“Galahan Erlang!”
Galahan tersenyum lebar, laki-laki dengan tubuh bugar di usia ke lima puluh tiga tahun itu merentangkan tangan. Galahan menyambut salah satu rekan bisnisnya dengan senyum lebar.
“Brama! Hahahaha bagaimana Puhuket Island?”
“Luar biasa, aku tidak akan pergi kesana jika bukan karena kamu.”
Galahan tersenyum, “Teman ku Brama, kamu bisa pergi kemanapun jika kerjasama di antara kita lancar. Pegang omongan ku, hahaha.”
“Tentu teman, tentu saja. Kamu tidak perlu khawatir Galahan, proyek kali ini pun pasti akan sukses besar.”
Galahan menepuk bahu Brama dengan senang, “Selamat menikmati pestanya Brama, aku masih harus berkeliling.” Galahan menundukan kepala dan berbisik di telinga temannya, “Kamu tau harus kemana jika perlu hiburan tambahan, hahaha.”
Brama ikut tertawa lebar, laki-laki itu mengangguk sebelum berjalan menaiki tangga menuju lanta
Galahan menyeret Alisha dengan kasar ke lantai dua, laki-laki paruh baya itu lebih dulu memastikan tidak ada seorangpun yang melihatnya membawa Alisha ke ruang kerjanya sebelum menutup pintu dengan bantingan keras.“Apa-apaan ini Alisha?!” desis Galahan dengan murka, “Berminggu-minggu papa mencari kamu, dan sekarang kamu muncul bersama bajingan itu!”“Bajingan itu kemungkinan akan menjadi menantu bapak.”Galahan mengusap wajah frustasi, “Kamu sama sekali tidak mengenal siapa Arjuna Adhiyaksa, Alisha. Laki-laki itu gemar mengoleksi wanita di mansionnya!” geram Galahan dengan gemas, “Enggak akan ada masa depan untuk hubungan kalian!”Alisha memilih diam.“Dengar, masuk ke kamar mu sekarang juga dan jangan keluar sampai pestanya selesai.” Galahan mengacungkan jari telunjuknya sebagai bentuk peringantan, “Jangan pernah melarikan diri dari rumah ini lagi Alisha, atau kamu akan
“Sialan! Benar-benar sialan!” Galahan terus membanting barang-barang di ruang kerjanya, di belakangnya sang istri dan juga putrinya melihat itu semua dengan resah.“Pa..”‘prang’Regina menggunakan lengannya untuk melindungi kepala begitu satu vas bunga di lemparkan Galahan kepadanya. Raina yang merasa khawatir mendekat dan membawa putri satu-satunya itu menjauhi Galahan.“Brengsek!”“Orang yang kamu lempar dengan vas bung itu seharusnya Alisha, bukan Regina!” Teriak Raina tidak terima, “Anak sialan itu benar-benar persis seperti ibunya, tidak tau diri!”‘Huk’Raina tersedak begitu merasakan cengkraman Galahan di lehernya, perempuan itu megap-megap. Raina memukul tangan Galahan beberapa kali, meminta untuk di lepaskan.“Jaga mulut kamu Ra, Alisha enggak akan pernah pergi dari rumah ini jika bukan karena kamu.”Cengraman Galaha
“Untungnya memar di wajah kamu enggak terlalu serius, orang ini pasti tidak semarah itu ketika mengayunkan tangan kepada kamu.” Alisha memilih tetap diam dan membiarkan dokter yang di panggil Arjuna melakukan tugasnya.Sebelumnya, Alisha yang memang menjadi lebih pendiam setelah kembali dari pesta perayaan di keluarga Erlang tidak menyadari bahwa Arjuna mengikutinya hingga ke paviliun kanan.“Saya enggak suka mainan yang jelek, karena itu saya harus di sini untuk memastikan kamu mendapatkan perawatan yang semestinya.” Jelas Arjuna kepada Alisha yang terang-terangan ingin mengusir laki-laki tersebut, “Sebastian sedang memanggil Ruben, dia dokter yang akan memeriksa kamu.” Arjuna dengan santai memasuki kamar Alisha dan duduk di sofa di dekat jendela besar, “Saya akan tetap di sini sampai Ruben datang.”Di dalam kamar Alisha, Arjuna bertingkah menyebalkan. Laki-laki itu terus saja mengomentari hasil kerja dokter pilih
“Bangun.”Alisha yang sudah akan terlelap kembali membuka matanya begitu mendengar sentakan bernada kasar dari Arjuna. laki-laki berhidung bangir itu duduk di sisi ranjang dengan wajah masam.“Eng, tuan Arjuna belum kembali ke rumah utama?” Alisha sedikit meringis ketika Ajuna menekan memarnya dengan handuk hangat.“Biar saya sendiri aja tuan.”Arjuna berdecak, laki-laki itu dengan kesal menekan memar Alisha dengan sedikit bertenaga. Hal itu membuat Alisha mengaduh, tapi bukannya merasa iba, Arjuna justru sibuk menggerutu.“Jangan manja!”“Tadi itu sakit. Kalau tuan Arjuna memang enggak bisa, biar saya sendiri aja yang melakukannya.” Alisha menahan tangan Arjuna yang akan kembali menempelkan handuk hangat di memarnya, “Atau saya akan minta bantuan Sebastian aja nanti.”‘plung!’Alisha berjengkit karena Arjuna tiba-tiba saja bangkit dari duduknya
“Tuan menyukainya?”Arjuna memejamkan mata, bibirnya sejak tadi tidak bisa berhenti mendesis. Sedangkan di bawah sana Alisha dengan nakal memutar lidahnya dengan lambat.“Eng, saya.. boleh melakukan ini?”Tubuh Arjuna berkedut begitu Alisha menggunakan giginya dengan main-main, rasa geli yang samar menyeruak bersamaan dengan hasrat yang menggulung. Kepala Arjuna benar-benar dibuat pening karenanya.“Tuan..”‘Sialan! Ini benar-benar nikmat.’ Arjuna membatin, matanya terpejam kian rapat begitu juga kepalanya yang semakin menengadah sedangkan pinggulnya bergerak mengikuti mulut Alisha yang sedang memanjakannya.“Tuan..”Kening Arjuna berkerut, laki-laki itu tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang janggal.“Tuan.. anda baik-baik saja?”“A..Alisha?” Arjuna mulai meracau, sosok Alisha tiba-tiba saja menjadi samar di matanya, “Enggak, kamu e
“Semalam saya melihat tuan Arjuna keluar dari kamar anda dengan wajah merah padam, langkah kakinya cepat seperti sedang marah. Eng.. apa anda dan tuan Arjuna bertengkar nona?.” pelayan perempuan yang di tugaskan untuk melayani Alisha bertanya, “Oh, saya bukan bermaskud untuk tidak sopan, hanya saja saya perlu memastikan keadaan anda baik-baik saja setelahnya.”Alisha meringis, perempuan itu bingung sendiri bagaimana cara menjelaskan kejadian semalam. Alisha tidak mengingat apapun selalin rasa kantuk yang teramat sangat hingga akhirnya begitu ia kembali membuka mata, pelayannya sudah berdiri tegak di samping ranjangnya dan bertanya menu sarapan apa yang ingin ia makan hari ini.“Ah itu.. saya..”‘Brak!’Alisha dan sang pelayan sama-sama terkejut, tapi ke duanya tidak bisa melakukan apapun untuk mengur seseorang yang sudah dengan tidak sopan menerobos masuk ke dalam kamar Alisha.“Selamat malam tu
Anggela menerima cangkir teh dari salah satu perempuan penghuni paviliun kanan, perempuan berambut seikal boneka itu duduk di ranjangnya dan mengelusi kaki Anggela yang di tutupi selimut dengan penuh perhatian. Sedangkan ke dua perempuan lainnya duduk di sofa sembari meremas bantal dengan gemas.“Kurang ajar!” Perempuan dengan mata besar khas Timur Tengah membuang bantal kecil di pangkuannya dengan penuh emosi, “Kalau di biarkan seperti ini, lama-lama anak baru itu pasti betulan ngelunjak.”“Benar kak, berani sekali dia mempermainkan tuan Arjuna. Membuat tuan kelabakan kemudian mengorbankan harga diri kak Anggela.” Perempuan berkulit pucat kahas penduduk Eropa ikut menimpali, “Kali ini, kita benar-benar harus melakukan sesuatu.”Anggela menatap cangkir tehnya dengan tatapan tak terbaca, wajahnya mengeras begitu melihat bayangan wajah Alisha di dalam tehnya.“Kita harus menyingkirkan perempuan itu.&rdqu
“Oke, udah bagus kok ini. Memarnya juga sudah hilang, enggak ada tanda-tanda yang fatal juga.” Ruben menyentuh wajah Alisha dengan hati-hati, secara teliti memperhatikan pipi Alisha yang sekarang sudah kembali berwarna kemerahan. “Kamu sudah bisa berhenti mengoleskan salap ya Al.”“Baik dok.”“Sebastian, antarkan dokter Ruben ke depan, sekarang!”Ruben memutar mata, Arjuna benar-benar tidak memberi celah. Lelaki itu dengan kurang ajar mengharuskannya menggunakan sarung tangan latex jika ingin memeriksa Alisha, Arjuna bahkan menetapkan jarak aman sebelum akhirnya Alisha yang polos bertanya.“Memangnya kalau dari jarak sejauh itu, dokter Ruben bisa melakukan pemeriksaan?”Arjuna benar-benar merepotkan!“Ngomong-ngomong Al, saya juga bisa jadi tempat konsultasi kalau kamu mau.”“Ya?”Ruben menunjuk tulang selangka Alisha dengan wajah datar