Share

Bab 6

Author: Adelia tpn
last update Last Updated: 2025-03-24 01:23:29

Setelah selesai mandi, Livia berjalan ke ruang makan dengan langkah ringan. Rambutnya yang masih sedikit basah menjuntai di punggung, dan wajahnya terlihat lebih segar setelah air hangat membasuh kantuknya.

Begitu sampai di ruang makan, matanya langsung berbinar melihat meja yang penuh dengan makanan. Ada roti panggang, telur, bacon, sosis, jus jeruk, dan berbagai menu sarapan mewah lainnya.

Dan tentu saja, di ujung meja duduk seorang pria dengan ekspresi dingin dan tajam Zayn Vanderbilt.

Livia mendengus dalam hati.

Kenapa pria ini selalu terlihat seperti ingin membunuh seseorang?

Tapi ah, itu bukan urusannya.

Yang lebih penting sekarang adalah makan!

Dengan semangat, Livia duduk di kursi di seberang Zayn dan mengambil piringnya sendiri. Matanya berbinar melihat makanan yang tampak lezat di depannya.

Tapi saat ia hendak meraih sendok, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu yang aneh.

Atau lebih tepatnya… tidak menangkap sesuatu.

Livia mengerutkan kening dan mulai mencari-cari ke sekeliling meja.

Keningnya semakin berkerut.

Lalu, tanpa aba-aba, ia langsung menoleh ke arah Zayn dengan wajah sangat shock.

"Mana coklat panasnya?!" serunya dengan nada putus asa.

Zayn, yang sedang menyesap kopinya, nyaris tersedak mendengar suara lengkingan Livia yang tiba-tiba itu.

Ia meletakkan cangkirnya dengan kasar, menatap Livia seolah gadis itu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat absurd.

"Coklat panas?" ulang Zayn datar.

Livia mengangguk cepat, matanya mulai berkaca-kaca. "Iya! Biasanya Mama selalu menyiapkan coklat panas untukku di pagi hari. Itu tradisi! Kalau aku tidak minum coklat panas, aku tidak bisa menjalani hariku dengan baik!"

Zayn menghela napas dalam. "Di rumah ini, orang minum kopi atau teh, bukan coklat panas."

Livia menatapnya dengan horor.

"Jadi… tidak ada coklat panas di rumah ini?" suaranya bergetar, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan bonekanya.

"Ya," jawab Zayn santai.

Sejenak, ruangan menjadi sunyi.

Lalu tiba-tiba…

"HIKS!"

Zayn menegang.

Ditatapnya Livia dengan ekspresi ngeri ketika gadis itu mulai menangis dengan dramatis.

"Aku tidak bisa hidup tanpa coklat panas!" isaknya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Zayn menutup matanya sejenak, mencoba mengumpulkan kesabaran yang mulai menipis.

Astaga.

Kenapa dia merasa seperti sedang mengurus anak kecil berumur lima tahun?

"Ini hanya coklat panas. Tidak perlu berlebihan," katanya sambil menggosok pelipisnya.

Livia langsung menatapnya tajam, air mata masih menggantung di sudut matanya. "TIDAK ADA YANG NAMANYA HANYA COKLAT PANAS!" serunya dengan penuh perasaan.

Zayn hampir melempar sendoknya.

Ya Tuhan, kenapa perempuan ini begitu drama?

Ia bisa menangani ratusan karyawan, bisa menghadapi negosiasi bisnis yang menegangkan, bahkan bisa memecat seseorang tanpa berkedip.

Tapi menghadapi Livia Everleigh?

Otaknya mulai meledak.

Ia menghela napas dalam-dalam dan akhirnya menekan bel kecil di samping meja.

Tak lama kemudian, seorang pelayan masuk.

"Siapkan coklat panas," perintah Zayn dengan nada yang sudah jelas lelah.

Livia langsung berhenti menangis dan menatapnya dengan mata berbinar.

"Beneran?! Aku dapat coklat panas?!"

Zayn hanya mengangguk malas.

Livia langsung bertepuk tangan. "YAAY! CEO KEJAM TAPI BAIK HATI!"

Zayn hampir membalik meja.

Hari ini benar-benar pagi yang melelahkan.

*********

Livia duduk dengan tenang atau lebih tepatnya, menunggu dengan tidak sabar sementara pelayan bergegas menyiapkan coklat panas untuknya. Tangannya menepuk-nepuk meja dengan ritme acak, matanya berbinar penuh antisipasi seperti anak kecil yang menunggu hadiah ulang tahun.

Sementara itu, Zayn hanya bisa menghela napas.

Ia menyesap kopinya lagi, mencoba meredakan pusing di kepalanya. Kenapa wanita ini begitu merepotkan?

Seharusnya sekarang dia sudah membaca laporan bisnis atau menghadiri meeting penting. Tapi apa yang dia lakukan?

Memastikan seorang gadis manja mendapatkan coklat panasnya.

Fantastis.

Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa secangkir coklat panas yang mengepul harum, lalu meletakkannya tepat di depan Livia.

"YAAY!"

Tanpa pikir panjang, Livia langsung meraih cangkir itu dengan kedua tangannya dan menutup matanya dengan ekspresi bahagia.

"Coklat panas yang manis… aku rindu padamu…" bisiknya dramatis seolah sedang bertemu dengan kekasih yang lama hilang.

Zayn menatapnya dengan ekspresi tidak percaya.

Gadis ini serius berbicara dengan minuman?

Livia akhirnya meniup coklat panasnya pelan sebelum menyeruputnya. Begitu rasa coklat yang kaya dan manis menyentuh lidahnya, matanya otomatis terpejam, dan ia menghela napas puas.

"Aaaahhh… hidupku kembali sempurna!"

Zayn benar-benar ingin membalik meja saat itu juga.

Ia tidak pernah membayangkan dirinya berada dalam situasi absurd seperti ini. CEO berkuasa seperti dirinya, duduk di meja makan bersama seorang gadis yang hampir menangis hanya karena tidak mendapatkan coklat panasnya.

"Apa kamu selalu seperti ini?" tanya Zayn akhirnya, suaranya mengandung nada frustrasi yang jelas.

Livia menatapnya dengan polos, bibirnya masih menempel di pinggiran cangkir. "Seperti apa?"

"Seperti anak kecil," jawabnya tajam.

Livia memiringkan kepalanya, lalu tersenyum cerah. "Oh, kalau itu, jawabannya iya!"

Zayn menutup matanya sejenak. Astaga.

"Aku selalu hidup seperti ini. Mama selalu memanjakanku, dan di rumah, aku bisa melakukan apa pun yang aku mau!" lanjut Livia riang, sama sekali tidak peka dengan betapa stresnya pria di depannya.

"Tapi sekarang kamu tidak di rumah," ujar Zayn datar.

Livia berhenti sejenak, lalu melirik ke sekeliling ruangan.

Ia mengerutkan kening.

"Oh iya…" gumamnya pelan, seolah baru benar-benar sadar.

Zayn menatapnya tajam. "Kamu di rumahku sekarang, dan semua aturan di sini aku yang buat."

Livia kembali menyeruput coklat panasnya dengan ekspresi malas. "Hmm… baiklah, baiklah. Selama ada coklat panas, aku tidak keberatan."

Zayn menatap gadis itu dalam diam, lalu mengusap wajahnya dengan frustrasi.

Ya Tuhan.

Ini akan menjadi waktu yang sangat panjang.

**********

Setelah selesai sarapan, Zayn langsung berdiri dari kursinya, merapikan dasi dengan gerakan cepat dan tegas. Jasnya sudah sempurna melekat di tubuhnya, siap untuk menghadapi dunia bisnis yang penuh intrik. Ia menatap jam tangannya sekilas. Lima menit lagi supirnya akan tiba.

Hari ini akan ada rapat penting, dan ia tidak mau terlambat.

Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh dari ruang makan.

"Tunggu dulu!"

Zayn menghentikan langkahnya dengan enggan. Suara nyaring itu lagi.

Ia menoleh dan mendapati Livia berlari kecil ke arahnya, ekspresinya penuh tekad. Gadis itu masih memakai piyama berbahan satin dengan gambar kelinci yang tidak sesuai dengan kemewahan rumah ini.

Ia mengangkat satu alis. "Apa lagi?"

Livia berhenti tepat di depannya, menatapnya dengan ekspresi serius sesuatu yang tidak cocok dengan wajahnya yang terlalu polos.

"Aku mau handphone-ku," katanya tegas.

Zayn menatapnya datar. "Tidak."

"Ayolah!" Livia memajukan bibirnya, memasang ekspresi memohon. "Aku hanya mau mengabari Mama kalau aku baik-baik saja. Kalau tidak, nanti Mama tetap panik!"

Zayn tetap tidak tergerak. "Kalau Eleanor ingin tahu kabarmu, dia bisa menghubungi ayahmu."

"Tapi aku yang harus kasih tahu sendiri! Aku kan anaknya!"

Zayn menghela napas dalam. Gadis ini benar-benar tidak mau mengalah, ya?

Setelah beberapa detik berpikir, akhirnya ia merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya sendiri, lalu menyodorkannya pada Livia.

"Gunakan ponsel saya."

Livia langsung menyipitkan mata, penuh kecurigaan.

Ia melirik ponsel itu, lalu menatap Zayn kembali.

"Apa ini jebakan?" tanyanya pelan, seolah takut disentuhnya ponsel itu bisa membuatnya meledak.

Zayn memutar bola matanya. "Tentu saja tidak."

"Tapi…" Livia mengerucutkan bibirnya. "Ponselmu kan tidak punya nomor Mama?"

Zayn terdiam.

Oke.

Gadis ini memang benar-benar… bodoh.

Zayn menatapnya lama. "Kamu bisa mengetik nomor ibumu sendiri."

Livia berkedip. "Oh… Iya juga, ya?"

Ia menerima ponsel itu dengan wajah polos, lalu mulai membuka daftar kontak. Namun, saat ia melihat daftar nama di dalamnya, ekspresinya berubah sangat kaget.

Mata bulatnya membesar, mulutnya sedikit menganga.

"Astaga…"

Zayn mengerutkan kening. "Apa lagi?"

Livia menatapnya dengan ekspresi horror. "Kontakmu isinya nama-nama mengerikan!"

Zayn terdiam.

Ia berjalan mendekat, mengintip ponselnya sendiri. Dan… oke, Livia tidak sepenuhnya salah.

Nama-nama di kontaknya sebagian besar memang tampak mengintimidasi:

David – Rekan Bisnis

Pengacara Logan

Asisten Pribadi

Direktur Keuangan

Ketua Dewan Pemegang Saham

Pemimpin Mafia New York

…Oke, yang terakhir mungkin memang terdengar terlalu mencurigakan.

Livia menatapnya dengan ekspresi shock.

"Aku merasa seperti masuk ke dunia yang penuh rahasia gelap," gumamnya pelan. "Ini kayak di film action yang banyak konspirasi… Kamu ini sebenarnya siapa?"

Zayn mendesah panjang. "Aku CEO, bukan agen rahasia."

"Tapi… kamu punya kontak pemimpin mafia!" bisik Livia dramatis.

Zayn benar-benar ingin membenturkan kepalanya ke dinding.

"Mau menelepon ibumu atau tidak?" tanyanya tajam.

Livia langsung tersenyum cerah. "Mau… Mau…"

Ia segera mengetik nomor Eleanor dengan cepat dan menempelkan ponsel ke telinganya.

Sementara itu, Zayn menatap gadis itu dengan tak percaya.

Hidupnya baru sehari bersama Livia, tapi rasanya sudah kehilangan sepuluh tahun kesabaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 97

    Mobil hitam mewah itu akhirnya memasuki kawasan perumahan elit tempat tinggal Zayn. Setelah seharian menghabiskan waktu di pantai, senyap perlahan mengambil alih kabin mobil. Finnian yang semula ramai dan penuh celoteh kini tertidur pulas di pangkuan Serenity, dengan pipi merah merona karena terbakar matahari dan jemari mungilnya masih menggenggam ember kecil berisi kerang hasil tangkapannya.Livia duduk tenang di sebelah Zayn. Tidak banyak bicara, tapi dari raut wajahnya terpancar kepuasan dan ketenangan. Angin pantai masih terasa seolah membuntuti mereka, dan aroma laut entah mengapa masih menempel lembut di kulitnya.Zayn menoleh sekilas. Ia melihat Livia sedang menyandarkan kepala ke jendela, tersenyum kecil. “Kamu kelihatan puas banget,” gumamnya sambil menurunkan sedikit kaca jendela agar udara segar masuk.Livia menoleh, mengangguk pelan. “Hari ini kayak mimpi… kayak dunia itu cuma ada aku, kamu, Finnian, dan Serenity.”“Jangan lupa, Aisha juga sempat muncul seperti film horor,

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 96

    Pagi merekah perlahan, menyusup masuk lewat celah tirai resort yang sedikit terbuka. Sinar matahari menyentuh lembut kulit Livia yang masih terlelap, membentuk pola cahaya hangat di pipinya yang merona. Di luar, ombak menyapa pasir pantai dengan suara tenang, seolah ikut menjaga tidur nyenyaknya.Zayn sudah lebih dulu bangun. Ia duduk bersandar di tepi ranjang, mengenakan jubah handuk yang menggantung santai di tubuhnya. Rambutnya masih sedikit basah, dan secangkir kopi hangat mengepul di tangan. Tatapannya tertuju pada Livia yang masih meringkuk seperti anak kucing dalam selimut, bibirnya sedikit terbuka, sesekali bergumam tak jelas dalam tidur.Senyum kecil mengembang di bibir Zayn. Entah sejak kapan gadis polos ini menjadi pusat gravitasi dalam hidupnya. Yang jelas, pagi itu terasa berbeda. Lebih ringan. Lebih hidup. Lebih... berarti.Perlahan, ia membungkuk dan menyibakkan sedikit anak rambut yang menutupi wajah Livia. “Bangun, sleepyhead,” bisiknya lembut di telinga gadis itu.Li

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 95

    Malam menggulung langit dalam gelap yang pekat, hanya dihiasi bintang-bintang kecil yang bertaburan bagai serpihan kristal. Suara ombak masih terdengar dari kejauhan, namun kini terdengar lebih lembut seolah ikut meredakan badai di dada Livia dan Zayn. Mereka memasuki kamar resort yang hangat. Livia masih menggenggam tangan Zayn, namun langkahnya lambat, seolah masih ragu apakah suasana damai ini akan bertahan lama. Zayn tahu itu. Ia bisa merasakannya lewat sentuhan jari Livia yang gemetar halus, seolah masih menimbang apakah ia benar-benar aman bersandar padanya malam ini. Zayn menutup pintu perlahan, kemudian membimbing Livia duduk di tepi ranjang yang empuk. Lampu kamar redup, menciptakan bayangan lembut di dinding. Angin laut masih menyelinap masuk lewat jendela balkon yang sedikit terbuka, membawa aroma asin yang khas, bercampur dengan harum tubuh Livia yang baru mandi. “Aku mau kamu tidur nyenyak malam ini,” ucap Zayn, duduk di sebelah Livia dan menyentuh pelipis gadis itu

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 94

    Senja di pantai telah berlalu. Langit mulai menggelap, dihiasi semburat jingga terakhir yang tergurat di cakrawala. Suara ombak terdengar lebih dalam, bergulung perlahan seolah bernyanyi pelan menyambut malam. Aroma garam dan pasir masih melekat di udara, menyatu dengan suara kicauan jangkrik yang mulai mengambil alih tugas burung-burung siang. duduk sendirian di balkon kamar resort yang menghadap langsung ke laut. Kakinya dilipat di kursi rotan panjang, dengan handuk yang masih tersampir di bahunya. Angin malam membelai rambutnya yang belum sepenuhnya kering, membuat helaian-helaian lembut itu berterbangan membingkai wajahnya yang murung.Pikirannya melayang entah ke mana. Tadi siang terlalu aneh. Kedatangan Aisha yang tiba-tiba, raut wajah Zayn yang terlihat tajam sesaat setelah itu, dan… pertengkaran kecil dengan Serenity di dapur barusan tentang kenapa Livia masih terus bersikap terlalu "baik" pada orang seperti Aisha.Tapi bukan itu yang paling menghantuinya.Yang membuat hatiny

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 93

    Mentari pagi menyapa dengan sinar keemasan yang hangat, memantul lembut di sela tirai kamar Livia dan Zayn. Angin berembus pelan dari jendela yang sengaja dibuka setengah, membawa aroma laut yang samar-samar mulai terasa sejak malam sebelumnya. Hari ini bukan hari kerja, bukan pula hari kuliah. Hari ini adalah hari yang Livia tunggu-tunggu dengan hati berdebar dan wajah berseri—hari Minggu, hari libur yang telah dijanjikan oleh Zayn sejak pertengkaran terakhir mereka.Liburan kecil ini seperti penawar luka, cara Zayn menebus luka-luka kecil yang mungkin belum sembuh sepenuhnya di hati Livia. Dan gadis itu dengan pakaian pantai yang sudah ia siapkan sejak dua hari lalu, lengkap dengan topi bundar lebar dan sunblock yang dibelinya secara impulsif karena "biar mirip cewek-cewek drama Korea" bangun lebih pagi dari biasanya, penuh semangat dan… berisik, seperti biasa."Zayn! Bangun! Kita bisa kena macet kalau telat!" teriak Livia sambil mengguncang-guncang tubuh pria itu yang masih berseli

  • GADIS POLOS MILIK CEO KEJAM   Bab 92

    Cahaya lampu tidur yang temaram membuat bayangan wajah Zayn dan Livia membaur di dalam keheningan kamar. Livia menatap lelaki di hadapannya itu dengan sorot mata yang masih menyimpan luka, namun juga penuh keraguan dan harapan. Sementara Zayn, duduk di tepi ranjang seolah menahan jarak agar tak semakin menyakiti gadis yang telah diam-diam mencuri tempat dalam hidupnya."Aku gak ngerti, Zayn…" suara Livia pecah, pelan, nyaris seperti bisikan, namun penuh tekanan batin. "Kadang kamu manis banget, perhatian kayak yang benar-benar peduli… tapi tiba-tiba kamu bisa berubah jadi orang asing yang dingin banget. Aku gak ngerti harus gimana."Zayn terdiam, tak langsung menjawab. Ia menatap jemarinya sendiri, lalu dengan pelan mengusap wajahnya, seakan mencoba menghapus topeng keras yang biasa ia kenakan.“Aku… bukan orang baik, Liv,” katanya akhirnya. “Duniaku bukan tempat yang layak buat seseorang sepertimu. Bahkan kadang aku sendiri takut… takut kamu suatu hari sadar dan pergi…”Livia mendeng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status