Beberapa detik yang lalu...
“BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya.
Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu.
Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah
Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari.
Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu.
“Hentikan! Jika kau pergi kesana, kau hanya mengantarkan nyawamu saja” ucapnya untuk menghentikan Galang
“Tapi--”
Tidak tahu apa yang terjadi, Galang menitihkan air mata.
“Aku paham... Lagipula aku adalah teman dekatmu”
Dengan lemas, galang terduduk diatas aspal, dan memukulnya. Dia sungguh kesal karena ketidakmampuannya berbuat apapun
Bertepatan dengan itu, suara hantaman keras terdengar. Karena terkejut, Mereka berdua langsung mengarahkan mata mereka ke arah monster itu. Disana, mereka melihat Rinjani yang selamat, dan Cerberus yang mulai berjalan menjauhinya.
Sementara itu di lain sisi...
“Rokka, bersiaplah. Gunakan itu” ucap Dicky cukup keras pada Rokka yang berada cukup jauh darinya
Dicky melirik lalu melihat anggukan Rokka. Setelah itu, Dicky mengangkat tangan kanannya perlahan, lalu melihat tajam ke arah Cerberus yang sedang mendekati Nossal.
Dicky mengayunkan tangannya ke bawah.
“Thunder”
Tepat setelah dia mengatakan itu, dari tengah awan gelap, Muncul sebuah kilat yang kemudian menyambar tepat ke arah Cerberus itu. Seakan kilat itu sudah dikendalikan untuk mengarah kepada monster itu.
Cahaya yang menyilaukan menyebabkan orang melihatnya menjadi buta sejenak. Yang kemudian diikuti suara menggelegar yang menggetarkan telinga.
Setelah semua itu sudah lewat. mereka yang melihat itu, langsung tahu siapa yang dapat menggunakan serangan itu. Mereka menoleh ke arah Dicky yang tampak terengah-engah.
“Sekarang!!” teriak Dicky pada Rokka
Rokka yang sudah bersiap, berjongkok, dan meletakkan kedua tangannya di atas tanah. Tak disangka, sebuah getaran terasa dari bawah tanah, diikuti retakan di atas aspal. Retakan tersebut perlahan melebar, dan akhirnya tanah terangkat mengurung Nossal dan Cerberus itu
***
“Ada apa ini” ucapku dalam hati, sambil menahan rasa sakit di seluruh badan akibat serangan monster itu. Aku bertanya-tanya apa yang telah terjadi.
Aku dikelilingi oleh sebuah kubah berbentuk setengah lingkaran. Awalnya tampak kokoh, tetapi tidak butuh waktu lama, pada beberapa bagian mulai retak. hingga akhirnya muncul beberapa lubang. Ada yang besar, ada pula yang kecil. Tapi sayangnya tidak ada yang seukuran tubuh manusia.
Aku benar-benar terjebak di dalamnya. Dan yang lebih buruknya, aku terjebak bersama monster yang telah membunuh beberapa orang dengan sekali serangan.
Perlahan aku berdiri, tapi rasanya sungguh berat. Sebagai tumpuan, aku hanya dapat menggunakan tangan kanan, karena tangan kiriku tidak dapat digerakkan. Bahkan ketika berjalan aku harus menyeret kaki kananku yang terkilir.
Meski sulit, aku memaksakan diriku untuk berjalan mendekati lubang yang paling besar. Perlahan aku mencoba memasukkan kepalaku untuk keluar dari tempat ini. Tapi karena terlalu sempit dan membuatku kesakitan, aku menghentikannya
Aku mencoba melirik ke arah Cerberus, untuk memastikan kembali keadaannya. Dengan ketakutan aku menoleh kearahnya. Aku sedikit lega akan apa yang kulihat. Dia masih disana dengan ketiga kepalanya terus menerus menggeram.
Jika aliran listrik saja bisa membuat tangan Dicky lumpuh cukup lama. Serangan sekelas sambaran petir tadi pasti membutuhkan waktu lama untuk dapat bergerak kembali
Meski begitu, aku tidak boleh menurunkan kewaspadaan. tidak ada jaminan aku akan tetap aman. Malahan harusnya aku tidak bisa tenang. Karena saat ini aku sedang terkurung. Dan tidak ada jaminan kapan aku dapat bebas dari kurungan ini
Oleh karena itu, aku kembali melihat keluar. Disitu, aku dikejutkan oleh wajah Dicky yang muncul tiba-tiba.
“Ya, Nossal. Kau masih hidup rupanya” tanya Dicky dengan wajah mengejek
“A-apa yang kau lakukan. Bebaskan a--”
“—bla bla bla. Simpan ocehan bodohmu. Ada orang lain yang ingin aku pertemukan denganmu”
Setelah mengatakan itu, dia menoleh lalu memanggil seseorang. Aku mendengar suara langkah seseorang selama beberapa saat, hingga akhirnya suara itu lenyap karena berhenti
“Silahkan kalian bicara sebentar” kata Dicky sebelum menghilang dari depan lubang.
Ketika Dicky menghilang, tempatnya digantikan oleh orang lain, pemuda itu berdiri tepat di depan lubang dengan kepala menunduk. Tetapi, meski begitu aku masih mengenali pemuda itu. Dia adalah Rokka.
Aku lega ketika melihatnya. tampaknya dia tidak terluka. Hanya saja wajahnya sedikit tampak murung dan berwarna putih pucat.
“Syukurlah, kau tidak terluka bukan?” tanyaku. Bagaimanapun aku cemas dengannya, Melihat beberapa hal yang terjadi sebelumnya.
Tetapi dia hanya diam saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Aku penasaran apa yang terjadi dengannya. Bahkan, bukan sekali ini saja dia mengabaikanku. Sudah sejak hari kejadian kemunculan sihir pertama kali itu. Kami bahkan belum berbicara sama sekali.
“Apakah aku ada salah?” tanyaku
“Tch... Masih belum sadar juga”
“Hah? Kau bilang sesuatu?” suaranya yang begitu kecil tidak sampai ke telingaku.
Tiba-tiba dari belakang Rokka. Seseorang menepuk bahunya, Lalu menariknya mundur sedikit. Sekali lagi Dicky muncul. Dialah yang menepuk bahu Rokka.
“Kau tahu Nossal, siapa orang paling berbakat menggunakan elemen tanah bukan?”
*Deg
Jantungku tiba-tiba berdetak dengan kencang.
“Tidak.... Itu tidak mungkin” aku tidak ingin percaya apa yang sedang kupikirkan.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah Rokka. Dia mengangkat kepalanya, pandangan mata kami bertemu. Entah kenapa, aku merasakan pandangannya sama dengan mereka.
Pandangan seakan mereka sedang melihat sesuatu yang menjijikkan, dan tidak menginginkan keberadaanku
“Tepat sekali!!”
Entah kenapa, Dicky sangat bahagia saat mengatakan hal itu. Sebegitu menyenangkannyakah menghancurkan hidupku.
“Rokka, itu bohong bukan?”
Sekali lagi dia tidak menjawabnya. Perlahan tatapan matanya membuatku ketakutan.
“Rokka? kita ini teman bukan”
“Percuma, aku telah memberitahunya tentang kejadian 8 tahun yang lalu” ucap Dicky.
“Apa yang kau katakan, apa hubungannya dengan Rokka?” tanyaku pada Dicky
“Kenapa kau bertanya padaku, tanya saja pada temanmu ini” ujarnya sambil menepuk bahu Rokka
Meskipun begitu, Rokka masih saja tidak menjawab pertanyaanku. Tidak lama kemudian dia menggigit bibirnya, lalu perlahan membuka mulutnya.
“8 tahun yang lalu. Kejadian mengerikan dimana beberapa hewan buas keluar dari kandang. 23 terluka 10 tewas ditempat kejadian”
Mendengar yang dikatakan Rokka, membuatku teringat kejadian itu. Kejadian yang menjadi penyebab semua kesengsaraanku selama ini.
Perutku mual ketika teringat seekor harimau menggigit kaki seseorang yang mencoba melarikan diri. Saling dorong- dorong membuat seorang anak kecil jatuh ke kandang buaya.
Aku mencoba untuk melupakan hal mengerikan yang terjadi saat itu. tetapi sekali lagi Rokka bertanya
“Apa kau tahu bahwa kedua orang tuaku adalah salah satu petugas di kebun binatang itu?” tanya Rokka kepadaku
“...”
“Selama ini tidak ada yang memberitahukan kepadaku, apa yang terjadi pada kedua orang tuaku saat itu” lanjutnya
Aku hanya terdiam mendengar fakta itu.
“Hingga akhirnya Dicky memberitahuku”
Aku memidahkan pandanganku ke arah Dicky. Dari belakang Rokka, dia tersenyum lebar ke arahku.
“Ya, itu benar. Aku memberitahukan hal itu padanya. Bahwa kaulah pelaku dari lepasnya para hewan buas dikebun binatang saat itu” ujar Dicky sambil merangkul Rokka
“Rokka. Jadi orang tuamu juga—” tanyaku sambil menahan ketakutan
“Sialan kau, akan kubunuh kau!!!” tiba-tiba dia menerjang memasukkan tangannya ke dalam lubang yang kugunakan untuk melihat.
Karena terkejut, aku mundur beberapa langkah. Tapi karena kakiku sedang tidak sehat aku kehilangan keseimbangan lalu jatuh
Dari luar, aku mendengar suara Dicky menenangkan Rokka. Kemudian diikuti suara langkah kaki yang perlahan terdengar menjauh. Aku mencoba kembali untuk berdiri.
Ketika aku melihat kembali dari dalam lubang, Rokka sudah tidak ada disana. Hanya menyisakan Dicky.
Dia mendekat, lalu berkata kepadaku. “Lihat apa yang telah kau perbuat. Kau telah mengecewakan satu-satunya temanmu” sambil menahan tawa
“Bajingan kau. Jika melihat ke masa lalu, itu bukanlah sepenuhnya kesalahanku. Kaulah yang menyuruhku saat itu”
“Apa yang kau katakan” ejeknya padaku
Perlahan aku merasa kemarahan mulai merasukiku. Jika saja saat itu aku tidak menuruti perintahnya. Hidupku pasti tidak akan menjadi seperti ini.
Mengingat hal itu membuatku kesal, betapa tololnya aku saat itu. Brengsek.
“Sialan, bebaskan aku. Akan kubunuh kau”
“Boss, ayo kita kembali” suara seseorang memanggil
“Oh, kunantikan hal itu. Kutunggu hingga saat itu tiba. Pertama, kau harus bertahan hidup terlebih dahulu” dia mengatakan itu sambil menunjuk kebelakangku.
“Hwhahwhah”
Dia berjalan menjauhi tempat ini hingga akhirnya sosoknya hilang di sebuah belokan
“Woy, brengsek!! kembali kesini, aku belum selesai denganmu. SIALAN!!!”
....
Setelah keadaan menjadi kembali senyap, suara yang menakutkan kembali terdengar
“Grrrrrrr” sempat kuhiraukan selama beberapa saat. Aku kembali sadar bahwa dibelakangku, masih ada sosok yang mengancam nyawaku.
Dan saat ini, makhluk itu sudah dapat kembali bergerak. Hal pertama yang dilakukan makhluk itu adalah berbalik, menghadap kepadaku.
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s
Pada saat aku berpikir untuk menyerah, sebuah keajaiban kecil muncul. Meski terasa samar-samar, jari-jari pada tangan kiriku mulai dapat kugerakkan kembali.“Apakah ini juga berkat skill regenerasi?” tanyaku pada diriku sendiri. Perlahan aku terus menggerakkannya, berharap itu mempercepat penyembuhan. Dapat digerakkan tidak berarti aku dapat langsung menggunakan sesuai keinginanku.Lagipula bagian yang dapat digerakkan hanya pada beberapa jari saja. Setiap gerakan yang kuhasilkan menghasilkan rasa geli bukan sakit. Rasanya seperti pada saat kesemutan. Tapi itu jauh lebih baik daripada rasa sakit.Selang beberapa saat, akhirnya aku juga dapat menggerakkan telapak tanganku. Itu berarti banyak bagiku. Dengan itu, aku langsung berjuang untuk berbalik, menghadap pada Cerberus itu.Karena hanya dengan satu telapak tangan untuk memutar seluruh tubuh. Membutuhkan waktu cukup lama. Luka terb
Sekali lagi, aku kehilangan kesadaranku. Tentu saja, badanku pasti masih sangat kelelahan. Ketika aku terbangun untuk yang kedua kalinya, langit telah berubah warna. Yang awalnya berwarna gelap, sekarang mulai terang. Aku terbangun dengan perasaan lebih nyaman. Hanya saja, seluruh tubuhku terasa pegal karena tidur tanpa beralaskan apapun. Siapa sangka aku dapat tiduran diatas aspal di tengah jalan raya seperti ini. Meski kubilang begitu, aku masih terkurung di dalam kurungan menyedihkan ini. Tetapi, ketika aku mengamati sekitar. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. “!” Mayat dari Cerberus kemarin menghilang. Seketika itu juga aku melihat ke sekitar, takutnya saat itu, dia hanya pingsan bukannya mati. Setelah melihat ke sana kemari, dia tidak ada di mana pun. Selain itu juga tidak ada lubang untuknya kabur. Perlahan, aku mencoba berdiri. Karena pandanganku lebih luas jika dalam posisi berdiri. Saat sedang berdiri, rasanya tubuhku terasa cukup ri
“Hyaaa!” Dengan sekali tebasan di bagian leher. Seekor serigala langsung terjatuh di tanah. Dia terbaring lemas di atas kolam darahnya sendiri. Pada jalan yang kulewati ini dialah yang terakhir terlihat. Pisau yang kugunakan sudah mencapai batasnya. Terlihat retakan di bagian bilahnya. Dengan alasan tersebut. Aku lantas membuangnya lalu menciptakan pisau yang baru. Sudah cukup lama sejak aku meninggalkan kurungan tersebut. Matahari semakin tinggi, selain itu cuaca semakin panas tanpa adanya awan. Rasa lapar dan haus semakin tak tertahankan. Monster yang terdapat di perut semakin keras menyuarakan protesnya. Meski begitu, tidak ada sesuatu yang dapat di makan. Swalayan ataupun toko makanan juga tidak ada. Beberapa saat yang lalu. Aku juga sempat mencari di beberapa rumah penduduk. Anehnya, semua makanan lenyap tanpa sisa. Padahal tidak seharusnya para serigala itu memakannya. “Kalau begitu” Kemungkinan lain adalah masih ada orang lain y
Keesokan harinya. Aku terbangun sebelum sinar matahari tampak. Dengan keadaan gelap gulita. Aku mulai beraktivitas. Meski bilang begitu. aku sendiri bingung ingin melakukan apa. Dalam keadaan tanpa cahaya ini. tidak banyak yang dapat kulakukan. Dari luar, terdengar geraman serigala. Ketika aku mengintip dari jendela. Terlihat jumlah serigala yang sangat banyak. Membuatku tidak dapat keluar dari sini. Karena itu aku kembali melakukan berbagai eksperimen. Aku menciptakan setiap benda yang dapat kupikirkan atau aku imajinasikan. Makanan, peralatan, kain dll. Aku berhasil menciptakan berbagai barang. Dan berhasil menciptakan makanan kesukaanku, ubi jalar. Yang kemudian kurebus untuk dijadikan sarapan. Dengan peralatan yang sederhana, serta cara yang sederhana untuk memasaknya, tetapi mempunyai rasa yang lezat sudah cukup menjadi alasan mengapa makanan ini kusukai. Selama beberapa menit, aku merebus ubi yang kuciptakan. Terpikirkan olehku saat terakhir kal
Ketika cahaya terakhir menghilang dari balik dedaunan yang lebat. Sekali lagi kegelapan malam kembali menyelimuti dunia. Saat ini kedua mataku tidak dapat melihat dengan jelas. Meski begitu aku tahu bahwa ada sesuatu yang sedang mendekat. Keadaan membuatku harus memaksakan kedua mataku untuk beradaptasi dengan kegelapan yang pekat ini. Perlahan suara langkah kaki terdengar, menginjak dedaunan kering yang berserakan di tanah. Bukan hanya dari satu dua arah saja, melainkan dari segala arah. Situasi ini membuatku kebingungan. Ketika mereka bersembunyi di balik pekatnya kegelapan. Itu membuatku tidak dapat memperkirakan dari arah mana mereka akan menyerang duluan. Tiba-tiba dari arah samping, aku menerima serangan. Dilihat dari bekas luka cakaran yang dihasilkan, sepertinya yang menyerangku adalah seekor serigala. Berbagai serangan dilancarkan oleh mereka. Tidak mau mengambil urutan, mereka menyerangku secara bersamaan. Aku berkali-kali mengayunkan pisau yang kupegang se
Matahari telah terbit dari ufuk timur, pertarungan telah berakhir. Tubuhku terasa sangat lelah karena pertarungan semalaman. Pada sebuah batang pohon, aku menyandarkan tubuhku, kemudian duduk di sana sembari merilekskan badan. Aku melihat pada tangan kananku yang tidak dapat digerakkan. Tidak ada luka yang terlihat disana. Tampaknya tanganku terkilir. Tapi seharusnya dapat sembuh dengan cepat dengan regenerasi. Rasa lelah yang berlebihan berubah menjadi rasa kantuk yang perlahan menjadi semakin liar, mencoba menenggelamkanku ke dalam dunia mimpi. Tentu saja sangat sulit untuk melawannya. Tetapi sebelum terlelap terdengar suara yang menggema ke seluruh hutan “Ryan!” Karena terkejut oleh teriakan yang aku dengar. Mataku sedikit terasa segar, meski aku tidak berharap demikian. Tanpa menggerakkan anggota badan yang lain, aku menoleh ke arah sumber suara tadi. “Itu jelas suara manusia” begitulah kataku dalam hati. Meski begitu, aku tidak b