LOGINAndi dan Imelda sudah mengantarkan Rosa pulang. Dan kini, Andi membawa Imelda pergi menuju apartemen baru Imelda pemberian Andi. Imelda berpikir mereka akan pulang, ternyata Andi membawa Imelda ke jalur yang berbeda ke arah pulang."Om? Ini mau kemana?" tanya Imelda polos."Ke Apartemen kamu yang baru," jawab Andi singkat dan tetap fokus melajukan mobilnya menuju bangunan megah yang sudah terlihat dari kejauhan.Bangunan apartemen itu sangat itu bahkan disebut gedung pencakar langit. Apartemen mewah dengan harga yang sangat mahal. Tentunya fasilitas di dalamnya sangatlah lengkap.Imelda menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdebar dengan keras.Andi melirik ke arah Imelda sekilas dan mengenggam tangan Imelda. Saat tangan Imelda di genggam, Imelda menoleh ke arah Andi yang juga sedang menatap ke arah dirinya."Mulai sekarang, aku yang akan memenuhi kebutuhan hidup kamu," jelas Andi meyakinkan Imelda."Om ... Kita ini saudara kan?" ucap Imelda terbata."Bukan ... Kita bukan saudara, I
Kakek Yoga menghela napas panjang. Matanya menatap lurus ke arah Wina dengan raut serius."Papa hanya ingin memastikan kamu tahu apa yang kamu pilih, Wina. Andi itu bukan lelaki yang mudah ditebak. Dari dulu, dia selalu menyimpan sesuatu di balik sikap tenangnya. Bahkan pada kami, keluarganya sendiri."Wina menelan ludah, menahan gugup. "Saya tahu, Pa. Tapi selama saya bersamanya, dia selalu memperlakukan saya dengan baik. Dia lembut, perhatian, dan … tidak pernah membentak."Kalimat terakhirnya keluar lirih, nyaris tak terdengar.Nenek Estu yang sedari tadi diam, kini angkat bicara dengan nada lembut namun menusuk, "Kadang, anak yang paling tenang justru yang paling banyak menyimpan luka, Nak Wina. Semoga kamu siap kalau suatu hari, luka itu ikut kamu rasakan."Wina menunduk. Ada sesuatu di dad4nya yang terasa berat. Ia mencoba tersenyum, meski getar kecil di ujung bibirnya sulit disembunyikan.***Sementara itu, Andi sudah sampai di Kafe Vanza bersama Imel dan Rosa.Kafe itu tampak
Andi memutar balik mobilnya di depan jalan. Ia tidak pergi ke rumah teman atau siapa pun juga. Tadi, ia hanya beralasan saja agar Wina dan Lusi, kakaknya tidak banyak tanya.Andi membelokkan mobilnya ke asalah satu apartemen mewah di pusat kota. Ia mendatangi pemilik apartemen dan mulai bertanya tentang unit yang ada di apartemen ini.Ia melihat brosur dan mulai memilih unit kamar mana yang ingin ia beli."Mau lihat -lihat dulu? Biar tahu tempatnya seperti apa?" ucap sang pemilik yang hanya di balas anggukan kecil oleh Andi.Ia tidak perlu melakukan itu. Cukup membaca dan memahami seperti apa fasilitas unit kamar apartemen itu, rasanya sudah cukup."Saya ambil satu unit kamar apartemen di lantai yang viewnya paling bagus," jelas Andi dengan senyum lebar."Siap Pak. Bapak mau dirapikan untuk kapan?" tanya pemilik itu pada Andi."Hari ini bisa? Saya akan bayar lunas dan saya minta nama pemiliknya di ubah menjadi nama gadis ini," titah Andi sambil menyodorkan kertas kepada sang pemilik a
Andi mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Imel barusan."Ya, Aku dan Wina menikah secara kontrak," jelas Andi menggantung."Kok bisa?" ucap Imel lagi begitu penasaran.Andi melirik ke arah Imel. Tangannya langsung menggenggam tangan Imel dengan erat. Imel tidak berontak dan bahkan ia malah nyaman dengan genggaman tangan Andi.Andi mencium punggung tangan Imel dengan lembut."Intinya aku mencintaikamu. Soal aku dan Wina, biar aku selesaikan sendiri," jelas Andi meyakinkan Imel.Imel menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya pelan."Om ... Jangan main- main soal ini. Kalau Bunda tahu, bisa habis kita. Lebih baik, kita sudahi saja dan tidak usah dilanjutkan lagi," jelas Imel terbata.Andi menghentikan mobilnya perlahan. Mobil itu berhenti dipinggir jalan. Andi menatap Imel dengan lekat. "Mel ... Aku jauh -jauh dari luar negeri dan pulang hanya untuk ketemu kamu dan memiliki kamu. Kejadian semalam memang sudah aku rencanakan. Ternyata aku tidak salah memilih kamu yang masi
Semuanya menoleh ke arah Imel termasuk Wina dan Andi. Andi menatap keponakannya dengan senyum tipis yang sama seklai tidak terlihat. Lelaki itu sangat pandai menyembunyikan perasaannya sejak dahulu."Kamu kenapa Mel?" tanya Lusi pada Imel. Wajah Imel nampak terlihat berbeda dan sedikit pucat.Imel menggelengkan kepalanya pelan."Kenapa? Imel baik -baik saja, kok," jelas Imel pada Lusi. Imel berusaha menampilkan senyumnya yang paling manis kepada Lusi.Imel duduk di salah satu kursi tepat di samping Andi. Itu adalah kursi favoritnya. Segelas susu putih buatan Lusi juga sudah ada di meja."Minm susunya alu sarapan. Kamu hari ini kuliah sampai sore kan?" ucap Lusi pada Imel."Hu um ..." jawab Imel sambil meneguk susu hingga habis setengah gelas. Andi melirik ke arah Imel lalu mengambil tisu kering dan mengelap sisa susu yang masih menempel disudut bibir atas Imel dengan lembut.Imel begitu kaget tetapi ia memilih diam. Imel mencari ativitas lain dnegan menambil roti untuk menghilangkan
Seusai makan mie instant, Imel kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena lapar. Isi kepalanya kini hanaya ada Om Andi. Lelaki yang sudah berumur namun begitu matang itu begitu hebat menguasai pikirannya.Tubuhnya kekar, berotot. Sangat tampan dan begitu enak dipandang. Apalagi bibir Om Andi. Kenapa begitu candu? Ah ... Aku harus melupakan lelaki itu. Dia adalah Om -ku sendiri, dan sudah memiliki istri.Kedua mata Imel tertutup perlahan. Ia harus melupakan kejadian gila tadi. Kenapa bisa terjadi? Baru saja menutup kedua matanya, pintu kamarnya terbuka dan ditutup lagi lalu dikunci rapat.Belum sempat membuka kedua matanya, mulutnya sudah dibungkam dengan bibir hangat yang rasanya sama seperti tadi. Kali ini bibir itu lebih berhasrat dan begitu liar memainkan lidahnya.Bukan hanya ciuman dibibir saja, Andi juga menciumi seluruh leher dan turun ke bawah hingga bagian belahan dad4 Imel yang terbuka.Tai tank top itu diturunkan ke bagian lengan. Andi seperti







![Malam Itu, Bos! [Hasrat Yang Tak Terpadamkan]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)