Share

bab 6. Lidia Dikeluarkan dari Sekolah

Lidia berpegangan pada bangkunya. "Ini tidak mungkin," desisnya geram.

"Lid, kok malah diam?" tanya Mita.

Lidia mendadak berdiri dan tanpa mempedulikan teriakan Mita, Lidia itu berlari keluar kelas.

Beberapa murid yang berdiri di kanan kiri sisi koridor menatap Lidia. Sebagian tersenyum sinis. Sebagian menyorakinya.

"Wah, ada pelakor junior nih. Woy Mbak, kalau mau jadi pelakor jangan ke sekolah dong. Noh, ke salon dan spa untuk perawatan, biar tetap wangi dan rapet!" seru salah seorang siswi yang iri oleh Lidia.

Lidia yang memang cantik dan seksi dan merupakan anak angkat orang kaya membuat beberapa temannya iri. Apalagi Lidia juga termasuk pemilih dalam berteman.

Lidia berlari ke dalam toilet perempuan dan masuk ke dalamnya. Dia meraih ponsel dengan tangan gemetar dan membuka akun sosial media berlogo F miliknya.

Dan banyak sekali inbok yang masuk ke akun nya bersamaan dengan banyak japri yang diterima di w******p nya.

"Astaga! Sial*n betul Tante Hesti! Berani-beraninya mengingkari janji untuk tidak menyebarkan videoku. Tapi kenapa di akun Tante Hesti enggak ada postingan videoku ya? Jangan-jangan Tante Hesti bikin akun baru dan menyebarkan video ini. Hal ini tidak dapat dibiarkan!"

Lidia memencet nomor telepon Adi. "CK, sial! Papa nggak mau jawab telepon ku! Kemana sih?"

Saat Lidia hendak menekan nomor Adi lagi, mendadak sepasang tangan terulur dari pintu atas toilet dengan membawa ember berisi air bekas cuci piring dari kantin lalu mengguyurkannya pada Lidia.

Byur!!!

"Aaargh! Sial!"

Lidia menjerit dan mengumpat saat rambut dan seragamnya kotor dan berbau.

"Heh, sial*n! Siapa yang berani menyiram aku? Kurang aj*r!" seru Hesti sambil berusaha membersihkan baju dan rambutnya yang lengket dan bau.

"Hahahaha! Rasain pelakor. Bikin malu sekolah saja!"

Terdengar suara tawa berpadu dengan suara cekikikan di luar kamar mandi. Disusul oleh suara langkah kaki yang menjauh dari kamar mandi.

Lidia menggeram dan segera keluar dari kamar mandi dengan mengomel panjang pendek.

Dia mengawasi sekeliling toilet yang sepi lalu segera membasuh wajah, rambut dan tangannya yang terkena air cucian piring.

"Awas saja kalau aku tahu siapa yang melakukan hal ini padaku! Aku akan membalasnya tanpa ampun!"

Tepat saat Lidia selesai membasuh rambutnya, mendadak bel sekolah berbunyi nyaring. Disusul suara dari pengeras suara yang menyuruh pada siswa dan siswi sekolah untuk segera memasuki ruang ujian.

Lidia dengan langkah gontai memasuki kelas. Beberapa murid berbisik dan tertawa melihat Lidia yang basah kuyup dan kotor.

"Jangan berisik! Kertas ujiannya akan saya bagikan sekarang!" seru seorang guru berjilbab dan mulai membuka amplop berisi kertas soal yang dibawanya. Suasana kelas mendadak hening.

Guru tersebut mulai membagikan soal dan murid paling depan menyalurkan nya hingga tempat duduk Lidia yang paling belakang.

"Semua sudah dapat soalnya? Kerjakan mulai dari sekarang. Kalau ada yang tidak paham, bisa bertanya langsung pada saya!"

"Permisi!"

Saat semua siswa mulai menekuni soal di hadapannya, kepala sekolah masuk ke dalam kelas tersebut.

"Yang namanya Lidia Daniela harap ikut saya ke kantor!"

Semua mata sontak memandang ke arah Lidia. Lidia dengan hati berdebar berdiri dan mengikuti kepala sekolahnya keluar kelas.

"Kamu benar-benar mencoreng nama sekolah kita! Lihat video yang beredar sekarang. Benar-benar memalukan!"

Lidia hanya bisa tertunduk di depan kepala sekolah, guru Agama dan guru BP.

"Ma-maaf Pak. Sa-saya khilaf!"

Kepala sekolahnya menatap tajam pada Lidia.

"Sayang sekali, kalau murid terjerat masalah amoral di sekolah ini, kami tidak dapat mentolerir nya. Hari ini kamu tidak usah ikut ujian karena kamu saya nyatakan telah dikeluarkan dari sekolah."

Lidia meradang tapi nyalinya menciut saat berhadapan dengan tiga orang dewasa.

"Pak ini tidak adil. Saya berhak mengajukan pembelaan. Lagipula saya tinggal mengikuti ujian akhir sekolah saja lalu lulus. Saya tidak mungkin berhenti di tengah jalan," sahut Lidia menghiba.

"Tidak bisa. Dari awal masuk ke sekolah ini, peraturan sudah dijelaskan bahwa semua perbuatan yang berkaitan dengan kriminal, narkoba dan asusila akan dikeluarkan."

"Tolong panggilkan orang tua saya!"

"Maksud kamu Pak Adi? Orang tua angkat kamu? Baik pak Adi, apalagi Bu Hesti tidak ada yang mau menanggung nasib kamu. Kami sudah menghubungi mereka, tapi tidak ada respon."

"Kalau begitu tolong hubungi orang tua kandung saya, Pak," sahut Lidia dengan memelas.

"Oh, tidak bisa. Dari awal masuk ke sekolah ini, wali kamu Pak Adi dan Bu Hesti. Yang bertanggung jawab dan bertanda tangan dalam penerimaan rapor tiap semester juga mereka. Tidak bisa diwakilkan dalam hal seperti ini."

Lidia hanya bisa menghela nafas dan terdiam mendengar penjelasan gurunya. Pupuslah sudah harapannya untuk lulus SMA tanpa masalah.

***

Flash back off:

"Sudah puas kamu, Te? Gara-gara kamu, aku tidak dapat mengikuti ujian akhir sekolah dan langsung di DO!" seru Lidia melabrak Hesti seraya menuding wajah mantan ibu angkatnya.

"Hei, yang sopan ya. Kenapa kamu menerobos rumah orang sembarangan? Aku tidak melakukan apapun. Jangan sembarangan memfitnah!"

"Jangan banyak omong. Gara-gara Tante juga aku dibully dan dikeluarkan dari sekolah. Sekarang Tante harus tanggung jawab! Aku tidak mau tahu, Tante harus bisa membuat klarifikasi untuk membersihkan namaku atau aku akan melaporkan Tante ke kantor polisi."

Hesti tersenyum dan menyeringai ke arah Lidia. Disilangkannya posisi kakinya dengan ekspresi menantang sang mantan anak.

"Kamu kira kamu bisa melaporkan saya ke polisi? Atas tuduhan apa? Oh ya, apa kamu punya bukti dan saksi untuk melaporkan saya?"

Lidia terhenyak saat mendengar pertanyaan dari Hesti.

"Atau kalau memang kamu mau melaporkan saya, silakan saja. Tapi asal kamu tahu jangan-jangan malah kamu yang ditangkap polisi karena berzina dengan suami orang. Ada pasalnya lo," ucap Hesti membuat nyali Lidia semakin menciut.

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status