Share

INGIN TAHU

Author: Beelovers
last update Last Updated: 2025-10-15 05:05:34

Andi memutar balik mobilnya di depan jalan. Ia tidak pergi ke rumah teman atau siapa pun juga. Tadi, ia hanya beralasan saja agar Wina dan Lusi, kakaknya tidak banyak tanya.

Andi membelokkan mobilnya ke asalah satu apartemen mewah di pusat kota. Ia mendatangi pemilik apartemen dan mulai bertanya tentang unit yang ada di apartemen ini.

Ia melihat brosur dan mulai memilih unit kamar mana yang ingin ia beli.

"Mau lihat -lihat dulu? Biar tahu tempatnya seperti apa?" ucap sang pemilik yang hanya di balas anggukan kecil oleh Andi.

Ia tidak perlu melakukan itu. Cukup membaca dan memahami seperti apa fasilitas unit kamar apartemen itu, rasanya sudah cukup.

"Saya ambil satu unit kamar apartemen di lantai yang viewnya paling bagus," jelas Andi dengan senyum lebar.

"Siap Pak. Bapak mau dirapikan untuk kapan?" tanya pemilik itu pada Andi.

"Hari ini bisa? Saya akan bayar lunas dan saya minta nama pemiliknya di ubah menjadi nama gadis ini," titah Andi sambil menyodorkan kertas kepada sang pemilik apartemen.

Pemilik apartemen itu menerima dan langsung memberikan kertas itu kepada asistennya untuk mengurus unit kamar yang telah di pilih Andi.

***

Mobil Andi sudah berada di Kampus lagi. Ia menunggu di parkiran depan samping taman yang ada di halaman Kampus.

Sejak tadi, ponselnya terus berdering. Wina terus menerus meneleponnya, tetapi Andi mengabaikannya.

TING

Satu pesan singkat masuk ke ponselnya setelah notifikasi dering telepon itu berhenti. Masih dari nama yang sama, yaitu Wina, istrinya.

"Mas ... Papa kamu datang. Beliau ingin segera mengadakan pesta pernikahan untuk kita."

Andi membaca sekilas dan mengetikkan jawabannya, "Atur aja. Buat sesuai wedding dream kamu selama ini."

"Oke." Jawaban Wina begitu padat, singkat dan sangat jelas.

Andi mematikan ponselnya dan menatap ke arah depan Kampus, tepat di bagian keluar masuk lobi.

Sesekali ia menatap ke arah jam tangannya dan kini jarum jam sudah mengarah tepat pukul dua belas siang. Setidaknya, ia bisa mengajak makan siang Imel, jika Imel memiliki jadwal kuliah lanjutan.

Beberapa mahasiwa dan mahasiswi mulai banyak yang keluar dari pintu lobi Kampus itu. Netranya terus mengekor mencari gadis yang memang sedang ia tunggu.

Tak sebrselang lama, Imel keluar dari pintu lobi itu bersama seorang perempuan cantik dan dibelakangnya seorang laki -laki yang sdeang menjelaskan sesuatu hal dan membuat wajah Imel nampak tak suka.

Andi keluar dari mobil dan berjalan ke arah teras Kampus. Ia memanggil Imel dan tersenyum lebar pada Imel.

"Imelda ..." panggilnya dengan keras membuat Imel pun langsung menoleh ke arah Andi.

Begitu juga dnegan Rosa, sahabatnya yang menatap Andi dengan raut bingung. Rosa menyikut pelan Imelda dan berbisik, "Siapa Mel?"

"Hmmm ... Om gue," jawab Imel singkat.

"What? Om lo? Ganteng banget sumpah. Gak keliatan kalau udah om -om. Liat aja, gayanya, masih modis dan maskulin banget," ucap Rosa kagum.

Ivan yang sejak tadi mengejar Imelda pun berdiri di belakang Imelda dan menatap Andi yang sedang berjalan ke arah Imelda.

"Om? Ngapain kesini?" tanya Imelda polos.

"Jemput kamu," jawab Andi denagn suara tenang.

"Ta -tapi, Imel masih ada kelas nanti jam dua siang," ucap Imelda lagi.

"Saya cuma mau ajak kamu makan aja. Saya kan baru datang kesini, jadi mau nyobain makanan -makanan viral kata anak muda. Bisa antar om?" tanya Andi lagi.

Imelda belum menjawab, ia menoleh ke arah Rosa. Kedua sahabat itu sudah berjanji akan makan siang bersama di warung soto belakang kampus. Maklum, Rosa hanya anak kos yang tidak memiliki uang lebih untuk baiya makan. Terkadang, Rosa sering ikut menginap di rumah Imelda biar bisa makan gratis di akhir bulan. Ini hanay berlaku bila uang kiriman dari orang taunya terlambat masuk rekening.

"Ajak teman kamu juga boleh, kita cuma makan siang. Om yang traktir," jelas Andi dengan senyum merekah. Andi tahu persis, apa yang menjadi beban pikiran Imleda.

Imelda langsung mengangguk tersenyum, "Ayo Ros. Makan siang gratis, kapan lagi."

"Eh ... Ntar ganggu lagi," ucap Rosa spontan.

"Hah? Ganggu gimana? Om Andi ini, adiknya Bunda. Mana ada ganggu? Om Andi baru datang dari Jerman semalam," jelas Imelda.

"Oh gitu ..." jawab Rosa sambil mencuri pandang ke arah Om Andi.

Rosa menaksir usia Om Andi ini masih sangat muda sekali, kemungkinan baru berusia awal kepala tiga. Lihat saja, masih gagah, tampan, kekar, dan tangannay sedikit berotot.

"Heh! Malah bengong. Ayo," ajak Imelda lagi.

"Itu temannya gak sekalian?" tanya Andi pada Imel.

Andi menunjuk ke arah Ivan yang berdiri di belakang Imel. Imel menoleh ke belakang dan tersenyum sinis kepada Ivan, "Dia bukan teman, Om."

"Oh ..." jawab Andi tanpa bertanya -tanya lagi.

Andi segera mengajak Imelda dan Rosa ke mobilnya dan bertanya makanan yang enak di sini apa.

"Gimana kalau ke Kafe Vanza?" ucap Imel yang sudah duduk di kursi depan samping Andi.

Imelda melirik ke arah Rosa di belakang yang mengangguk setuju dengan sneyum merekah. Ke Kafe Vanza adalah keinginan besar kedua sahabat itu sejak sebulan yang lalu saat Kafe itu sedang launching. Sayangnya, Rosa selalu tak memiliki cukup uang untuk makan disana. Setiap kali di ajak Imel, Rosa menolak karena ia tak mau merepotkan Imel. Dan sekarang, mereka sedang beruntung, mumpung ada yang mau traktir. Katanya, harga -harga makanan di Kafe Vanza agak seidkit mahal, memang bukan buat kalangan mahasiswa.

***

Kakek Yoga dan Nenek Estu sudah berada di rumah Lusi. Mereka sedang membicarakan acara pesta pernikahan yang akan mereka buat di sini.

"Jadi kalian sudah menikah? Tepatnya kapan?" tanya Kakek Yoga begitu detil.

Ia baru bertemu Wina hari ini. Pernikahan Wina dan Andi dilaksanakan di Jerman. Tidak ada satu pun keluarga Andi yang datang.

"Satu bulan yang lalu, Pa," jawab Wina singkat tanpa basa basi.

"Andi itu, lelaki yang sulit ditebak. Saya, Papanya pun tidak pernah tahu, maksudnya, tujuannya dan cita- citanya. Papa merasa ada sesuatu hal yang disembunyikan oleh Andi selama ini. Dia di Jerman bekerja sebagai apa, juga Papa gak tahu," jelas Kakek Yoga mulai kesal pada putranya itu.

Wina tersenyum dan mengangguk paham, bagaimana kesalnay Kakek Yoga terhadap anak bungsunya itu.

"Mas Andi, orang yang baik. Dia pekerja keras dan gemar menolong," jawab Wina tulus.

"Kamu sangat mencintainya?" tanya Kakek Yoga lagi menatap dua bola mata Wina dan mencari kejujuran disana.

Wina mengangguk dan tersenyum, "Sangat."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   Sebuah Misteri

    Kakek Yoga menghela napas panjang. Matanya menatap lurus ke arah Wina dengan raut serius."Papa hanya ingin memastikan kamu tahu apa yang kamu pilih, Wina. Andi itu bukan lelaki yang mudah ditebak. Dari dulu, dia selalu menyimpan sesuatu di balik sikap tenangnya. Bahkan pada kami, keluarganya sendiri."Wina menelan ludah, menahan gugup. "Saya tahu, Pa. Tapi selama saya bersamanya, dia selalu memperlakukan saya dengan baik. Dia lembut, perhatian, dan … tidak pernah membentak."Kalimat terakhirnya keluar lirih, nyaris tak terdengar.Nenek Estu yang sedari tadi diam, kini angkat bicara dengan nada lembut namun menusuk, "Kadang, anak yang paling tenang justru yang paling banyak menyimpan luka, Nak Wina. Semoga kamu siap kalau suatu hari, luka itu ikut kamu rasakan."Wina menunduk. Ada sesuatu di dad4nya yang terasa berat. Ia mencoba tersenyum, meski getar kecil di ujung bibirnya sulit disembunyikan.***Sementara itu, Andi sudah sampai di Kafe Vanza bersama Imel dan Rosa.Kafe itu tampak

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   INGIN TAHU

    Andi memutar balik mobilnya di depan jalan. Ia tidak pergi ke rumah teman atau siapa pun juga. Tadi, ia hanya beralasan saja agar Wina dan Lusi, kakaknya tidak banyak tanya.Andi membelokkan mobilnya ke asalah satu apartemen mewah di pusat kota. Ia mendatangi pemilik apartemen dan mulai bertanya tentang unit yang ada di apartemen ini.Ia melihat brosur dan mulai memilih unit kamar mana yang ingin ia beli."Mau lihat -lihat dulu? Biar tahu tempatnya seperti apa?" ucap sang pemilik yang hanya di balas anggukan kecil oleh Andi.Ia tidak perlu melakukan itu. Cukup membaca dan memahami seperti apa fasilitas unit kamar apartemen itu, rasanya sudah cukup."Saya ambil satu unit kamar apartemen di lantai yang viewnya paling bagus," jelas Andi dengan senyum lebar."Siap Pak. Bapak mau dirapikan untuk kapan?" tanya pemilik itu pada Andi."Hari ini bisa? Saya akan bayar lunas dan saya minta nama pemiliknya di ubah menjadi nama gadis ini," titah Andi sambil menyodorkan kertas kepada sang pemilik a

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   KEKASIH GELAP IVAN

    Andi mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Imel barusan."Ya, Aku dan Wina menikah secara kontrak," jelas Andi menggantung."Kok bisa?" ucap Imel lagi begitu penasaran.Andi melirik ke arah Imel. Tangannya langsung menggenggam tangan Imel dengan erat. Imel tidak berontak dan bahkan ia malah nyaman dengan genggaman tangan Andi.Andi mencium punggung tangan Imel dengan lembut."Intinya aku mencintaikamu. Soal aku dan Wina, biar aku selesaikan sendiri," jelas Andi meyakinkan Imel.Imel menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya pelan."Om ... Jangan main- main soal ini. Kalau Bunda tahu, bisa habis kita. Lebih baik, kita sudahi saja dan tidak usah dilanjutkan lagi," jelas Imel terbata.Andi menghentikan mobilnya perlahan. Mobil itu berhenti dipinggir jalan. Andi menatap Imel dengan lekat. "Mel ... Aku jauh -jauh dari luar negeri dan pulang hanya untuk ketemu kamu dan memiliki kamu. Kejadian semalam memang sudah aku rencanakan. Ternyata aku tidak salah memilih kamu yang masi

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   MULAI POSESIF

    Semuanya menoleh ke arah Imel termasuk Wina dan Andi. Andi menatap keponakannya dengan senyum tipis yang sama seklai tidak terlihat. Lelaki itu sangat pandai menyembunyikan perasaannya sejak dahulu."Kamu kenapa Mel?" tanya Lusi pada Imel. Wajah Imel nampak terlihat berbeda dan sedikit pucat.Imel menggelengkan kepalanya pelan."Kenapa? Imel baik -baik saja, kok," jelas Imel pada Lusi. Imel berusaha menampilkan senyumnya yang paling manis kepada Lusi.Imel duduk di salah satu kursi tepat di samping Andi. Itu adalah kursi favoritnya. Segelas susu putih buatan Lusi juga sudah ada di meja."Minm susunya alu sarapan. Kamu hari ini kuliah sampai sore kan?" ucap Lusi pada Imel."Hu um ..." jawab Imel sambil meneguk susu hingga habis setengah gelas. Andi melirik ke arah Imel lalu mengambil tisu kering dan mengelap sisa susu yang masih menempel disudut bibir atas Imel dengan lembut.Imel begitu kaget tetapi ia memilih diam. Imel mencari ativitas lain dnegan menambil roti untuk menghilangkan

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   MENYIMPAN RAHASIA

    Seusai makan mie instant, Imel kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena lapar. Isi kepalanya kini hanaya ada Om Andi. Lelaki yang sudah berumur namun begitu matang itu begitu hebat menguasai pikirannya.Tubuhnya kekar, berotot. Sangat tampan dan begitu enak dipandang. Apalagi bibir Om Andi. Kenapa begitu candu? Ah ... Aku harus melupakan lelaki itu. Dia adalah Om -ku sendiri, dan sudah memiliki istri.Kedua mata Imel tertutup perlahan. Ia harus melupakan kejadian gila tadi. Kenapa bisa terjadi? Baru saja menutup kedua matanya, pintu kamarnya terbuka dan ditutup lagi lalu dikunci rapat.Belum sempat membuka kedua matanya, mulutnya sudah dibungkam dengan bibir hangat yang rasanya sama seperti tadi. Kali ini bibir itu lebih berhasrat dan begitu liar memainkan lidahnya.Bukan hanya ciuman dibibir saja, Andi juga menciumi seluruh leher dan turun ke bawah hingga bagian belahan dad4 Imel yang terbuka.Tai tank top itu diturunkan ke bagian lengan. Andi seperti

  • GADIS KESAYANGAN OM ANDI   UNTUNG AMAN

    Tatapan Om Andi itu sangat berbeda. Entah kenapa kedua mata itu terasa hangat dan membuat Imel meraa aman serta nyaman."Eum ... Om ... Imel bisa sendiri,"ucap Imel dengan cepat. Ia mengambil garpu yang dipegang Andi dengan cepat. Lalu memegangnya sendiri. "Biar aku suapi. Dulu, aku selalu menyuapimu seperti ini. Kamu pasti gak ingat ..." ucap Andi dengan suara berat namun terdengar cukup berarti.Imel menggelengkan kepalanya pelan dan membalas tatapan Om Andi yang begitu lekat."Gimana mau ingat. Itu kan waktu Imel masih kecil banget. Sudah pasti Imel gak mengingatnya," ucap Imel pada Om Andi.Imel benar -benar lupa. Tidak ada satu pun yang ia ingat momen kebersamaannya dulu bersama Om Andi, adik Bundanya.Wajah mereka begitu dekat. Andi semakin mendekati wajah imut Imel. Tatapannya semakin berbeda dan penuh damba.Semakin di dekati, Imel semakin gugup dan salah tingkah sendiri. Garpu yang dipegangnya juga terjatuh di mangkuk tanpa sadar.Bukannya berontak, Imel malah diam saja, se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status