korea itu joget di laptop kan?”

Kalimat Pak Adi menohok Eri. Terpaksa ia mengiyakan perkataan kepala sekolahnya. Siapapun ingat bagaimana murkanya Pak Adi ketika melihat anaknya dihukum Bu Susi, guru Bahasa Inggris karena lupa mengerjakan pe-er. Anaknya yang baru kelas X sangat suka menonton maraton drama korea sampai begadang bahkan di jam tidur malam.

“Kalau ingin menjadi siswa yang pintar, kurangilah hal yang kurang berfaedah. Seorang yang pintar seperti Erika pasti bukanlah seorang fangirl akut yang menghabiskan waktunya hanya untuk menggandrungi hal-hal semacam itu.”

Eri lalu kembali ke barisannya. Teman-teman sekelasnya mengerubunginya untuk mengucapkan selamat. Mereka semua selalu kagum dengan keberhasilan Eri.

“Jelaslah Eri nggak bakal turun prestasinya, kan dia bukan fangirl kaya kita, hihiih. Tapi Er, masa kamu nggak ada idola sama sekali?”

“Aku juga sering nonton film kok. Aku suka aktor-aktor Hollywood,” jawab Eri.

Upacara pun selesai. Joyce meminta traktiran Eri sepulang sekolah. Eri menolak. “Sorry, aku nggak bisa. Aku harus nemenin Bunda ke rumah temennya. Katanya temennya itu Dosen ITS, siapa tahu aku bisa nanya-nanya soal kampus itu sama dia.”

“Ya ya ya, kalau gitu aku datang ke rumahmu pas Minggu aja ya biar bisa dimasakin Bundamu. Bundamu kan kalau masak enak bangeet,” kata Joyce. Ia membayangkan bagaimana sedapnya masakan Tante Arumi, bunda Eri yang selalu mudah menerbitkan air liur.

Emm, kayanya nggak bisa. Aku sama ortuku bakal ke Blitar. Ada acara keluarga sekalian mau jalan-jalan di sana,” ujar Eri. Mereka masuk ke dalam kelas. Eri dan Joyce duduk di bangku masing-masing.

“Oh oke, udah lama banget aku nggak mampir ke rumahmu. Ya udah entar next time aja.”

“Besok lusa deh pas Senin aku bisa traktir kamu di deket tempat lesku ada kafe baru yang enak. Duit tabanasku bisa kuambil dikit, oke?”

Joyce mengacungkan jempol. Sebenarnya ia ingin sekali mampir ke rumah Eri karena masakan Arumi selalu enak. Bunda Eri itu selalu menyiapkan bekal masakan siang enak buat Eri sehingga anaknya jarang makan siang di kantin sekolah. Seorang perempuan karir masih menyempatkan diri memasak untuk keluarga tanpa asisten rumah tangga adalah hal luar biasa bagi Joyce. Keluarga Eri adalah panutan bagi Joyce.

Sorry ya Joyce. Sebenernya aku cuman mau nonton film di rumah aja sama Bunda. Berdua aja. Kamu nggak mungkin kuajak ke rumah soalnya udah semingguan ini Bunda sibuk dan pengin punya quality time sama aku. Ayahku juga nggak bisa datang ke rumah hari Minggu besok.

Eri ingin membuka koleksi foto Kim Jae Min seharian di kamarnya. Ayah dan Bundanya biasanya meluangkan waktu bersama Eri entah untuk jalan-jalan atau sekadar berkumpul di rumah. Eri tahu usaha keras orang tuanya itu patut diapresiasi karena meski resmi berpisah setahun lalu, mereka berkomitmen untuk tetap berteman dan menjadi orang tua terbaik buat Eri. Masalahnya Eri tidak mau teman-temannya tahu jika Ayah dan  Bunda berpisah. Mereka adalah pasangan idola Joyce. Jangan sampai imajinasi itu rusak karena perpisahan ayah bundanya.

Pelajaran pertama dimulai. Saku seragam Eri bergetar pelan, tanda pesan masuk. Eri berusaha konsentrasi karena pasti ada kabar masuk di grup Jaemination Asia yang ia ikuti. Atau bisa jadi ada notifikasi baru dari aplikasi Fingstory? Fanfiction yang ia buat ahir-akhir ini mendapat like makin banyak dari penggemar.

“Jadi senyawa ini jika digabungkan dengan senyawa ini akan menjadi sebuah bentuk baru dengan nama...” Bu Mutia, wali kelas Eri yang sekaligus menjadi guru Kimia sedang sibuk menjelaskan di papan tulis. Ketika gurunya berbalik, Eri melirik ponsel di sakunya. Ia menekan tombol lock screen untuk melihat notifikasi apa yang masuk.

Dari pop up message Fingstory ia bisa membaca jelas.

SK Agency is opening a new writing competition. It’s a chance for you to participate!

Eri memindahkan ponselnya ke dalam tas. Ia ingin sekali membuka ponsel lebih lama tapi itu mustahil. Kompetisi  menulis SK Agency? Apa yang sedang dicari ya? SK Agency adalah manajemen yang menaungi idolanya. Eri lebih bersemangat karena ia pasti ingin mengikuti kompetisi itu, tentu saja diam-diam jangan sampai Joyce tahu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status