Berkat empat chat dari lelaki itu, ia telat bangun dan setengah jam telat ke kantornya. Untung saja dengan alasan klasik sejuta umat. Sakit.
"Saya agak kurang enak badan, Pak. Tadi pagi saya diare. Makanya telat sampai. Maaf ya Pak, saya telat."
Atasannya mengangguk mengerti. Kebetulan juga saking buru-burunya, ia lupa memoles lipstick, jadinya ia pucat alami. Dalam hati ia tertawa sedikit, agak terhibur dengan kejadian ini. 2 tahun bekerja disini, baru 2 kali ia telat selama ini. Pertama karena ada gangguan di kereta yang ia tumpangi saat itu dan yang kedua, well, karena orang itu.
Setelah menaruh tas di meja kerjanya, ia segera pergi ke toilet untuk memoles bibirnya.
***
Pukul setengah tujuh malam dan Clara baru keluar dari kantornya. Untungnya tadi ada beberapa teman kerjanya yang masih berada di dalam kantor dan memang memesan makanan cepat saji untuk berbuka cukup banyak, jadinya dengan baiknya temannya itu berbagi makanan tersebut untuk Clara dan dua teman lainnya.
Ting.
Clara mengambil ponselnya dari dalam saku blazzer dan langkahnya berhenti saat hendak menyebrangi jalan, kebetulan juga sudah lampu hijau.
+62-87-9999-**** is Calling
Ini siapa ya?, tanyanya dalam hati. Rasanya pernah ia lihat nomor ini tapi karena belum ia save dan ia pun ragu untuk menjawab, akhirnya ia diamkan saja.
Bukannya apa-apa, jaman sekarang banyak scammer yang handal dan bisa menghipnotis hanya lewat suara saja, makanya ia jadi mudah curiga dan hati-hati.
+62-87-9999-**** is Calling
"Halo?"
Walau ragu akhirnya ia angkat juga. Terdengar dari seberang sana tawa kecil. "Akhirnya kamu angkat juga."
"Hah? Ini siapa ya?"
"Wah parah ya, nomor aku belum kamu simpan juga."
Kini kebingungannya semakin menjadi-jadi. Siapa ini?
Setelah hening beberapa detik, akhirnya lelaki itu berdeham kecil. "Oke, baiklah. Halo, Clara. Ini aku, Joy."
Napasku tercekat. Holly sh*t!, makinya dalam hati. Setelah sekian belasan tahun berlalu dan akhirnya ia bisa mendengarkan suara yang hanya bisa dia dengarkan di dalam mimpi, akhirnya ia tahu juga suara bariton milik lelaki itu.
"Halo?"
Clara berdeham. "Oh ya. Hi."
What the hell, Clara? Hi?
"Kamu lagi dimana deh? Kok agak berisik?"
Clara sampai lupa saat ini masih berada di depan zebra cross yang sepertinya sudah dua kali berganti dari hijau ke merah sampai ke hijau lagi.
"Kamu baru pulang dari kantor ya?"
"Iya."
"Kantor kamu di daerah mana?"
"Kuningan."
"Kamu udah buka puasa kan?"
Demi kebaikan untuk jantungnya yang semakin lama telponan ini semakin ingin lompat dari rongganya, Clara mohon agar kejadian yang selama ini ada di dalam mimpinya itu tidak terjadi. Please... pleasee.. jangan ajak ketemu gue, pleaseee.... pintanya, tangan kiri yang bebas membelit tali tasnya kuat.
"Hm, udah?"
Lelaki itu tertawa. "Kok kayak nggak yakin gitu? Yaudah, temenin aku aja ya. Aku baru minum aja buat batalin puasa soalnya."
Clara yang sejak beberapa menit lalu sudah menyingkir dari zebra cross dan duduk di bangku yang tak jauh dari sana, hanya bisa memandang jalanan yang makin malam, semakin padat.
"Hmm..."
"For old time's sake, Ra! Yuk."
Setelah Clara menyebutkan lokasinya saat ini, sambungan tersebut berakhir. Juga hidupnya sepertinya.
Ah, lebay lo! sindirnya pada dirinya sendiri.
"Kenapa semakin lama, semakin hidup lo kayak nggak jelas gini sih, Ra?" Racaunya sendiri.
"Udah gila emang lo!"
"Astaga! Ilangin perasaan ini, ya Allah." Jeritnya lagi sambil memukul dadanya pelan. Beberapa pejalan kaki meliriknya aneh. Biarlah, pikirnya. Toh mereka tidak kenal dirinya juga tidak ikut membayar tagihannya, peduli amat.
Bunyi klakson menyadarkannya akan kegilaannya. Belum sempat touch up, belum sempat apa-apa dan lelaki ini sudah sampai di depannya dengan Range Rover Sport 3.0 HSE yang membuat Clara insecure.
Jendela dari kursi penumpang menurun dan menampilkan makhluk paling indah yang pernah Clara lihat—oke, Clara akui ini bias karena... ah sudahlah.
"Hi, Ra! Kalau kamu nggak bisa ngenalin suara dan muka aku, aku kasih tau lagi nih. Aku Joy, temen SD kamu. Bukan penculik atau tukang hipnotis ya."
Clara tersenyum sembari tertawa kecil dan mendekati mobil tersebut. "Iya iya, sorry."
Joy membukakan pintunya dari dalam. D*mn, tinggi banget nih mobil. Untungnya saat ini ia memakai celana jeans favoritnya jadi ia tidak kesulitan saat menaiki mobil ini.
Joy tersenyum manis ke arahnya beberapa saat setelah mobil sudah berjalan dan berhenti di pertigaan karena terkena lampu merah. Lelaki itu kembali meliriknya yang membuat Clara jengah.
"Kenapa sih? Ada yang salah sama muka aku?"
Clara meraba-raba wajahnya. Joy tertawa. "Bukan, aku masih pangling aja sama kamu."
"Hah?"
"Iya beneran. Dulu kan kamu chubby gitu."
Sontak, semburat merah menjalari pipinya. "Sial."
"Tapi masih tetep gampang merah ya muka kamu." Tambah Joy yang membuat Clara mendelik sebal walau kedua tangannya sedang menutupi pipinya.
"Gemes."
Tolong ya anda! Jangan banyak ngomong pakai gulaa, teriaknya yang lagi, hanya bisa ia jeritkan dari dalam hati.
Clara baru ingat. "Oh ya, kamu mau makan di mana?"
"Di daerah depok aja, mau?"
"Hm boleh. Tapi kamu masih kuat ngga? Kamu kan katanya baru minum aja tadi."
"Tadi aku udah ngemil dikit sih."
"Beneran nih? Nggak mau cari yang deket sini aja?"
Joy menggeleng sambil melirik jam Victorinox Swiss Army-nya. "Nggak apa-apa kok. Sekarang aja udah hampir setengah delapan, nanti kalau kejauhan dan makin malam, kamu jadi kemaleman pulangnya. Masih kena jam malem kan ya sama papa kamu."
Clara mengangguk. Benar juga. Diusianya yang terbilang sudah cukup umur untuk tinggal sendiri, nyatanya ia masih tinggal bersama kedua orangtua dan kedua adiknya. Oleh karena itu, jam malampun masih harus ia patuhi.
Sate Taichan Bang Gondrong di Margonda menjadi pilihan lelaki itu. Ia sendiri agak heran, kenapa Joy pilih di Margonda? Secara disini juga pusat kemacetan di daerah Depok.
Clara melirik jam yang sudah menunjuk pukul depalan lewat lima. "Ra."
"Hm."
"Kamu ikut kan bukber angkatan?"
Gerakan tangan Clara berhenti saat sedang mencolek sambal di depannya. "Sepertinya begitu."
"Kok gitu? Ada kemungkinan kamu nggak ikut emangnya?"
"Ya kita kan nggak boleh menjanjikan hal yang kita nggak bisa prediksi." Jawabnya sok sambil melihat apa saja selain lelaki yang ada di depannya.
Bukannya Clara tidak sadar, tapi sedari tadi Joy beberapa kali memperhatikannya. Ia bisa merasakan jika seseorang tengah melihat atau menatapnya. Ia sangat jengah dan tidak nyaman tapi ada sedikit rasa 'senang' juga.
Dari sekian puluhan tahun hidup dari dalam mimpi bahwa kejadian ini akan terjadi dan pada sampai di titik, ia 'sadar' bahwa semua mimpinya tidak akan pernah terjadi dan hanya akan ada di dalam mimpi. Tiba-tiba saja semesta seakan menguji kewarasannya.
"Dih, kamu kenapa tiba-tiba merenggut gitu? Nggak enak ya Taichannya?"
Menggeleng, Clara menggambil jus mangganya. "Bukan, lagi kepikiran sesuatu aja."
"Care to share?"
"Nothing important."
Joy sanksi. "Biasanya kalau ada cewek bilang 'nggak apa-apa', pasti apa-apa."
"Ih seriusan, nggak penting banget." Clara tertawa canggung. Bisa habis dirinya kalau Joy sampai tahu apa yang ada dipikirannya.
Malam itu, ketika mereka sudah selesai makan dan ngobrol ringan tentang pekerjaannya yang Clara baru tahu bahwa setelah Ayah lelaki itu meninggal, Joy harus melanjutkan perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang Properti dan Real Estate. Pantas saja dari apa yang lelaki itu kenakan dan pakai, semuanya menjerit kata mewah.
"Ra." Panggil Joy ketika sudah sampai di depan pos satpam dekat rumahnya. Ia sengaja melarang lelaki itu untuk mengantar sampai di depan rumahnya. Biarin Joy nggak usah tau rumah gue persisnya di mana, pikirnya.
"Ke acara bukber angkatannya." Joy menjeda, kemudian memalingkan wajah ke arahnya—yang jujur saja, membuat detaknya semakin menggila. "Ke acaranya bareng sama aku ya."
Pernah denger suara jantung yang mau meletus nggak? Nih sebentar lagi jantung gue mau meletus!
Ardhito Pramono - First Love (Cover) playing~Malam ini Clara ditemani oleh Ardhito Pramono yang meng-cover lagunya Nikka Costa dengan judul First Love yang sengaja ia putar non-stop. Kalau kata Ica—sahabatnya, lagu ini adalah lagu kebangsaannya Clara karena sangat dia banget deh.Dengan tatapan lurus ke langit-langit kamarnya yang dipenuhi bintang, tangan kanan berada di atas dadanya—tepat diatas jantungnya yang berdetak tak karuan, dan tangan kiri yang sedari tadi sibuk menghapus airmata yang tidak deras, namun tak berhenti-henti juga turun dari sudut matanya.Hanya ada satu akar kata dari banyak kata yang ingin ia ungkapan namun terlalu kelu untuk disuarakan.Kenapa.Kenapa baru sekarang?Kenapa ia belum bisa move on?Kenapa ia masih terjebak di masa lalu yang kelabu?Kenapa lelaki yang namanya terlarang ia sebutkan itu. . . datang semena-menanya disa
Menghubunginya hampir rutin selama dua hari terakhir. Bertemu juga sudah dua kali. Makan malam juga yang kata lelaki itu sebagai ajang reuni tapi hanya untuk mereka berdua dan untuk pertama kalinya, Clara merasa ada sesuatu yang berbeda. Bukan. Bukan tentang perasaannya tapi mengenai tindak tanduk Joy.Belasan tahun lamanya Clara hanya bisa melihat Joy dari kejauhan dan dekat lewat sosial media yang bisa ia lihat hampir setiap hari—dulu ya, ketika ia masih dibangku SMA namun seiring berjalannya waktu, penuh dengan kesibukan kuliah dan sekarang saat ia sudah bekerja, kelakuannya yang kekanak-kanakan tersebut pun perlahan menghilang."Kenapa ngeliatin aku? Ganteng ya?"Tersadar, Clara cepat-cepat menggeleng lalu mengambil gelas berisi es jeruk dan segera menenggaknya sampai tandas. Lu nggak ada manis-manisnya banget ya, Ra,sungutnya dalam hati."Geer banget."Joy tersenyum mengejek. "Ah masa sih? Bukannya dari dulu kamu suka sama
Hari ini tiba juga, di mana Clara dan teman sekantornya pergi sejenak dari pekerjaan yang membuat mereka jengah dan jenuh dan tentunya, hindari. Kalau bisa, mereka mau tiduran seharian dan tetap digaji namun dunia belum seindah itu. Clara memperhatikan interaksi Rendy dan Friska, Friska yang membawa satu koper sedang dan dua tote bag agak sedikit kewalahan dan Rendy dengan sigak mengambil semuanya, lalu tangan kanan laki-laki itu mengelus pucuk kepala Friska, dan semua interaksi itu tidak luput dari penglihatannya. Hal itu membuatnya tersenyum miris. Dulu, kala keduanya masih berstatus pasangan, Rendy yang awalnya gencar sekali mendekatinya dan ketika sudah berpacaran beberapa bulan, perlahan perhatian Rendy mulai menurun. Meski hubungan mereka berjalan selama satu tahun lebih, tidak membuat Rendy berubah atau berusaha memperbaiki hubungan keduanya. Lihatlah satu pasangan ini, sudah hampir satu tahun pacaran—sama sepertinya dulu, tapi Rendy masih mesra dan benar-benar peduli
Sepanjang perjalanan semenjak terakhir kali Clara dan Joy saling membalas pesan sampai mereka semua tiba di Villa milik keluarga Rio yang berada di kawasan lembang, Clara merasaover hyped. Seperti disuntik sesuatu yang hebat sampai rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum dan sesekali, membuka pesan terakhir dari Joy yang ia baca berulang-ulang. 22.45 | Voldemort: Aku tunggu kamu pulang and let's talk about us Gadis itu menaruh ransel di atas nakas di samping ranjang, Clara selalu memilih sisi kiri ranjang karena ia selalu tidur disisi itu. Merebahkan badannya pada ranjang yang super empuk ini membuatnya memejamkan mata sejenak. "Eh, Ra, mandi dulu gih! Nggak lengket apa lo?" Tegur Yudith yang satu kamar dengannya. Clara menggeleng lemah tapi masih terukir senyum dibibir yang mungil tapi penuh itu. "Eh, Dith." Yudith yang sedang membuka blazzer dan menyampirkan di kursi rias pun m
"Kalian nanti dijemput sama siapa?"Hari ini, hari terakhir merekastaycation yang memang nggak melakukan hal yang signifikan juga selain makan untuk sahur—bagi yang bangun dan sempat, dan berbuka. Pagi sampai hampir buka yang mereka lakukan hanya tidur-tiduran, ngobrol jika tidak mengantuk sambil sesekali mabar—alias main bareng yang kemarin Clara lakukan dengan beberapa temannya.Semua tas dan koper sudah dikumpulkan di ruang tengah, tinggal beberapa orang saja yang masih mandi dan merapihkan kamar yang dipakai."Gue dijemput sama bebeb dong." Jawab Caca pada pertanyaan Rio.Rio mengangguk lalu perhatiannya beralih ke Clara. "Lo dijemput sama siapa, Ra?""Hm, kayaknya gue bakal naik taksi online aja, Kak."Mana tega ia meminta Ayahnya untuk menjemput ke kantor di hari minggu siang yang pastinya panas dan mungkin selalu macet."Gue anter ya."Clara tertawa menanggapi tawaran Rio. "Nggak us
"Ra." Tegur pria yang kini mengejar perempuan yang tanpa ia sadari, sudah ia lukai dengan sikap 'selengean'nya itu. Niatnya bercanda tapi ia mungkin belum menyadari bahwa gadis ini memiliki hati yang setipis kertas. Kena air sedikit, bisa-bisa hancur tak bersisa.Clara masih mendorong troli itu tanpa arah. Yang jelas ia harus pergi sejenak untuk menetralkan perasaanya.Clara akui, ia memang tipe orang yang terlalu serius dan sulit beradaptasi karena pikiran kuno, kaku dan serius juga sensitif, itulah mengapa ia sulit sekali membuka hati dan berakhir dengan suatu hubungan dengan lawan jenis. Rendy saja sulit setengah mati meyakinkan Clara, ya walau pada akhirnya lelaki itu tetap mengecewakannya.Matanya yang tadi memanas sudah mulai kembali normal, degup jantungnya masih kebas sedikit dan pikirannya mulai kembali fokus."Clara."Enggan sekali tapi setelah berhasil meyakinkan dirinya kuat, ia pun menoleh. "Udahkan belanjanya?"Joy menatap waja
"Kamu masih bercanda ya rupanya.""Bagian mana yang mengindikasikan kalau aku bercanda?"Kali ini Clara dapat melihat kilatan marah pada tatapan pria itu. "Jujur, aku meragukan kamu dari awal hingga saat ini.""Kamu aja belum mencoba kenapa malah meragukan aku?""Sekian tahun, kenapa harus sekarang? Dua minggu kurang, bahkan satu minggu kita baru deket kilat danapa tadi?Jokes 'teman hidup' dan 'istri' udah melayang."Joy mendengus kasar. "Jadi menurut kamu orang pdkt yang normal berapa lama? Satu bulan? Satu tahun?"Clara tergagu. Benar juga, masa pendekatan antara sepasang sejoli tidak bisa diukur dari lamanya masa tersebut atau sudah berapa lama saling mengenal. Bahkan ada orang yang sudah cinta mati pada pandangan pertama di pertemuan pertama."Clara Devina."Perempuan itu mendongak ketika pria disampingnya sudah berdiri dan yang membuat matanya membulat ketika pria ini bersimpuh di depannya, mengambil k
"Ra.""Ya?""Kamu pulang jam berapa?""Seperti biasanya kok, jam enam atau tujuh." Clara mengapit ponselnya diantara pundak dan kepalanya, sedangkan tangannya dengan cepat mengetik dokumen yang sudah diminta oleh atasannya."Kamu lagi sibuk ya?""Lumayan."Joy terdiam sejenak sebelum berkata. "Semangat ya, pacarku sayang."Clara menghentikan kegiatannya dan menggeram. "Joyyyy.""Hahaha. Iya, iya.Bye.""Bye."Sudah dua hari setelah hubungan mereka resmi menjadi sepasang kekasih, keduanya sama sekali belum bertemu tapi kekasihnya itu tidak pernah absen menghubungi Clara. Seperti minum obat, tiga kali sehari plus video call ketika keduanya sudah selesai dengan rutinitas malam sebelum tidur.Pak Irwan—Manager Operation—tadi memanggil dan meminta tolong Clara untuk dibuatkan rekapan hasil penggunaan jasapaid promote berharga fantastis dariinfl