Beranda / Romansa / Marinne's Wedding / Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

Share

Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-26 10:40:36

Rumah utama keluarga Voss mendadak dipenuhi orang. Pelayan sibuk, kerabat berdatangan, dan bisik-bisik seperti burung gagak memenuhi lorong. Namun satu hal tetap sama: keheningan antara Marinne dan suaminya.

Darian berdiri tak jauh dari peti, tubuh tegak dengan wajah setegang batu. Marinne bisa merasakan tatapan keluarga lain yang mengamatinya—seolah menunggu ia melakukan kesalahan apa pun agar mereka bisa menyalahkannya untuk segalanya.

Lady Celestine menghampiri Marinne sambil memeluknya singkat. “Kau kuat, ya. Dunia ini jauh lebih kejam dari yang kau kira.”

Marinne menahan napas. Celestine sering bicara seperti itu, tapi kali ini suaranya lebih dalam… lebih takut.

Darian tak berbicara sepatah kata pun sampai hampir satu jam setelah semua orang masuk ke ruang duka. Ia baru mendekat ketika ruangan itu sepi.

“Kenapa kau tidak ada di rumah tadi malam?” suaranya rendah, dingin, tetapi ada sesuatu yang tersembunyi.

Marinne menoleh perlahan. “Kau mengunciku di luar semua kamar. Aku tidur di sofa. Jadi jangan bertanya kenapa aku tidak ingin berada di rumah.”

Darian mengerucutkan rahang, tapi tidak membalas.

“Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Marinne. “Seakan… kau sudah tahu sesuatu.”

Darian menarik napas panjang, seolah memutuskan harus bicara atau tetap diam. Lalu ia memilih apa yang selalu ia pilih—diam.

“Kita bicara nanti,” katanya.

“Nanti kapan? Setelah keluarga ini selesai memutuskan apa yang harus kulakukan? Setelah kalian mencari cara baru untuk mengatur hidupku?”

Darian menatapnya — pertama kalinya sejak hari pernikahan mereka, tatapannya bukan sinis, bukan memerintah, tapi… terpecah. “Marinne. Tolong jangan buat keributan hari ini.”

Keributan? Marinne hampir tertawa. Ia istri yang bahkan tidak memiliki hak untuk tidur di kamar sendiri.

Namun sebelum ia sempat membalas, Aster muncul tergesa. “Tuan Darian. Dewan keluarga memanggil.”

Dewan keluarga Voss.

Pertemuan mendadak.

Patriark meninggal.

Terlalu cepat. Terlalu banyak kebetulan.

Marinne ikut masuk karena ia diakui secara hukum sebagai anggota keluarga—di atas kertas.

Ruang pertemuan itu dingin, penuh wajah-wajah tua, dan aroma anggur tua yang menguap dari rak-rak besar. Di tengah meja, terletak map kulit hitam yang membuat suasana semakin mencekam.

“Ini… wasiat Patriark,” ujar salah satu sepupu Darian.

Marinne terperangah. “Sudah dibuka?”

“Beliau menandatanganinya dua hari lalu. Tanpa ada yang tahu.”

Dua hari lalu. Tepat hari saat Darian menghilang.

Aneh.

Darian duduk berdampingan dengan Marinne, tapi tidak menyentuhnya. Jarak mereka hanya dua jengkal, tapi seperti dua dunia.

Wasiat dibacakan dengan suara datar:

“Seluruh kepemilikan kilang anggur Voss. Seluruh aset cair. Seluruh saham pusat distribusi. Dan seluruh properti turunan perusahaan…”

“…diserahkan sepenuhnya kepada…”

“…Marinne Voss.”

Ruangan itu meledak.

“Apa??”

“Kenapa perempuan itu?”

“Dia bahkan bukan darah Voss!”

“Ini pasti manipulasi!”

Marinne membeku. Tidak percaya. Tidak siap. Tidak menginginkan apa pun dari keluarga ini.

Ia menatap Darian perlahan, mencari jawaban. Tapi ekspresinya—kosong. Hampir seperti ia sudah tahu.

“Tidak mungkin Ayah melakukan ini,” ucap salah satu paman Darian sambil membanting meja. “Dia bahkan lebih dekat dengan cucu-cucu daripada—”

“Wasiat ini sah,” potong pengacara keluarga. “Dengan rekaman video tanda tangan.”

Celestine menatap Marinne tajam, seolah mencoba menerjemahkan pikirannya. “Sepeninggal ayah mertua, kau… pewaris utama sekarang.”

Marinne hampir merasa ingin muntah. Pewaris? Ia tidak siap mengemban apa pun. Ia bahkan tidak bisa mengendalikan hidupnya sendiri.

“Aku tidak menginginkan ini,” ucapnya pelan.

“Sialnya,” potong salah satu sepupu Darian sinis, “kau tetap mendapatkannya.”

Darian akhirnya bicara. “Pertemuan selesai.”

Namun sebelum mereka keluar, seorang pelayan tua masuk sambil terengah.

“Tuan… kami menemukan ini di ruang anggur.”

Ia menyerahkan potongan kaca dengan noda merah gelap. Bukan anggur.

Darah.

Ruangan kembali membeku.

“Ayah Anda tidak jatuh sendiri,” bisik Celestine.

Marinne menatap kaca itu.

Lalu menatap Darian.

Dan di matanya…

Terlihat ketakutan yang sama seperti tadi pagi.

Seolah ia tahu —
Seseorang membunuh Patriark Voss.

Dan orang itu masih berada di dalam rumah ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Marinne's Wedding   Bab 10 - Lidah Tajam

    Anshel mengeluarkan handphone dan menunjukkan sebuah berita. Fleur membacanya. “Kenapa beritanya menjelek-jelekanku? Harusnya mereka memberitakanmu, dengan simpananmu.” Diduga rumah tangga Anshel Robinson Noble dan istrinya, Princetta Fleur Ruthven, sudah tidak harmonis. Mereka jarang terlihat bersama di depan publik, dan dari beberapa foto yang beredar, Fleur tampak sangat dingin terhadap suaminya. Fleur mendengus. Tatapan Anshel langsung mengeras. Ia menarik Fleur ke ranjang, memaksa wajah mereka begitu dekat. Fleur refleks mengalihkan pandangan, tapi Anshel menahan dagunya dengan kuat. “Jangan memancing kemarahanku, Fleur,” desisnya. “Ini ulahmu yang keras kepala. Seharusnya kau tetap di sisiku, ke mana pun aku pergi.” Anshel mendekat ke telinganya. Fleur bisa merasakan napasnya sebelum giginya menyentuh kulit itu. “…termasuk di tempat tidur, bukan?”

  • Marinne's Wedding   Bab 9 - Reputasi Keluarga Robinson

    Fleur menahan napas di balik rak server, menunggu suara langkah itu menjauh. Setelah yakin area aman, ia keluar perlahan, namun baru beberapa langkah, sebuah tangan kuat mencengkeram lengannya dan membantingnya ke dinding. Dingin logam pistol menempel di pelipisnya. “Siapa kau?!” Suara itu dalam, tenang, terlalu tenang untuk orang yang panik. Jantung Fleur berdetak hebat karena terkejut, lalu ia mulai menenangkan diri. “Aku—” “Jangan bergerak. Ini zona terbatas. Bagaimana kau bisa masuk?” Fleur bisa merasakan kesigapan militer dari caranya menahan posisi. Tidak gemetar. Tidak ragu. “Hanz, tahan!” seru Benjamin dari pintu. “Ini istri Tuan Anshel!” Serentak, ia me

  • Marinne's Wedding   Bab 8 - Log Terlarang

    Fleur dan Anshel sedang bertengkar di kantor Noblecrest Systems. Fleur menutup telinganya, mencoba menahan kebosanan sekaligus amarah, tapi setiap kata yang diucapkan Anshel tentang masa lalunya membuat dadanya semakin sesak. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. “Aku akan mengembalikan semua uang itu padamu,” katanya dengan suara bergetar tapi tegas. “Aku menyetujui kesepakatan awal, dan seharusnya kita segera mengakhiri pernikahan sialan ini, Tuan Anshel.” Anshel menatapnya lama, senyum tipisnya seperti pisau. “Oh ya?” bisiknya. “Sayangnya, Ayahmu sudah memberimu padaku sepenuhnya, Fleur.” Fleur menatapnya dengan mata membara. Rasa marah bercampur kecewa, membakar dari dalam. Tanpa sadar ia melangkah mendekat dan menarik kerah suaminya. Bibirnya bergetar saat bicara.

  • Marinne's Wedding   Bab 7 - Obrolan di Queen Tea Rooms

    Fleur sedang mengobati mata Anshel yang kesakitan karena kena tinjunya. Tapi ia melihat samar merah di lehernya, ia meyakini kalau Anshel telah bercumbu dengan kekasihnya, hingga membuatnya tersulut amarah. Ia menyuruh Anshel mengobatinya sendiri. Ketika Fleur hendak pergi, Anshel menarik pinggang Fleur hingga ia terduduk di pangkuannya. Anshel juga sempat melihat lehernya yang merah di cermin dan ia tidak membiarkan Fleur pergi saat mencoba membebaskan diri. “Fleur, apa kau cemburu?” Fleur menyipitkan matanya. “Kau tahu kau itu menjijikan, kau punya istri tapi masih tidur dengan wanita lain?” Anshel menyeringai. “Jadi kau mau melayaniku?” Fleur panik, dan gugup. “Bu.. Bukan seperti itu maksudku?” desisnya. Anshel berdiri sambil me

  • Marinne's Wedding   Bab 6 - Hadiah Dari Fleur

    “Philippe! Pamela! Tolong aku!” teriak Fleur sambil memukuli punggung suaminya.Namun kedua kakaknya hanya tertawa, menikmati pemandangan yang menggelikan di tengah ketegangan itu.Anshel terus melangkah pergi, membawa Fleur seperti karung beras.Setiba di rumah, Fleur langsung menuju kamar, tapi Anshel mengikutinya dari belakang. Saat ia hendak menutup pintu, Anshel menahannya dengan tangan.“Aku ingin bicara denganmu,” katanya datar.Fleur menolak, tapi ia mendorong pintu lebih keras dan tiduran di ranjang.“Fleur… aku akan tidur di sini,” ucapnya.Fleur menautkan alisnya. “Benarkah? Kau yakin?”Anshel mengangguk dan tersenyum manis.Fleur membalas senyumannya. “Silakan saja. Tapi aku akan tidur di kamar sebelah.”Anshel tertawa kecil, seolah meledeknya, lalu duduk tegap di tepi ranjang.“Fleur, ini perintahku, bukan tawaran. Berhentilah bekerja di perusahaan ayahmu dan bekerjalah di

  • Marinne's Wedding   Bab 5 - Tuan Putri Di Tengah Bayangan

    Baru saja tiba di Ruthven Wine, Anshel langsung meminta Philippe memberhentikan istrinya dari jabatannya. “Philippe, jangan dengarkan dia!” seru Fleur dengan nada tinggi. Philippe menatap keduanya bergantian lalu tertawa kecil. “Baiklah, anggap saja ini hanya lelucon.” Namun Anshel menatapnya serius. “Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin istriku bekerja bersamaku.” Nada Philippe berubah. “Baiklah, kita bicarakan di dalam.” “Maaf, ini sudah siang. Aku ada rapat lain. Lain kali saja kita lanjutkan.” Anshel mengalihkan pandangan pada istrinya. “Fleur, aku sudah menyampaikan yang ingin kukatakan. Tolong pikirkan permintaanku.”Tanpa di duga Anshel mencium bibir Fleur di depan mereka, membuat Fleur terdiam tak berdaya.Philippe dan Pamela menutup mulut, terkejut melihat aksi adik iparnya, sementara Smith hanya bisa ternganga.“Aku berangkat dulu ke kantor, sayang.”Anshel pun pergi, diam-diam tersenyum puas karena berhasil mencuri ciuman dari istrinya.Fleur menggertakk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status