Share

Bab 8

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-01-07 12:49:31

"Amit-amit, kamu serius Fika? Jangan-jangan cuma mirip! Kalau memang iya, Aku nggak mau lah dijadikan istri kedua, kaya gak ada laki-laki lain aja!" ucap Syakila. Bibirnya cemberut ketika mengatakan hal itu. Apa wanita itu tidak sadar diri telah menjadikanku istri kedua suaminya?

Namun, sikap Syakila barusan sudah mampu membuatku jadi mesam-mesem sendiri. Sebab, akhirnya ia terperanjat dengan apa yang kukatakan barusan.

Kalau otaknya masih dipakai untuk mikir, tentu ia langsung kepikiran dengan apa yang dilakukannya terhadapku. Menjadikan istri kedua dan sebenarnya yang kulakukan sekarang adalah hal sama seperti reaksi dia barusan, tidak akan rela jadi istri kedua dari suaminya.

Aku menelan ludah. 'Nanti akan kuurus semuanya kembali seperti awal. Dimana kamu hanya teman yang menggantungkan hidupnya dari seorang teman yang cacat. Setelah saat itu tiba, akan aku tendang kamu sejauh-jauhnya bersama suamimu itu.' Aku terus menerus bergumam dalam hati.

"Coba kamu cari tahu dulu. Jangan asal menikah. Menikah itu hal yang sakral, jangan engkau permainkan, Syakila," sahutku menasehati Syakila. Meskipun dengan bahasa isyarat, ia sangat terkejut mendengar ucapanku yang sedang menceramahinya.

"Terima kasih ya, Fika. Aku bukan wanita bodoh, pasti akan aku cari tahu dulu," jawabnya tiba-tiba membuatku ingin menamparnya. Sebab raut wajahnya seakan menyindirku.

'Aku bukan bodoh, Syakila. Kekurangan yang kupunya membuatku mempercayai ular berbisa seperti kamu. Lihat saja, akan aku buat kau menyesal telah melakukan ini padaku,' batinku kesal. Rasanya darah ini makin mendidih dibuatnya.

"Ayo tidur, aku ngantuk," ajakku sambil menguap. Syakila pun sudah tampak lelah dan mengantuk. Aku tahu betul Syakila doyan sekali tidur, ia paling tidak tahan dengan bantal.

Aku tidak bisa memejamkan mata ini. Bolak balik menghadap kanan kiri tapi tidak bisa. Tujuan bermalam di rumah Syakila ingin menemukan bukti-bukti, jadi setelah ia tertidur pulas lebih baik aku bergegas.

Namun, tiba-tiba aku mendengar suara orang mengutak-atik pagar. Apa ada pencuri masuk? Astaga, sebaiknya aku intip saja dulu. Khawatir pencuri yang datang, karena ini sudah pukul sebelas malam.

"Syakila bangun, ada suara aneh!" ujarku dengan rauangan suara membangunkan Syakila. Tubuhnya aku goyangkan seraya memaksa.

"Fika, itu paling tetangga. Biasa pulang malam dia. Ayo tidur lagi!" ucapnya lalu kembali tidur. Syakila tak menghiraukan ucapanku barusan.

Kakiku ini melangkah untuk mengintai, namun ketika hendak mengintip dari jendela, aku melihat kawanan orang yang bertopeng tengah mencoba membobol rumah Syakila. Aku sangat panik dibuatnya. Dengan hanya suara yang bisa meraung-raung minta tolong. Tapi tidak terdengar orang. Akhirnya maling itu berhasil membawa kabur mobil Syakila.

"Syakila, bangun. Benar kan tadi pencuri masuk. Mobilmu sudah tidak ada di garasi!" Aku menggerakkan tangan dengan napas masih tersengal-sengal.

"Kenapa kamu tidak bilang dari tadi?" Syakila malah menyalahkanku.

"Aku sudah bangunin kamu, tapi kamu tidak peduli," sahutku masih dengan napas yang tersengal-sengal. Tangan ini dengan cepat bergerak mengayunkan bahasa isyarat.

Syakila langsung beranjak dari kasur. Lalu hendak mengecek ke depan.

"Astaga, mobilku hilang. Itu mobil hadiah darimu! Kenapa kamu tadi tidak teriak?" ucapnya sembari menangis dan menyalahkan aku yang bisu.

"Syakila, kamu tahu kan aku bisu? Tidak bisa teriak. Tadi aku teriak sekuat tenaga, tapi percuma. Kamu bisa cek melalui CCTV rumahmu, di depan jendela aku sangat histeris kebingungan!" ujarku memperagakan dengan tangan. Lalu menyeka air mata yang tumpah, karena ucapan Syakila yang menyinggung.

"Maaf ya, aku lupa!" ucapnya memelukku. Jangan harap aku akan membelikan kamu mobil lagi, Syakila dengan pelukan ini.

"Kamu tidak lapor RT setempat?" Tangan ini bergerak untuk menyuruhnya lapor RT dulu. Walaupun perhatianku hanya sekadar basa-basi.

"Tidak usah, nanti aku minta mobil baru saja sama calon suamiku!" ucapnya merangkulku dan mengiring tubuh ini ke arah kamar lagi setelah menutup garasi yang sudah dibobol maling.

Calon suaminya itu Mas Danu, yang sebenarnya adalah sudah menjadi suaminya sendiri dan mereka tengah menggerogoti harta papaku melalui pernikahan kedua aku dan Mas Danu.

Syakila meneruskan tidurnya. Ia sangat yakin sekali Mas Danu akan membelikannya mobil baru. Tiba-tiba chat masuk datang dari papa. Aku pun mengusap layar ponsel. 'Tumben sekali tengah malam papaku belum tidur? Apa ada kerjaan bersama Mas Danu?' batinku bertanya-tanya.

Melihat pesan yang papa kirim, aku sangat terkejut melihat isi chatnya. Ternyata papaku sangatlah pintar.

[Sayang, mobil sudah lenyap. Tinggal rumahnya, tunggu saja waktunya. Selamat tidur anak kesayangan papa. Langsung hapus chat dari papa ini ya, anak pintar.]

Mataku membulat tapi senyumku tiba-tiba melebar. 'Terima kasih papa kesayangan,' batinku sambil meletakkan ponsel.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Radilla
males bgt beli koin mulu ah
goodnovel comment avatar
Dewi Rosmawati_76
papa yg luar biasa
goodnovel comment avatar
Gladys Pangalila
si papa keren
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 54. Akhir Kebahagiaan Fika

    Seorang pria berhasil membawa maling tersebut bersama dengan Ari dan Haris. Mereka berdua diseret ke mobil dan diperintahkan masuk olehnya."Udah jebloskan aja ke penjara, kalau sudah berani kabur sih artinya sangat berani," ucap Haris.Kemudian, kami memutuskan untuk membuat laporan ke kantor polisi atas penjambretan tadi. Namun, sebelumnya, aku menghubungi papa melalui pesan singkat untuk sekadar memberikan informasi padanya.[Pah, aku ke kantor polisi ya. Ada jambret tadi.]Setelah mengirimkan pesan, aku duduk kembali ke mobil dan menuju kantor polisi.***Setibanya di kantor polisi dan selesai membuat laporan, pihak kepolisian pun sangat berterima kasih terhadap kami, sebab ternyata orang yang menjambret adalah buronan. Jadi ini justru sangat memudahkan kami juga dalam membuat laporan."Ayo, Fik, pulang!" ajak Haris. "Ri, kami pamit, terima kasih bantuannya, sudah membantu menangkap maling tadi.""Iya, sama-sama. Kalian hati-hati," ucap Ari sembari meninggalkan kami yang masih mem

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 53. Detik-detik Ending

    Kemudian Tante Siska membicarakan perihal dokter yang memanggil Mas Danu dan dirinya. Ia bilang bahwa Syakila menitip pesan pada dokter, bahwa akan mendonorkan matanya untukku.Lagi-lagi ini hal yang tidak masuk akal, Syakila tengah memperjuangkan hidupnya tapi ia malah ingin menyerahkan matanya untukku.Aku terharu mendengarnya, sekaligus ingin menolak apa yang menjadi niat baik Syakila."Maaf Tante aku tolak mentah-mentah, ini tidak adil jika aku menyetujuinya," ucapku dengan tegas.Aku pun meminta apa-apa untuk melarang Tante Siska membujukku. Ini semua demi kebaikan bersama, seharusnya Syakila juga sembuh, bukan malah ingin mendonorkan matanya untukku."Tante paham betul, tapi ini keinginan Syakila," jawab Tante Siska lagi."Aku tolak, Tante," ucapku lagi."Kenapa tolak?" tanya Tante Siska.Aku hanya menggelengkan kepala dan tidak berkomentar apa-apa lagi."Baiklah, tapi Syakila sudah meninggal dunia, Fika," ucap Tante Siska membuatku spontan melotot. Mata ini benar-benar membuka l

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 52

    Mereka semua berhamburan keluar. Hanya aku yang tersisa di dalam. Papa pun ikut karena aku yang menyuruhnya.Aku merebahkan tubuh sambil menunggu kedatangan mereka. Dalam hati kecil ini berharap ada kabar baik yang dokter katakan pada mereka semua.Kecemasan yang aku alami memang terbilang berlebihan, Syakila bukan siapa-siapa, hanya seorang sahabat yang pernah menghancurkan hidupku. Namun, justru saat ini aku menginginkan dia bisa bertahan hidup.Selang beberapa menit kemudian, papa datang bersama dengan Haris dan Ari. Namun, tidak dengan Tante Siska juga Mas Danu, ia masih menemani Syakila. Setidaknya bukan kabar buruk yang aku terima, sebab tidak ada yang papa ucapkan saat mereka masuk ke dalam ruangan."Kok cepat? Nggak ada sepuluh menit," tanyaku seakan menyecar."Iya, Syakila tadi sadar, dan dokter ingin bicara dengan Danu dan Siska," kata papa sambil menarik kursi lalu duduk di dekatku."Syukurlah, ternyata Syakila masih berjuang untuk hidup," timpalku dengan disertai helaan na

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 51

    Dikarenakan teriakan Kau sangat kencang, Papa yang tadi berada di luar pun panik dan masuk ke dalam.Begitu juga dengan Haris dan Ari yang masuk mengekor di belakang papa."Ada apa, Fika? Kenapa kamu teriak?" tanya papa."Tadi aku dengar di kamar mandi suara kran mengalir, Pah, Aku takut Coba lihat ke sana!" Aku ketakutan sambil memegang selimut dan meremasnya."Aku akan melihat!" Itu suara Haris ia yang bersedia memantau toilet.Berselang kemudian Haris pun datang. "Nggak ada siapa-siapa dan kran pun masih tertutup." Ucapannya membuatku terdiam.Telingaku ini sudah berfungsi kembali seperti orang normal. Tadi jelas-jelas aku mendengar suara air mengalir dari keran kamar mandi."Mungkin kamu lelah, Fika, lebih baik kamu tidur ya, jangan mikirin macam-macam. Apalagi halusinasi tentang Syakila lagi, doakan aja dia mendapatkan yang terbaik untuk kesembuhannya," pesan papa.Kemungkinan besar halusinasiku ini terjadi karena terlalu takut. Ya, aku merasa sebagai penyebab kehancuran Syakila.

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 50

    "Tapi, Syakila di ruangan ICU, Fik," ucap Haris."Iya, katanya kritis lagi," susul Ari."Jadi aku halusinasi?" Aku bertanya sambil menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangan."Fika, kamu istirahat ya, jangan sampai cemas berlebihan hingga membuat kamu jadi berpikiran tentang Syakila," tambah papa.Aku terdiam, bukankah ada suaranya tadi? Ya, suara raungan wanita bisu. Aku dapat mengetahuinya, sebab pernah berada di posisi Syakila dulu. "Aku yakin itu Syakila, apa dia ingin bicara denganku?" "Fika, biar aku dan Ari yang lihat kondisi Syakila ya," pesan Haris.Aku mengangguk senang, senyumku melebar ketika ia melakukan hal itu. Sebab, memang dari tadi aku menunggunya menawarkan diri setelah aku suruh.Setelah mereka pergi, aku pun ditemani papa. Ia duduk di sebelahku sambil mengusap lembut jari jemari ini."Kamu itu lelah, kepikiran sana sini, jadilah mikirin Syakila lagi, padahal sudah tidak ada yang perlu kamu cemaskan, dia sudah ditangani oleh dokter, Papa rasa dokter juga p

  • Foto Prewedding di Laci Kerja Suamiku    Bab 49

    Aku merasa ini semua tidak adil jika harus kehilangan indera yang sangat penting, yaitu penglihatan. Seandainya mata ini tak bisa melihat dunia, aku pasti merasa orang yang paling buruk sedunia. Sebab, musibah yang ku terima tidak ada ujungnya.Dokter mulai melepaskan perban yang mengelilingi kepala dan mata ini. Kemudian, setelah lilitan terakhir ia menyuruhku untuk membuka mata.Perlahan aku buka mata yang biasa memandang indahnya dunia. Namun, setelah membukanya, aku malah menelan pil pahit. Semua berbayang, bahkan samar-samar. Untuk mengenali wajah papa saja aku tak mampu."Pah, mataku kenapa begini?" Aku bertanya sambil berteriak. Sebab, aku takut salah apakah yang berdiri di sebelahku persis itu papa atau dokter?"Nak, kamu yang sabar. Kamu pasti kuat, dokter bilang masih ada harapan dengan donor mata," ungkap papa.Papa memelukku, kemudian mengelus rambut ini."Kenapa aku tidak pernah merasakan bahagia, Pah? Baru sembuh dan bisa bicara, kini harus menerima kenyataan bahwa matak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status