Kami kembali tidur. Aku lihat ke arah Syakila, ia juga begitu, langsung memiringkan tubuhnya.Tiba-tiba aku terbangun kembali, entah kenapa mata dan tangan ini ingin membuka laptop yang ada di meja.Akhirnya aku membukanya di bawah, nyaris dekat dengan kolong tempat tidur. Ya, tentu memastikan dulu Syakila sudah benar-benar pulas.Iseng-iseng aku membukanya, ternyata ia tengah memutar suatu video tapi belum sempat dikeluarkan, mungkin sudah keburu aku datang tadi. Kemudian, dengan lancangnya aku membuka video tersebut."Aku capek, Mas. Hidup gini terus, susah terus! Kapan kamu ngebahagiain aku?" ungkap Syakila, aku mendengarnya ia bicara seperti itu pada pada suami yang ternyata suamiku juga."Sabar, kamu mau sabar kan hidup denganku?" tanya Mas Danu. Dada ini sesak, tapi aku harus sabar. Mataku sambil melirik, namun wanita itu masih pulas, Syakila memang tipikal seperti itu, istilahnya tidur seperti kebo."Mas, kamu mau ngebahagiain aku kan? Mau ikutin semua kemauanku?" tanyanya la
Kemudian, Papa mengirimkan suatu video.[Nak, simak baik-baik rekaman ini. Percakapan antara Papa dan Danu ketika di rumah, saat Danu sudah tak bisa menggunakan mobile banking yang papa sudah bekukan.]Aku menyimaknya, tapi sebelumnya, aku pura-pura bergegas ke toilet. Khawatir Syakila bangun dari tidurnya."Pah, ini kenapa mobile banking nggak bisa digunakan?" Aku dengar Mas Danu bicara seperti itu pada papaku. Jelas sekali, meskipun aku bisu dan sedikit terganggu pendengaran, tapi kali ini Mas Danu mengucapkan dengan lantang."Danu, di luar negeri sana, kamu sudah mendapatkan fasilitas komplit. Jadi, untuk sementara keuanganmu Papa bekukan terlebih dulu. Nanti sepulang dari sana, akan Papa buka kembali! Kamu tidak keberatan kan?" Papa hebat sudah bicara seperti itu, pasti Mas Danu sulit mengelak lagi dengan alasan Papa yang masuk akal. "Papa tidak percaya denganku?""Bukan tidak percaya, tapi mencegah sesuatu hal yang kita tidak inginkan, itu lebih baik." "Ya sudah, Pah. Aku ke ka
POV Sang PapaAnak adalah segalanya untukku, membuat Fika bahagia adalah termasuk kebahagiaan aku juga, seorang single parents. Sejak mamanya meninggal, saat itulah aku sebagai papanya berjanji tidak akan melakukan kesalahan secuil apapun kepada Fika. Ya, anak satu-satunya yang lebih memilih untuk tidak mau membuka suaranya sejak kejadian kecelakaan yang menewaskan ibundanya.'Seandainya kamu mau papa ajak terapi dari dulu, mungkin saat ini kamu bersanding dengan laki-laki yang layak. Bukan laki-laki pecundang seperti Danu,' batinku.Malam itu saat mobil Syakila terparkir di depan, aku menghubungi salah seorang preman untuk mencurinya. Aku berani melakukan hal ini, bukan karena ingin melanggar hukum. Namun, ingin memberikan pelajaran pada mereka yang silau akan harta."Kamu ambil mobil yang tadi saya kirimkan fotonya berikut alamat. Lalu bakar segera. Saya tidak ingin melihat mobil itu masih berkeliaran di sini. Ingat itu ya!" suruhku pada salah satu orang suruhan. Daripada mobil itu
Kata orang, cinta pertama seorang wanita adalah papanya. Ya, papa cinta pertamaku, sekaligus cinta sejati. Tidak ada yang lebih mencintaiku selain papa untuk saat ini. Beliaulah yang membuat hidupku menjadi berwarna. Beliau adalah semangatku. Membalas rasa sakit hati ini pun, atas permintaan papa. Karena, tidak terima anak gadisnya yang dulu ia gendong dan manja. Dipermainkan oleh teman dan suaminya sendiri.Papa telah banyak membantuku. Ia sangat mendukung untuk memberikan pelajaran pada Syakila juga Mas Danu. Meskipun masih ada perasaan cinta padanya, kini keputusanku tetap bulat untuk membuatnya sengsara. Seperti awal sebelum mengenalku, akan aku buat ia seperti itu lagi.Setibanya di bandara, aku celingak-celinguk. Sempat juga bertukar pesan dengan papa, tapi setelah itu baterai ponselku mati total."Maaf, Fika Amara ya?" tanyanya dengan suara lantang. Apa ia orang suruhan papa yang datang khusus menemaniku menemui dokter khusus pita suara di sini? Bingung bicara dengannya, karena
"Papa." Hanya kata itu yang mampu aku ucapkan. Bibirku masih kaku mengucapkan kata-kata lain. Aku mendengar kebahagiaan papa saat suaraku mulai memanggilnya, terharu melihatnya yang amat bahagia atas keajaiban ini. Ya, bagiku ini adalah keajaiban dari segala keajaiban yang pernah aku alami. Tuhan memberikan suaraku kembali. Saat aku sedang berusaha keras untuk mengembalikan anugerah yang pernah Tuhan berikan untukku.Dokter berdatangan, memeriksa kondisiku. Pendengaranku juga kini telah normal. Aku dapat mendengar suara tanpa mereka harus berteriak di telingaku. 'Terima kasih, Tuhan atas semua ini,' batinku bersyukur. Kemudian aku dengarkan baik-baik penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan dengan menggunakan bahasa Inggris."Kondisi Fika membaik, ini suatu keajaiban Tuhan!" ucap Dokter yang menanganiku. Semua yang mendengar tampak berkaca-kaca. Apalagi papa, ia sedari tadi yang tampak bahagia."Syukurlah, bagaimana dengan ingatannya, Dok?" tanya papa cemas. Aku terkeju
Papa menutup teleponnya. Aku pun dengan cepat menanyakan siapa nama yang disebut olehnya."Pah, Danu itu siapa?" tanyaku menyelidik."Bukan siapa-siapa, udah kamu fokus pada Haris aja," jawab Papa.Tiba-tiba saja, ada yang datang mengetuk pintu. Ia diantar oleh petugas. Aku melihat raut wajah Papa yang seketika itu juga membulat."Fika, istriku," celetuknya membuatku mengernyitkan dahi.Laki-laki itu tiba-tiba datang dengan menyebut aku sebagai istrinya. Astaga, lelucon macam apa ini?"Astaga, kamu siapa?" Kagetnya aku saat melihatnya."Fika, kamu sudah bisa bicara?" tanyanya kegirangan. Sepertinya aku merasakan pernah dekat dengannya."Tolong jangan ganggu, Fika," cegah Haris tiba-tiba muncul dari balik pintu."Mas Haris, laki-laki ini siapa?" tanyaku kebingungan."Fika, aku ini suamimu!" ungkapnya kepadaku, dan mendadak kepalaku sakit sekali. Tiba-tiba bayangan laki-laki tadi muncul di kepalaku. "Argh, sakit. Mas, kepalaku sakit!" teriakku meremas baju Haris. Setelah itu aku tidak
"Fika, kamu itu kenapa sih?" tanya balik perempuan itu. Bisa-bisanya ia pura-pura bodoh, padahal aku tahu maksudnya menghubungi papa pasti karena ingin menggodanya.Aku tidak menjawab pertanyaan dari Syakila. Ya, aku memilih menutup panggilan telepon secara sepihak.Aku menghela napas kasar. Kemudian berusaha mengingat kembali siapa sebenarnya Syakila. Namun, keningku semakin sakit saat berusaha mengingat semuanya.Tok ... tok ... tok ....Tiba-tiba salah seorang suster datang membawakan obat-obatan, untuk mengganti perban yang akan diganti. Aku pun bersedia diganti semua sesuai dengan perintah suster. Papa datang bersama Haris. Ia meminta ponsel yang tadi berada di sebelahku."Tadi perempuan yang bernama Syakila nelpon Papa, aku marah padanya, karena sudah lancang menghubungi papaku. Pasti ia ingin merayu, ya kan?"Aku yang sulit bergerak karena tengah diganti perban pun hanya mampu meliriknya. Papa terlihat mengerutkan dahinya. "Syakila? Bicara apa dia?" tanya papa."Nggak bicara
"Apa aku dulunya bisu karena Mas Danu, Pah? Lalu dia kena karma," ucapku ngasal. Hilangnya ingatan membuatku seperti orang bodoh. Selalu banyak tanya di setiap apa yang aku cerna."Bukan begitu ceritanya, Fika," ucap papa."Jadi aku ini benar istrinya Mas Danu, dan shakila juga istrinya Mas Danu? Laki-laki itu membohongi kita berdua gitu kan, Pah?" Mungkin pertanyaanku membuat Papa bingung menjelaskannya. Sebab matanya hanya berkeliling ke ruangan."Papa doakan ingatanmu cepat pulih, biar kamu bisa ingat kembali siapa Danu sebenarnya, dia memang suamimu, tapi tidak pantas disebut suami. Foto prewedding yang kamu temukan di laci kerja suamimu, itu adalah awal dari bencana," papar papa.Tiba-tiba kepalaku mendadak sakit kembali. Setelah Papa menyebutkan foto prewedding di laci kerja suamiku. Ia sebut itu awal dari bencana."Awal bencana atau awal terkuaknya, Pah?" tanyaku padanya."Iya itu suatu awal terkuak dan kita seharusnya bersyukur. Bencana itu datang untuk mereka yang sudah menya