Andi mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Imel barusan.
"Ya, Aku dan Wina menikah secara kontrak," jelas Andi menggantung. "Kok bisa?" ucap Imel lagi begitu penasaran. Andi melirik ke arah Imel. Tangannya langsung menggenggam tangan Imel dengan erat. Imel tidak berontak dan bahkan ia malah nyaman dengan genggaman tangan Andi. Andi mencium punggung tangan Imel dengan lembut. "Intinya aku mencintaikamu. Soal aku dan Wina, biar aku selesaikan sendiri," jelas Andi meyakinkan Imel. Imel menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya pelan. "Om ... Jangan main- main soal ini. Kalau Bunda tahu, bisa habis kita. Lebih baik, kita sudahi saja dan tidak usah dilanjutkan lagi," jelas Imel terbata. Andi menghentikan mobilnya perlahan. Mobil itu berhenti dipinggir jalan. Andi menatap Imel dengan lekat. "Mel ... Aku jauh -jauh dari luar negeri dan pulang hanya untuk ketemu kamu dan memiliki kamu. Kejadian semalam memang sudah aku rencanakan. Ternyata aku tidak salah memilih kamu yang masih perawan," jelas Andi. Imel terdiam. Lagi -lagi hatinya bimbang. Rasa cinta untuk Om Andi belum ada, tapi kejadian semalam menyadarkan Imel bahwa mahkotanya telah hilang. Imel menggigit bibir bawahnya dengan keras. Wajah Andi mendekati Imel. Satu kecupan manis di bibir Imel membuat Imel semakin tak bisa berkutik. Kenapa aktivitas ini semakin membuatnya candu dan candu lagi. Bagian bawahnya memang masih terasa perih tapi ada rasa menuntut yang ingin diulang lagi. Andi memegang dagu Imel dan mencium bibir Imel kembali dan kali ini lebih sedikit bernafsu. Cup ... "Mmmhh ... Om ... Nanti Imel telat," ucap Imel dengan suara pelan. Andi mengangguk kecil dan mengambil kesempatan mencium bibir Imel kembali. Ia terlalu gemas dengan Imel. Baginya Imel adalah candu. Andi merapikan duduknya dan kembali menyetir mobilnya menuju Kampus Garuda. "Kamu pulang jam berapa?" tanya Andi serius. "Memangnya kenapa?" tanya Imel balik. Andi melirik dan menjawil dagu Imel. "Aku ini pacar kamu. Aku berhak tahu, kamu kuliah berapa mata kuliah, masuk jam berapa dan pulang jam berapa? Kalau bisa, au juga harus tahu, siapa teman -teman kamu dan siapa lelaki yang sedang mendekatimu, seperti yang Mbak Lusi bilang," jelas Andi lagi. "Om ... Kayaknya Om mending fokus sama Tante Wina aja. Anggap saja, kejadian semalam tidak pernah ada. Imel gak mau masuk dalam lingkaran rasa bersalah karena memiliki hubungan spesial dengan Om sendiri," jelas Imel dengan tegas. Andi memilih diam dan sama sekali tidak menjawab apa yang diminta Imel. Tak lama, mobil Andi sudah masuk ke dalam halaman Kampus dan mobil itu berhenti tepat di dekat teras lobi Kampus. "Makasih Om ..." ucap Imel singkat. "Mel ..." panggil Andi tanpa mau membuka kunci mobil agar Imel tetap berada di dalam mobil. "Apalagi si Om?" ucap Imel mulai kesal. "Ini buat kamu." Andi memberikan beberapa lembaran uang merah untuk Imel. "Buat apa? Imel ada uang? Ini untuk pembayaran tadi malam? Om kira? Imel wanita apaan?" ucap Imel semakin kesal. "Bukan itu Mel. Kamu jangan salah paham. Kita sudah pacaran, kita sudah menjalin hubungan. Apapun kebutuhan kamu, aku akan penuhi," jelas Andi "Oke. Imel terima," jawab Imel singkat. Imel langsung turun dari mobil dan berjalan menuju lobi kampus. Ivan yang masuk dari arah samping dan melihat Imel langsung menghampiri dan merangkul sang kekasih. "Hai cantik ..." sapa Ivan mengecup pipi Imel. "Tumben ..." jawab Imel ketus. "Kenapa sih? Manyun aja? Disapa salaha, gak disapa, dibilang sombong," ucap Ivan merayu. Imel berhenti lalu menatap Ivan lekat. "Kamu itu serius sama aku, gak sih?" ucap Imel kesal. "Heii ... Kamu ini kenapa? Tiba -tiba aa nanya hal beginian?" ucap Ivan merasa aneh. "Memangnanya salah?" ucap IMel lagi. "Enggak slaah. Kita maish kuliah lho, Mel," ucap Ivan lagi. "Ya udah. Berarti kamu gak serius," tegas Imel terlihat marah. Imel pun langsung pergi meninggalkan Ivan berdiri membeku ditempatnya. "Imel ... Tunggu!" teriak Ivan mengejar Imel. Imel termasuk wanita tercantik di Kmapus. Gadis yang sulit ditaklukkan oleh lelaki mana pun. Hanya Ivan yang behasil menalukkannya. "Ngapain ngejar Imel. Mending kita putus aja," ucap Imel ketus. "Gak Mel! Aku ga mau kita putus. Aku syaang kamu, Mel. Aku cinta sama kamu," ucap Ivan serius. "Hmmmm ... Imel mau masuk kelas," ucap Imel cepat. Ia segera masuk ke dalam kelas. Ivan berdiri di depan kelas menatap Imel yang kemudian memilih tempat duduk di bagian depan. Ivan pun pergi dari sana. "Ivan ..." panggil Putri yang memanggil dilorong samping. Ivan menoleh ke arah Putri dan menghampiri gadis itu. Putri adalah teman satu angkatannya. "Ada apa?" ucap Ivan ketus. "Aku hamil, Van," ucap Putri memberikan alat test kehamilan yang menunjukkan garis dua. "Hamil?"ucap Ivan meragukan. "Iya hamil. Ini anak kamu, Van," ucap Putri keas. "Sstttt ... Kamu gila? Teriak -teriak di Kampus?" ucap Ivan tak terima. "Kenapa? Kamu mau? Jabatan kamu sebagai ketua mahasiswa taut diturunkan? Gitu? Kamu lebih takut sama teman -teman kamu? Daripada au adan nak kamu ini mati? Kalau kamu tidak mau tanggung jawab?" ucap Putri tegas. "Kamu yang mau waktu itu. Kamu yang bilang, gak akan hamil, karaena kamu sudah minumil anti hamil. Sekarang? Kamu minta aku tanggung jawab? Kamu kan tahu, aku sudah punya Imel. Dia pacar SAH aku," ucap Ivan dengan tegas. "Pacar SAH kamu, tapi gak pernah bisa membahagiakan pacarnya sampai harus cari kebahagiaan diluar? Itu yang kamu sebut pacar?" ucap Putri kesal karena Ivan lebih membela Imel. "Jaga mulut kamu. Gugurkan, nanti uangnya aku transfer," titah Ivan pada Putri. "Enggak! Aku gak mau menggugurkan anak ini. Aku cuma mau, kamu tanggung jawab! Atau aku bakal bilang Imel kalau kita sering melaukan itu? Pilih mana?" ancam Putri. "Kamu ancam aku?" ucap Ivan tak suka. "Karena kamu tidak bisa meninggalkan Imel!" ucap Putri semain kesal. "Karena aku cinta smaa dia!" jelas Ivan. Putri menampar Ivan dengan keras. Hatinya sangat kesal. Ia hanya meminta pertanggungjawaban.Andi mengangguk, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Imel barusan."Ya, Aku dan Wina menikah secara kontrak," jelas Andi menggantung."Kok bisa?" ucap Imel lagi begitu penasaran.Andi melirik ke arah Imel. Tangannya langsung menggenggam tangan Imel dengan erat. Imel tidak berontak dan bahkan ia malah nyaman dengan genggaman tangan Andi.Andi mencium punggung tangan Imel dengan lembut."Intinya aku mencintaikamu. Soal aku dan Wina, biar aku selesaikan sendiri," jelas Andi meyakinkan Imel.Imel menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya pelan."Om ... Jangan main- main soal ini. Kalau Bunda tahu, bisa habis kita. Lebih baik, kita sudahi saja dan tidak usah dilanjutkan lagi," jelas Imel terbata.Andi menghentikan mobilnya perlahan. Mobil itu berhenti dipinggir jalan. Andi menatap Imel dengan lekat. "Mel ... Aku jauh -jauh dari luar negeri dan pulang hanya untuk ketemu kamu dan memiliki kamu. Kejadian semalam memang sudah aku rencanakan. Ternyata aku tidak salah memilih kamu yang masi
Semuanya menoleh ke arah Imel termasuk Wina dan Andi. Andi menatap keponakannya dengan senyum tipis yang sama seklai tidak terlihat. Lelaki itu sangat pandai menyembunyikan perasaannya sejak dahulu."Kamu kenapa Mel?" tanya Lusi pada Imel. Wajah Imel nampak terlihat berbeda dan sedikit pucat.Imel menggelengkan kepalanya pelan."Kenapa? Imel baik -baik saja, kok," jelas Imel pada Lusi. Imel berusaha menampilkan senyumnya yang paling manis kepada Lusi.Imel duduk di salah satu kursi tepat di samping Andi. Itu adalah kursi favoritnya. Segelas susu putih buatan Lusi juga sudah ada di meja."Minm susunya alu sarapan. Kamu hari ini kuliah sampai sore kan?" ucap Lusi pada Imel."Hu um ..." jawab Imel sambil meneguk susu hingga habis setengah gelas. Andi melirik ke arah Imel lalu mengambil tisu kering dan mengelap sisa susu yang masih menempel disudut bibir atas Imel dengan lembut.Imel begitu kaget tetapi ia memilih diam. Imel mencari ativitas lain dnegan menambil roti untuk menghilangkan
Seusai makan mie instant, Imel kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena lapar. Isi kepalanya kini hanaya ada Om Andi. Lelaki yang sudah berumur namun begitu matang itu begitu hebat menguasai pikirannya.Tubuhnya kekar, berotot. Sangat tampan dan begitu enak dipandang. Apalagi bibir Om Andi. Kenapa begitu candu? Ah ... Aku harus melupakan lelaki itu. Dia adalah Om -ku sendiri, dan sudah memiliki istri.Kedua mata Imel tertutup perlahan. Ia harus melupakan kejadian gila tadi. Kenapa bisa terjadi? Baru saja menutup kedua matanya, pintu kamarnya terbuka dan ditutup lagi lalu dikunci rapat.Belum sempat membuka kedua matanya, mulutnya sudah dibungkam dengan bibir hangat yang rasanya sama seperti tadi. Kali ini bibir itu lebih berhasrat dan begitu liar memainkan lidahnya.Bukan hanya ciuman dibibir saja, Andi juga menciumi seluruh leher dan turun ke bawah hingga bagian belahan dad4 Imel yang terbuka.Tai tank top itu diturunkan ke bagian lengan. Andi seperti
Tatapan Om Andi itu sangat berbeda. Entah kenapa kedua mata itu terasa hangat dan membuat Imel meraa aman serta nyaman."Eum ... Om ... Imel bisa sendiri,"ucap Imel dengan cepat. Ia mengambil garpu yang dipegang Andi dengan cepat. Lalu memegangnya sendiri. "Biar aku suapi. Dulu, aku selalu menyuapimu seperti ini. Kamu pasti gak ingat ..." ucap Andi dengan suara berat namun terdengar cukup berarti.Imel menggelengkan kepalanya pelan dan membalas tatapan Om Andi yang begitu lekat."Gimana mau ingat. Itu kan waktu Imel masih kecil banget. Sudah pasti Imel gak mengingatnya," ucap Imel pada Om Andi.Imel benar -benar lupa. Tidak ada satu pun yang ia ingat momen kebersamaannya dulu bersama Om Andi, adik Bundanya.Wajah mereka begitu dekat. Andi semakin mendekati wajah imut Imel. Tatapannya semakin berbeda dan penuh damba.Semakin di dekati, Imel semakin gugup dan salah tingkah sendiri. Garpu yang dipegangnya juga terjatuh di mangkuk tanpa sadar.Bukannya berontak, Imel malah diam saja, se
Malam ini, Bunda Imel nampak sibuk sekali. Ia sejak siang hanya bergelut dengan alat -alat masak di dapur. Katanya, Kakek dan Nenek Imelda akan berkunjung ke rumah sederhana mereka ini karena Om Andi, adik Bunda Imel akan datang dari Jerman.Denger -denger cerita sih, Om Andi ini sudah menikah dengan perempuan Indonesia yang tinggal di Jerman juga. Dan, yang Imelda dengar, Om Andi ini sekarang menjadi super ganteng. Maklum, Imelda agak lupa dengan wajah Om Andi, kenangan yang masih bisa di Imelda itu adalah saat ia akan tenggelam di sebuah kolam saat berada di Kampng, dan Om Andi inilah yang menyelamatkannya.Ganteng? Lupa, sumpah, kaya apa wajahnya.Seharian ini, Imelda hanya duduk malas di sofa empuk yang ada di ruang tengah. Ia membuka bebeapa album foto keluarga dan mulai mengingat wajah Om Andi yang katanya ganteng dan baik itu.Kalau foto yang ada di album ini memang ganteng, tapi usia Om Andi saat itu masih dua puluh tahunan. Sedangkan sekarang usianya tiga puluh lima tahun."U