ホーム / Romansa / Fleur's Wedding / Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

共有

Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

last update 最終更新日: 2025-10-26 10:40:36

“Kalau kau belum bercerai juga, aku akan membunuhmu, atau… Ayahmu dulu yang harus aku lenyapkan, Fleur!”

Fleur menatap layar itu lama. Di bawah teks, terlampir foto lama ayahnya di sebuah acara politik, dengan tanggal dan nama perusahaan keluarga di pojok bawah.

Alisnya berkerut pelan. Foto ini tak seharusnya bisa keluar dari arsip keluarga.

Ia menarik napas panjang, mencoba menekan debar di dadanya.

“Siapa yang kirim ini…?” gumamnya lirih.

Fleur tersenyum sinis. Ia tak membalas, hanya membaca sekilas pesan itu sambil bergumam lirih di dalam hatinya.

Sepertinya ini dari Ava Grace. Berani-beraninya dia mengancam istri sahnya.

Smith datang membawa kopi untuk mereka. Tuan Weasley dan Fleur pun mengucapkan terima kasih.

Sahabatnya itu duduk di samping ayahnya.

“Fleur, bagaimana kalau besok kita berkuda?” tanya pria yang memiliki rambut coklat dan ikal itu

Fleur meletakkan cangkir kopinya dengan tenang. Ia duduk tegap, menyilangkan kaki, lalu menatapnya sambil tersenyum.

“Boleh, ide bagus itu. Kebetulan aku sedang bosan.”

Sore harinya, saat Anshel kembali ke kantornya, ia terkejut melihat beberapa map berserakan di bawah meja.

Ia sempat menghela napas dan meletakkan tasnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu memungutnya dan merapikan kembali di atas meja. Dan ketika ia menyalakan laptopnya… ternyata error.

Anshel Panik.

“Astaga, kenapa ini… laptopku rusak,” gumamnya panik sambil menekan-nekan keyboard.

Ia teringat, sebelum meninggalkan ruangan, semuanya masih baik-baik saja. Wajahnya pun berubah serius.

“Aku tahu siapa pelakunya, Princetta Fleur Ruthven… aku tidak akan memaafkanmu,” ucapnya geram. Anshel langsung menelpon istrinya.

Fleur membiarkan panggilan itu karena sedang mengecek beberapa laporan di ruang kerjanya. Meja kayu yang kokoh berpadu dengan kursi kulit gelap, laptop tipis, dan gadget modern. Lampu gantung kristal, patung klasik, dan karya seni Eropa menunjukkan prestise keluarga. Dari jendela besar, gedung pencakar langit Kanada terbentang luas.

“Syukurlah laba penjualan bulan ini meningkat hingga tiga puluh persen.”

Ruthven Wines adalah kilang anggur yang berasal dari perkebunan keluarga mereka, yang dulunya hanya berskala kecil di negara Sovereign Hearts. Setelah berpindah ke negara Ardenvale, perusahaan ini dikenal dengan produksi anggur butik berkualitas tinggi dalam jumlah terbatas. Kini, perusahaan yang didirikan oleh ayah Fleur itu terus berkembang, menghasilkan deretan anggur premium di kota Rivershade.

Sementara itu Anshel segera menelpon IT-nya. Namun sang IT menatap layar laptop dengan wajah serius.

“Pak, ini bukan malware biasa. Kodenya sangat spesifik, menyasar file tertentu. Sepertinya seseorang sengaja membuat ini untuk memaksa sesuatu.”

Anshel berdiri di samping, tangan disilangkan di dada. Wajahnya tenang, tapi matanya tajam.

“Ya tentu saja ini ulahnya,” katanya pelan.

Pria muda hampir seusia Anshel yang bermata abu-abu itu menoleh, ragu.

“Memangnya siapa, Tuan Anshel?”

Anshel tersenyum tipis, hampir dingin.

“Hmmm. Orang yang paling tidak kau duga... lebih baik kau fokus saja membersihkan virusnya.”

Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu mengangguk, tetap profesional meski sedikit tegang.

“Baik. Saya pastikan laptop ini bersih tanpa kehilangan file penting.”

Anshel menatap layar sebentar, lalu menegaskan.

“Pastikan virus ini hanya ada di laptop. Aku tidak mau ada jejak yang menyebar ke server kantor.”

Suasana menjadi sunyi, hanya ada suara ketukan keyboard dan dengungan laptop. Setelah beberapa saat, laptop kembali normal dan data pun aman.

Sore itu, saat Fleur pulang, baju-bajunya sudah masuk koper dan dipindahkan ke kamar pelayannya. Ia tidak terima dan meminta Emma, pelayan setianya, untuk membawanya kembali ke kamar.

Emma jadi merasa serba salah.

“Tapi Nyonya… kamarnya dikunci Tuan Anshel.”

Fleur putus asa dan mengeluh

“Apa? Ya ampun… aku bisa sakit kepala kalau begini terus.”

Fleur sempat meminta kunci duplikatnya, tapi sudah di amankan oleh majikannya. Kemudian Emma mengusulkan tidur di kamar tamu. Fleur pun setuju, namun saat mencoba masuk, pintunya terkunci juga.

Fleur sempat berpikir lalu mengeluarkan ponselnya dari tas.

“Emma, aku akan menelpon ayahku. ”

Ia menelpon ayahnya untuk izin menginap, tapi sang ayah menolak.

Suara tegas ayahnya terdengar dari seberang.

“Kau mau membuat Ayah malu? Bagaimana kalau publik tahu, Fleur?”

Akhirnya, Fleur tidur di ruang tengah.

Saat Anshel lewat, ia melihat Fleur hampir jatuh dari kursi dan segera menahan tubuhnya.

“Hati-hati,” ucapnya panik.

Fleur membuka matanya dengan perlahan.

“Jangan sentuh aku,” balasnya ketus, lalu kembali naik ke kursi dan tidur lagi.

Anshel menoleh sebentar sambil berdiri. Dasar perempuan keras kepala, gumamnya dalam hati.

Setelah kembali ke kamar dan berbaring, ia teringat istrinya yang tidur di ruang tengah. Refleks, pria yang hobi berburu itu mengambil selimut lain dari lemari, tapi kemudian mengembalikannya.

“Tidak, aku harus memberi pelajaran padanya,” gumamnya, lalu kembali tidur.

Keesokan harinya, Fleur bangun dengan badan pegal-pegal.

“Dasar manusia jahat… aku sudah berpura-pura jatuh, kirain mau disuruh pindah ke kamar, ternyata tidak. Manusia tak punya hati!”

Ucapan Fleur ternyata terdengar oleh Anshel, tapi ia hanya menyunggingkan senyum sinis lalu pergi berkuda.

Sementara itu, Fleur bolak-balik di ruang tengah berharap ada keajaiban. Saat mencoba membuka pintu kamar, tetap masih terkunci. Setelah mandi, ia kembali ke ruang tengah dengan dilema.

“Bagaimana aku pergi ke kantor tanpa riasan? Anshel hanya memikirkan dirinya sendiri… bagaimana kalau ada orang diam-diam memotretku tanpa ria… san…?”

Tepat saat menoleh, ia melihat koper make-up di dekat kursi.

“Ya Tuhan, make-up-ku ada di sini! Sejak kapan dia mengeluarkannya?”

Fleur segera berdandan, sesekali mengeluh lehernya sakit sambil memaki suaminya. Setelah tampil sempurna, ia mengenakan blazer biru laut dan rok senada.

“Akhirnya selesai juga. Hari ini aku akan pergi berkuda di rumah Ayahku bersama Smith, jadi harus bawa sepatu boot. Ah, sepertinya… Rivershade juga ada jadi aku tidak akan membawanya”

Setelah sarapan, Fleur pamit pada Emma.

“Emma, hari ini aku pulang telat atau mungkin menginap di rumah Ayahku.”

Emma mengangguk dengan sopan.

“Baik, Nyonya.”

Anshel tampak mahir dalam berkuda. Setelah puas, pengurus kudanya memasukkannya ke kandang, ia melihat beberapa koleksi kuda lainnya lalu memberinya makan, dia juga sempat mengelus kepala kuda-kuda itu.

Saat melihat jam, Anshel sadar waktunya bekerja. Namun ketika tiba di rumah, istrinya sudah pergi.

“Emma, Fleur sudah berangkat?”

“Benar, Tuan. Beliau berpesan kemungkinan akan pulang larut atau menginap di rumah Tuan Weasley.”

Anshel mengangguk, lalu ia pergi mandi, dan bersiap ke kantor.

Dalam perjalanan, ia meminta supirnya mampir ke butik. Beberapa pegawai menyambutnya dengan ramah. Namun handphonenya terus berdering tapi ia tidak mengangkatnya. Setelah memilih dua gaun, ia memintanya dikemas dan dikirim ke Ava Grace.

Setiba di kantor, ia menelpon kekasihnya.

“Selamat ulang tahun, Nona Grace sayang!”

Ava Grace menjawab dengan suara lembut dan riang.

“Ya Tuhan, Anshel… terima kasih. O iya, kau tidak memberikanku hadiah?”

Anshel tertawa dengan pelan.

“Ah, tentu saja ada… mana mungkin aku melewatkannya, tapi malam ini kita tidak bisa bertemu, soalnya aku ada urusan.”

Ava Grace curiga.

“Memangnya kau mau ke mana? Biasanya setiap ulang tahunku, kita selalu menghabiskan malam berdua.”

Belum sempat menjawab, sekretarisnya mengetuk pintu. Ia muncul dari balik pintu dan masuk agak tergesa-gesa.

“Tuan, apakah anda sudah mengecek ponsel?

Bukannya bertanya ia malah bertanya balik.

“Memangnya ada apa?”

"Tuan Anshel, tadi saya menerima telepon dari kediaman mertua Anda. Mereka mengabarkan bahwa Tuan Wesley telah wafat.”

Anshel sontak bangkit dari sandaran, tubuhnya menegang, namun ia tetap tak beranjak dari kursinya.

“Apa. Tuan Wesley Ruthven meninggal?”

Bersambung...

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Fleur's Wedding   Bab 5 - Tuan Putri Di Tengah Bayangan

    Baru saja tiba di Ruthven Wine, Anshel langsung meminta Philippe memberhentikan istrinya dari jabatannya. “Philippe, jangan dengarkan dia!” seru Fleur dengan nada tinggi. Philippe menatap keduanya bergantian lalu tertawa kecil. “Baiklah, anggap saja ini hanya lelucon.” Namun Anshel menatapnya serius. “Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin istriku bekerja bersamaku.” Nada Philippe berubah. “Baiklah, kita bicarakan di dalam.” “Maaf, ini sudah siang. Aku ada rapat lain. Lain kali saja kita lanjutkan.” Anshel mengalihkan pandangan pada istrinya. “Fleur, aku sudah menyampaikan yang ingin kukatakan. Tolong pikirkan permintaanku.”Tanpa di duga Anshel mencium bibir Fleur di depan mereka, membuat Fleur terdiam tak berdaya.Philippe dan Pamela menutup mulut, terkejut melihat aksi adik iparnya, sementara Smith hanya bisa ternganga.“Aku berangkat dulu ke kantor, sayang.”Anshel pun pergi, diam-diam tersenyum puas karena berhasil mencuri ciuman dari istrinya.Fleur menggertakk

  • Fleur's Wedding   Bab 4 - Sarapan Yang Hangat

    Ruthven bersaudara baru menyadari kehadiran Anshel. “Kalian terlalu sibuk bermain, hingga tidak menyadari kehadiranku.” Philippe langsung naik dan mengajak adik iparnya masuk ke dalam, ia juga menyuruh pelayannya menyiapkan sarapan untuk mereka. Anshel sempat menoleh ke belakang menatap istrinya, yang terlihat lebih ceria dari kemarin. Kemudian Philippe izin mandi dulu dan akan segera kembali untuk mengobrol dengannya. Anshel memperhatikan ruangan itu. Kediaman Ruthven memancarkan keanggunan klasik, lantai kayu gelap berkilau, lampu kristal yang memantulkan cahaya lembut di cermin besar, dan tirai beludru emas yang menahan sinar pagi. Mata Anshel tertuju pada rak buku di sudut ruangan laku mengambil sebuah buku dan membacanya. Fleur dan Pamela pun langsung masuk kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Anshel merasa bosan ia lalu berjalan-jalan. Fleur pun mandi dengan tenang. Air hangat melesap di kulitnya, Ia menggosok tubuhnya dengan spons berbusa, aroma mawar y

  • Fleur's Wedding   Bab 3 - Aroma Anggur

    Baru saja melangkah masuk ke kantornya, Anshel menerima kabar yang membuat darahnya berhenti mengalir. “Apa, Tuan Wesley meninggal?” Anshel langsung mengecek panggilan dari Fleur dan dari kediaman Ayahnya. Flashback Saat Fleur baru tiba di kantor, ia menerima telepon dari Philippe, kakak laki-lakinya. “Fleur, jangan banyak tanya. Cepat pulang ayah kritis?” Fleur langsung meminta supirnya pergi ke Estate Rivershade, kediaman mereka. Saat tiba disana orang-orang sudah berkumpul kamar Tuan Wesley. Dokter pribadi mereka memberitahu bahwa ayahnya sudah tiada. Fleur disambar petir di siang bolong, ia menangis sesenggukan, memeluk jenazahnya, ia terus mencoba membangunkan dari lelap tidurnya, lalu berdiri dan marah kepada kakaknya. “Philippe… kau bilang ayah kritis, ternyata… beliau sudah meninggal, kenapa kau membohongiku?” ucapnya sambil memukul dada kakaknya. Philippe langsung memeluk Fleur sambil meminta maaf, tapi ia Melepaskan Pelukannya. Lalu menatap beberapa p

  • Fleur's Wedding   Bab 2 - Ancaman Dan Kabar Duka

    “Kalau kau belum bercerai juga, aku akan membunuhmu, atau… Ayahmu dulu yang harus aku lenyapkan, Fleur!”Fleur menatap layar itu lama. Di bawah teks, terlampir foto lama ayahnya di sebuah acara politik, dengan tanggal dan nama perusahaan keluarga di pojok bawah.Alisnya berkerut pelan. Foto ini tak seharusnya bisa keluar dari arsip keluarga.Ia menarik napas panjang, mencoba menekan debar di dadanya.“Siapa yang kirim ini…?” gumamnya lirih. Fleur tersenyum sinis. Ia tak membalas, hanya membaca sekilas pesan itu sambil bergumam lirih di dalam hatinya. Sepertinya ini dari Ava Grace. Berani-beraninya dia mengancam istri sahnya. Smith datang membawa kopi untuk mereka. Tuan Weasley dan Fleur pun mengucapkan terima kasih. Sahabatnya itu duduk di samping ayahnya. “Fleur, bagaimana kalau besok kita berkuda?” tanya pria yang memiliki rambut coklat dan ikal itu Fleur meletakkan cangkir kopinya dengan tenang. Ia duduk tegap, menyilangkan kaki, lalu menatapnya sambil tersenyum. “

  • Fleur's Wedding   Bab 1 - Klausul Pernikahan

    Kehidupan rumah tanggaku seperti sebuah papan catur, aku hanya pion yang bergerak di antara dua raja.“Nyonya saya mohon, jangan masuk. Tuan Anshel sedang ada tamu.”Fleur tidak mempedulikannya dan terus melangkah. Wanita berusia tiga puluh tahun itu terus membujuk dan mencoba menghalang Fleur kembali. “Nyonya Fleur, tolong… tunggu dulu di ruangan sebelah, Tuan Anshel bisa marah!”Suara sekretaris terdengar gugup. Namun Fleur terus melangkah di koridor panjang dengan langkah mantap, gaun krimnya bermotif bunga lili bergoyang mengikuti irama tumit yang beradu dengan lantai marmer, parfumnya yang beraroma bunga manis dan mewah langsung menyebar.Saat tiba di depan ruangan, ia mendengar suara samar dari dalam. Fleur memegang gagang pintu itu dan langsung membantingnya dengan keras. Fleur melenggang memasuki kantor suaminya, Anshel Robinson, cucu Raja Robinson II. Ayahnya, Arthur Robinson, meninggalkan istana untuk mengejar kekuasaan di dunia bisnis, meninggalkan tahta di belakangnya.

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status