Selesai berciuman yang diinisiasi oleh Clara, Clara langsung mendorong Joy sejauh-jauhnya dan dengan kikuk menyiapkan makanan di atas meja makan. Joy pun menikmati makan pagi yang dirangkum menjadi satu menjadi makan siang itu dan tak lupa, untuk menjahili Clara yang mukanya sudah semerah kepiting rebus.
Setiap Joy mendekat, Clara pasti memalingkan muka dan berdalih ingin ke kamar mandi lah, mengambil ponselnya dan pura-pura sibuk dan banyak alasan lainnya.
Sampai geram sendiri melihat tingkat malu yang menggemaskan Clara, ketika mereka sudah kenyang, Joy menyita ponselnya dan mengurung gadis itu di dalam dekapannya di sofa ber-letter L tersebut.
Joy menawarkan Clara untuk menonton sesuatu yang langsung Clara setujui.
Mata Clara terpaku pada televisi yang menayangkan dra
Selasa siang, Ica dan Clara bertemu di salah satu restoran di dekat kantor Ica. Kali ini mereka bertemu hanya dua personil saja karena Ghiffary masih dinas di Jogja. Entah mengapa, Clara merasa berbunga-bunga. Dia merasa akhirnya hidupnya seperti yang dia inginkan. Punya sahabat yang pengertian dan sayang dengannya, rekan kantor yang juga berakhir menjadi sahabatnya—minus mantannya yang tidak waras itu, juga seseorang yang dia cintai dari lama dan berakhir menjadi pacarnya—yang ternyata jauh lebih indah dan mendebarkan dibanding jutaan mimpinya, juga keluarga yang… ya syukurnya lengkap—minus ibunya yang selalu bersikap tidak adil dan selalu mencari kesalahannya. Clara merasa hidupnya sudah mencapai satu titik kebahagian tiada tara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dengan senyum yang masih menghiasi wajah
Pukul sebelas malam Joy baru mengabarinya. Ada rasa sedih, kecewa, dan marah yang bercokol di dalam hatinya.Berlebihan kah, jika Clara menangis karena hal ini?Berlebihan kah, jika Clara merasa ditipu?Clara pernah percaya pada seseorang tapi kepercayaan itu dihancurkan. Clara pernah mencintai seseorang bertahun-tahun tapi berakhir sengsara bertahun-tahun lamanya juga, walau saat ini kenyataannya Clara bersama sang pujaan hati, hal itu tidak semata-mata membuatnya lega.Ketukan di pintu kamarnya membuat Clara dengan cepat menghapus air mata yang untungnya belum terlanjur deras keluar.“Masuk.”Radit masuk sambil membawa tteokbokki—kue beras,
Besoknya, Clara dikejutkan dengan kedatangan Joy di kantornya. Bermula sejak pagi tadi dia mengeluh ingin ngemil macaronnya dari La Maison di GI kepada Sang kekasih tapi apa daya, kantor kedua sama-sama jauh dari GI membuat Clara hanya bisa misuh-misuh pada sang kekasih. Lalu tak lama, Clara ingin makan ramen dari Sugakiya Ramen yang kuahnya tak terlalu pedas itu tapi anehnya selalu nagih.Lalu ketika siang ini Yudith yang berencana untuk makan di kantor dan memesan makanan lewat aplikasi online harus batal karena tiba-tiba ada dua kiriman makanan dan tak lama, disusul oleh satu orang yang memesan makanan tersebut.Yudith yang melihat itu dari kubikelnya hanya bisa cemberut karena iri melihat kekasihnya temannya yang sangat romantis, beda dengan kekasihnya, dan juga senang karena akhirnya ada seseorang yang memperlakukan Clara dengan baik.
Setelah aksi pengakuan dari Joy, kekasihnya itu pamit dan pergi tanpa dirinya karena drama yang Rendy lakukan sudah memakan waktu cukup lama dan benar, temannya Prili memanggil mereka berdua untuk menghadiri rapat yang rupanya sudah dimulai beberapa menit yang lalu. “Lo bener-bener aneh ya, Ren. Udah cukup mempermalukan gue dan menjadikan kita tontonan gratis di kantor?” “Bukan gitu maksud gue, cuma—” “Udah lah, alasan lo nggak berguna.” Clara menggerakkan tangannya di udara. “Minggir, gue mau rapat.” Melihat Rendy yang belum menyingkir dari akses jalan. Dengan nafas memburu, Clara melewati Rendy dan tak lupa menyenggolkan bahunya kuat-kuat ke lelaki itu. “Clara.” Panggil Rendy yang tidak diindahkan Clara. “Dengerin gue
“Yang, aku udah sampai di depan rumah kamu.” Clara yang baru bangun tidur sontak langsung bangkit dan seketika memegang keningnya. “Pasti kamu baru bangun dan kaget, terus kepala kamu pusing?” “Nghhh…” Geram gadis itu. “Apa sih yang sekarang kamu nggak tau. Kayaknya semua tentang aku udah kamu ketahui deh.” “That’s right, Baby.” “Udah sana masuk aja. Nggak ada orang yang mau bukain pager untuk kamu.” “Kamu nggak mau bukain, Yang?” Clara terkekeh. “Nggak, aku mau mandi kilat. Meanwhile, you can open the damn door yourself and please, make yourself at home like you always do.” “Okey,
“Jadi kalian ngomongin apa aja tentang aku?”“Dih, geer banget kamu.”Clara berdecak. “Kuping aku panas dan berdengung. Kalian kelewatin nih ngomoginnya sampe kayak gitu.”Joy yang duduk menyamping di teras depan rumah kekasihnya tertawa.Joy amati, hari ini kekasihnya tidak menggunakan make up untuk meriasi wajah imutnya, juga tidak memakai pakaian feminim yang biasa gadis itu kenakan.Clara hanya memakai kaos kebesaran dan yoga pants yang kebesaran. Rambutnya pun sudah tidak serapih tadi.“Sini.”“Hm.” Clara masih fokus memainkan ponselnya ketika bergumam.
Seharian ini, Clara uring-uringan tidak jelas. Sudah seminggu sejak terakhir dia bertemu kekasihnya dan hampir tiap malam juga tidak pernah absen untuk bertemu via online tapi tetap saja, rindu menggebu untuk bertemu secara fisik tak terelakkan. Clara mengambil ponselnya dan kemudian meringis saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. "Mati gue... mati." Rutuknya. Ya, Clara memang malas keluar kamar kalau weekend karena pasti selalu saja ada bahan untuk Ibunya tersebut mengomelinya. Tapi kasur yang sekarang berada di bawahnya juga selimut yang melilit tubuhnya membuatnya semakin nyaman. Apalagi tidak ada cahaya matahari yang masuk ke kamarnya, suara gemuruh dari langit pun, menandakan bahwa cuaca di luar pastinya mendung menjelang hujan. Setengah satu siang Clara baru keluar kamar. Terbangun karena lapar. Suasana di rumahnya begitu sepi membuat bulu kuduknya meremang. Dari dulu Clara memang selalu penakut, makanya dia jadi
Clara diangkat dan sontak kakinya melingkar erat pada kekasihnya seperti ulang mengikat erat sang mangsa juga lengannya yang sudah terjerat di leher Joy. Kedunya saling sibuk memagut satu sama lain dan ketika gravitasi membuatnya terkejut saat dengan perlahan Joy menurunkan badannya di ranjang. Clara mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri saat menyadari dirinya sudah berada di dalam kamarnya. "I love you." Mata Clara kembali fokus pada wajah sang kekasih. Tangannya terulur pada bibir tebal favoritnya. "I want to kiss you." "Kiss me then." Sahutnya dengan berani. Bibir keduanya pun saling bertemu. Tangan lelaki itu dengan sangat lembut menyentuh kening yang kemudian turun ke pipi, rahang hingga tulang selangkanya dan terhenti di atas kancing bajunya. Ketika keduanya memberi jarak untuk bernapas karena keduanya tersengal sehabis ciuman dahsyat itu. Pandangan keduanya pun kembali menyatu. Satu