Mengingat masa itu, membuat Charlotte sangat menyesali atas perbuatannya. Terutama perkataannya yang setajam silet sangat menghantuinya hingga saat ini. Padahal calon suaminya sudah membuktikan rasa cinta yang begitu besar padanya, namun karena keegoisannya, hubungan asmara mereka menjadi hancur berkeping-keping. Kini bola matanya sangat merah dan hidungnya tersumbat akibat menangis terisak. Menatap kondisi emosi Charlotte yang tidak stabil sekarang, secara spontan ketua tim penyidik mengambilkan sebuah kotak tisu untuknya.
“Bersihkan air mata Anda terlebih dahulu,” usul ketua tim pelan, menunjukkan sedikit rasa empatinya.
Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, dengan sigap ia mengambil beberapa lembaran tisu, mulai menyeka bercak air mata pada setiap sisi wajahnya, hingga bedaknya agak luntur. Untung saja ketua tim penyidik merasa sedikit kasihan padanya, maka ia menunggu Charlotte dengan sabar supaya bisa melanjutkan interogasinya lagi.
Beberapa saat kemudian, emosi Charlotte mulai stabil namun ia menghabiskan banyak lembaran tisu sehingga meja interogasi dipenuhi bola tisu, jika dibayangkan sudah seperti tempat sampah. Ketua tim penyidik hanya bisa bernapas pasrah sambil memungut sekumpulan bola tisu dan membuang ke tempat sampah di dekat pintu ruangan. Usai itu, ketua tim penyidik kembali duduk berhadapan, memasang raut wajah seriusnya.
“Bisakah kita lanjutkan interogasinya sekarang? Apakah perasaan Anda jauh membaik sekarang?”
Charlotte mengangguk pelan, akhirnya kepalanya terasa ringan terangkat dengan percaya diri.
“Silakan lanjutkan interogasinya.”
“Jadi setelah saya mendengar cerita Anda barusan, bisa disimpulkan bahwa Anda sempat membencinya karena kesalahpahaman kecil itu. Lalu, Anda sembarangan melontarkannya tanpa berpikir panjang, padahal Anda tidak bermaksud untuk melenyapkannya,” ujar ketua tim panjang lebar mempertegasnya kembali.
“Kesalahpahaman kecil tapi menimbulkan pertengkaran dahsyat.”
“Bisa dibilang begitu.”
“Tapi bukan berarti, Anda menuduh saya sebagai tersangka, kan? Sekarang, apa yang Anda lakukan pada saya setelah mendengar cerita saya secara langsung barusan? Apakah Anda ingin bersujud di hadapan saya dan meminta maaf?” Charlotte berlagak sombong melipat kedua tangannya di depan dada, mengulas senyuman cerdasnya.
“Sesuai dengan perintah sebelumnya, saya akan menahan Anda dulu di sini.”
“Kenapa? Bukankah cerita barusan sudah jelas bahwa bukan saya pelakunya?” Mata Charlotte terbelalak dan menaikkan nada bicaranya satu oktaf.
“Saya akan mengurung Anda selama 48 jam sampai ada pemberitahuan lebih lanjut lagi dari atasan.”
“Beraninya Anda memperlakukan tunangan Pangeran dengan kasar!” elak Charlotte menggebrak mejanya kasar.
Namun ketua tim penyidik tidak memedulikannya sama sekali. Ia memerintahkan dua anak buahnya mengawal Charlotte menuju sel sementara kerajaan dengan paksa.
“Lepaskan saya!” pekik Charlotte berusaha memberontaknya.
“Maaf, Nona Charlotte. Anda tetap harus mengikuti prosedur hukum.”
“Hukum yang menyebalkan! Padahal aku tidak bersalah sama sekali! Lihat saja nanti kebenarannya, saya yakin kalian semua pasti akan takut dengan saya setelah mengetahui kebenaran sesungguhnya,” celoteh Charlotte panjang lebar secara lantang sambil diseret paksa hingga rambutnya berantakan.
Di dalam sel, Charlotte hanya bisa duduk termenung, bersandar lemas pada tembok sambil berdoa semoga saja ada seseorang yang mendatanginya sekarang.
Di sisi lain, seorang pemuda tampan yang merupakan orang paling dipercayai Raja Arthur, mendatanginya lalu menundukkan kepalanya hormat.
“Yang Mulia Raja, ada sesuatu penting yang harus Anda ketahui.”
“Ada apa sebenarnya?”
“Nona Charlotte tiba-tiba dituduh sebagai dalang dibalik kecelakaan pesawat yang menimpa Pangeran.”
“Apa?”
Mendengar lontaran dari pemuda itu, Ratu Evelyn tidak sengaja mendengarnya saat baru memasuki ruang tahta kerajaan, sehingga tubuhnya sedikit lemas sekarang. Melihat reaksi sang Ratu, Raja Arthur dengan sigap menghampirinya dan menuntunnya menduduki sebuah kursi.
“Ratuku, apakah kau baik-baik saja?” tanya Raja Arthur sangat cemas.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nona Charlotte menjadi tersangka padahal sikapnya selama ini baik hati? Lalu apa maksud dari dalang dibalik kecelakaan pesawat? Jadinya, kecelakaan tersebut bukan kecelakaan murni?” Ratu Evelyn kebingungan dengan situasi rumit sekarang hingga melontarkan banyak pertanyaan.
“Hamba juga belum tahu pasti dengan masalah saat ini, Yang Mulia Ratu. Yang pasti hamba mendengarnya langsung dari pihak Badan Intelijen Nasional.”
“Lalu, sekarang Nona Charlotte ada di mana?” tanya Raja Arthur.
“Nona Charlotte sedang dikurung di sel sementara kerajaan selama 48 jam oleh pihak Badan Intelijen Nasional, penjagaannya sangat ketat di sana.”
“Kasihan sekali calon wanita kerajaan. Belakangan ini dia sudah diuji banyak masalah berat, ditambah sekarang terkena tuduhan palsu. Nona Charlotte tidak mungkin mencelakakan calon suaminya sendiri,” tutur Ratu Evelyn masih tidak memercayainya, menunjukkan wajah belas kasihan.
“Aku setuju denganmu, Ratuku. Sejak dulu, hanya Nona Charlotte yang paling kita percayai selama ini. Bahkan kepercayaan terhadapnya lebih besar daripada Perdana Menteri Agnes,” tambah Raja Arthur.
“Jadinya, apa yang harus kita lakukan sekarang, Yang Mulia Raja?”
“Kita tidak mungkin mengunjunginya langsung. Adanya nanti kita dikira bekerjasama dengan pelaku, kita harus mencari cara lain.”
Kembali lagi pada Charlotte yang masih duduk sendirian di sel sementara, tanpa adanya pelayanan terbaik dari anggota Badan Intelijen Nasional. Seluruh area ini dijaga ketat banyak pengawal, sehingga tidak mungkin Charlotte berpikir bisa melepaskan dirinya dari sini.
Tak lama kemudian, sosok Violet menampakkan dirinya di sini dengan panik. Senyuman tipis mulai terukir pada wajah Charlotte, karena di saat seperti ini masih ada orang rela mengunjunginya. Rasanya ingin menyambut sahabatnya dengan hangat, namun terhalang jeruji besi.
“Charlotte,” sapa Violet.
“Violet, aku tidak menyangka kau akan mengunjungiku. Tapi bagaimana caranya kau masuk ke sini? Bukankah tidak boleh sembarang orang memasuki area ini?”
“Apakah kau lupa? Aku ini pandai dalam merayu, tentu saja aku menjual harga diriku demi mendatangi sahabatku.”
“Ngomong-ngomong, kenapa kau mendatangiku tiba-tiba?”
“Aku takut terjadi sesuatu buruk padamu. Apalagi kau dituduh dengan kejam saat suasana hatimu sedang buruk.”
“Tenang saja, Violet. Aku pasti bisa menghadapinya, aku beranggapan bahwa saat ini aku sedang diberi ujian hidup oleh Tuhan,” lontar Charlotte masih bisa terlihat santai.
“Tapi aku percaya bahwa kau tidak mungkin melakukannya pada Gabriel. Sikapmu itu yang penyabar sangat mustahil memiliki pemikiran kejam.”
“Violet…”
“Percayakan semuanya padaku, Charlotte. Aku yakin sekali sebentar lagi kau akan dibebaskan atau paling lama harus menunggu selama 48 jam.
“Tapi kalau seandainya aku sampai tidak bisa bebas, gimana?”
“Pokoknya nanti aku akan sediakan cookies yang banyak untukmu supaya pikiranmu bisa kembali tenang dengan menikmati makanan manis.”
“Ah, kau bisa saja berkata begitu!” Charlotte tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.
“Yang pasti aku akan mencari cara untuk membuktikan bahwa kau tidak bersalah sama sekali! Aku sangat tidak tega melihat temanku selalu mengalami kehancuran.”
“Aku senang dan bersyukur memiliki sahabat setia sepertimu, Violet,” tutur Charlotte dengan pandangan berbinar, rasanya ingin meraih kepala Violet mengelus pelan.
Charlotte yang dikurung di sel sementara, sedangkan air mata terus berlinang pada kelopak mata Violet, seolah-olah seperti ia yang diperlakukan buruk. Melihat tingkah temannya saat ini, Charlotte merasa kasihan padanya karena dirinya yang menyebabkan temannya selalu turut bersedih karena kesedihan yang dialaminya.
“Sudahlah jangan menangis lagi, Violet. Menangis tidak akan pernah mengubah situasi,” bujuk Charlotte lesuh.
“Tapi aku tidak tega melihatmu hancur terus. Sedangkan aku sebagai sahabatmu tidak bisa melakukan banyak hal!” Violet merutukki dirinya sendiri sambil menggarukkan kepalanya kesal.
“Violet, walaupun kau tidak banyak membantuku, tapi bukan berarti kau menyalahkan dirimu sendiri. Selama ini kau selalu menghiburku di saat aku sedang mengalami masalah, aku sangat berterima kasih padamu,” ujar Charlotte menasehatinya lembut.
“Benarkah?”
“Sekarang aku tidak memintamu hal yang sulit. Aku cukup memintamu untuk mendoakanku supaya bisa bebas dari tempat ini, dengan syarat doamu tulus.”
“Aish, sudah pasti aku mendoakanmu! Bahkan sejak kau diseret paksa ke sini, aku terus berdoa keselamatanmu dan tidak terjadi masalah yang lebih rumit lagi.” Tangisannya terhenti, Violet menyeka air matanya menggunakan sapu tangan.
“Kalau begitu, sebaiknya kau pergi dari sini saja. Nanti kau bisa dicurigai bersekongkol denganku kalau mengunjungiku terlalu lama,” usul Charlotte.
“Tapi—”
“Sudahlah, sebaiknya kau menuruti perintahku saja.”
Violet bernapas pasrah, akhirnya memutuskan untuk menuruti keinginan sahabatnya saja sambil memutar bola matanya bermalasan.
“Baiklah, kalau begitu aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik, Charlotte.”
Ketika Violet melangkah keluar dari area ini, Charlotte kembali merenungkan dirinya sendiri sambil mengamati cincin lamaran yang terpasang pada jari manisnya. Sepanjang hari, Charlotte hanya diberi makanan sedikit, sehingga membuat tubuhnya sedikit lemas.
Malam hari telah tiba, bahkan ia tidak bisa tertidur karena sel sementara tidak menyediakan kasur empuk untuknya tidur dengan nyaman. Terpaksa ia tidur dalam posisi duduk bersandar pada tembok.
“Ada penyusup! Cepat tangkap dia!” pekik salah satu petugas berjaga di sini tiba-tiba di tengah keheningan.
Kejutan yang dimaksud sang Pangeran sebelumnya adalah sebuah video romantis mengenai perjalanan hubungan cintanya sejak berteman hingga memiliki seorang anak. Masih di puncak menara luas, Pangeran dan istrinya menyaksikan video editannya sambil menimang putranya yang terlihat mulai mengantuk. Sambil menikmati wine juga sebagai pelengkap merayakannya. Berdurasi selama beberapa menit, tidak hanya tampilan foto kemesraan mereka saja dan video-video berkaitan aktivitas romantis, tapi diselipkan juga ungkapan isi hati Pangeran setiap kali video itu bergilir dan disertai backsound kumpulan lagu romantis favorit mereka. Yang lebih mengharukan lagi, video kejutan itu ditutupi dengan video acara pernikahan mereka yang berlangsung dari pemberkatan di gereja hingga pesta dansa, dengan backsound lagu ciptaannya sendiri untuk istri tercinta berjudul “Love Charlotte”. Manik mata Charlotte semakin berkaca-kaca, tidak bisa menahan rasa bahagianya l
Seketika pertandingan berakhir, mengamati sang pemenang yang berhak membawa pulang medali emas, dengan cepat Charlotte membangkitkan tubuhnya bertepuk tangan meriah menyorakki suaminya yang menjadi pemenang dalam perlombaan ini. Sedangkan sang Ratu juga turut bahagia mengetahui putranya memenangkan perlombaan, langsung mendekap tubuh menantunya hangat. “Ibu…Gabriel berhasil!” sorak Charlotte girang. “Sudah ibu duga sejak awal, suamimu pasti berjuang demi dirimu, Charlotte. Ibu sangat bangga pada kalian berdua.” Sedangkan yang berhasil meraih medali perak dan perunggu adalah Alfred dan Harvey. Meski Alfred tidak berhasil meraih posisi pertama, tetap saja Violet sudah sangat bersyukur bahkan masih sempat memberi selamat kepada Charlotte. Begitu juga Agnes yang awalnya percaya diri suaminya akan menang, ia tetap menerima pencapaian yang berhasil diraih suaminya dengan lapang dada. Ketiga sahabat Charlotte menghampiri Charlotte untuk memberi selamat sambil saling
Seiring waktunya berjalan, keluarga kecil sang Pangeran terus terlihat harmonis, bahkan saat dilanda kesibukan mengurus urusan kerajaan, tetap saja hubungan antara orang tua dan anak semakin dekat. Setiap kali Pangeran dan istrinya bepergian mengadakan pertemuan, pangeran kecil dirawat ibunya Charlotte, karena tidak ingin mengandalkan pengasuh. Apalagi takut terjadi sesuatu pada anak mereka jika dirawat orang lain. Seperti biasa sang Pangeran mengajak istrinya pergi berkuda di tempat pacuan kuda khusus keluarga kerajaan. Tapi, kali ini mereka melakukannya saat hari biasa, karena besok Pangeran harus berpartisipasi dalam turnamen berkuda. Sebelum mengajak kuda putihnya yang suka cemburu, Gabriel memberinya makan wortel berkualitas tinggi supaya tidak mengambek di tengah jalan. “Ngomong-ngomong Sayang, apakah White bisa diajak kerjasama besok?” tanya Charlotte sedikit ragu, mengingat White terkadang memberontak. “Tenang saja, sejak dulu dia bisa diandal
Waktu terus berjalan tanpa hentinya, semua orang dalam negeri ini masih hidup dengan damai tanpa adanya gangguan apapun. Terutama semua kerabat dekat Gabriel dan Charlotte, kini mereka menjalani kehidupan bahagia mereka masing-masing. Seperti halnya Harvey dan Agnes kini hidup mereka semakin terasa bahagia seiring waktu berjalan, karena mereka sekarang adalah sepasang suami istri sama seperti halnya dengan dua pasangan lainnya yang sudah menikah lebih awal. Karena hari ini adalah hari libur, seperti biasa Harvey mengajak istrinya menuju sebuah pusat perbelanjaan elit untuk keluarga bangsawan membelikan banyak masker wajah untuk mereka berdua. Apalagi melihat Harvey yang memborong banyak masker wajah dengan merk mahal, hingga Agnes menganga berdiri mematung. “Harvey, bukankah ini kebanyakan?” Mata Agnes terbelalak sempurna. “Wajahmu harus terlihat berkilauan saat kau sekarang menjadi istriku. Maka dari itu, aku sengaja membelikan semua masker mahal unt
Detik demi detik terus berjalan. Tidak terasa sang Pangeran dan istrinya menjalin kehidupan rumah tangganya beberapa bulan. Tidak hanya mereka yang selalu menjalani kehidupan mereka dengan bahagia, semua kerabatnya yang telah memiliki pasangan masing-masing juga tidak kalah bahagia. Apalagi agen rahasia kerajaan juga telah menikah dengan wanita paling dicintainya. Saat ini, usia kandungan memasuki masa dua bulan. Bisa dikatakan berat badan Charlotte semakin bertambah, namun perutnya belum terlihat terlalu buncit. Segala aktivitas yang ia lakukan mulai berkurang, mengingat peringatan dokter kandungan demi kesehatan bayi mungil dalam kandungan. Yang bisa dilakukannya selama mengandung bayinya adalah bersantai di sofa menonton TV sambil mengemil cookies favoritnya sendirian. Sebenarnya kegiatan Pangeran juga tidak terlalu banyak belakangan ini, namun terkadang ia harus meninggalkannya sendirian untuk melaksanakan kewajibannya demi kerajaan Godnation. Mengadakan
Di sisi lain, sepasang kekasih lainnya juga saling bermesraan. Namun, bedanya kali ini mereka tidak berkencan di manapun. Penampilan Alfred sudah terlihat sempurna, bersiap ingin bertemu dengan calon mertuanya langsung. Sejak hari lamaran, Alfred dan Violet sudah merencanakan pertemuannya serta melakukan reservasi restoran bintang lima terlebih dahulu. Penampilan ibunya Violet kini tidak kalah cantik dengan putrinya, dengan balutan gaun elegan walaupun terlihat sederhana. Sebenarnya dirinya sedikit bingung dengan rencana putrinya tiba-tiba mengajak makan malam tiba-tiba. Sambil menunggu kedatangan Alfred, ibunya Violet terus bermondar-mandir di ruang tamu seperti sedang menyetrika baju. Melihat tingkah ibunya sangat memusingkan, Violet beranjak dari sofa sejenak menghentikan aksinya. “Ibu sebaiknya menunggu sabar saja,” usulnya pelan. “Sebenarnya ibu sangat penasaran dengan kalian, kenapa kalian tiba-tiba ingin mengadakan makan malam bersama? Padahal