Share

bab 7. Adi Dipecat

"Atau kalau memang kamu mau melaporkan saya, silakan saja. Tapi asal kamu tahu jangan-jangan malah kamu yang ditangkap polisi karena berzina dengan suami orang. Ada pasalnya lo," ucap Hesti membuat nyali Lidia semakin menciut.

Lidia terdiam sejenak. "Ta-tapi Tante juga mengingkari janji untuk tidak menyebarkan video penggerebekan aku dan Papa kan?"

Hesti tersenyum. Kedua tangannya bersidekap di depan dada. "Sekali lagi kutegaskan padamu kalau bukan aku memviralkan video itu."

"Tidak mungkin. Cuma Tante yang merekam kami saat tertangkap kemarin. Sudahlah, nggak usah ngeles. Tante benar-benar jahat dan tega sama saya dan Papa! Seharusnya Tante harus tahu, apa yang dirasakan Verico nanti kalau tahu Papanya viral karena video mes*m?" tanya Lidia dengan tatapan menghiba.

"Hm, Baiklah. Ada dua hal yang perlu kamu tahu saat ini. Satu, kamu tahu sendiri saat aku ada di hotel kemarin, ada lima orang dari pihak hotel dan tiga orang dari pihak rumah sakit. Yah, siapa tahu saja, salah satu dari mereka yang merekam kalian."

"Itu tidak mungkin. Mereka tidak akan berani melakukan hal itu!"

Hesti mengedikkan bahunya. "Yah, terserah pendapat kamulah."

Hesti menghentakkan kakinya dan menuding ke arah Hesti.

"Saya minta Tante bertanggung jawab atas di DO nya saya!"

"Hah? Nggak salah? Saya tanggung jawab pada kamu? Kenapa?! Kamu juga enggak tanggung jawab pada hancurnya pernikahan saya kok," sahut Hesti santai.

Lidia mendelik dan mengancam Hesti. "Awas kalau Tante tidak mau tanggung jawab! Saya akan ....!"

"Akan apa? Ayo jawab? Kok diam? Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Lakukan saja?!" tantang Hesti.

Lidia menatap Hesti. Dia bingung juga dengan apa yang akan dilakukannya sekarang.

"Sekedar nasihat buat kamu. Seharusnya kamu malu karena kamu telah melakukan hubungan di luar pernikahan dengan suami orang. Anak yang seusia kamu seharusnya belajar yang rajin, meraih cita-cita yang tinggi dan jalan-jalan dengan teman sebaya kamu.

Bukannya malah merusak rumah tangga orang lain. Yah, anggap saja sekarang kamu lagi menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan. Eh, tapi kok mau-maunya sih aku nasihatin kamu? Harusnya kamu pasti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi dong kalau kamu udah gatel nyari sugar daddy. Ya nggak sih?! Kamu itu memang pelakor rendahan yang mau sama bekas orang."

"Tante bilang apa?! Jangan seenaknya mengatakan sesuatu yang buruk tentang saya. Awas saja kamu, Te. Sekarang juga akan kulaporkan pada Papa!"

Hesti tersenyum menyeringai ke arah Lidia. "Terserah kamu. Lagipula apa yang bisa kalian lakukan sekarang padaku?"

Lidia segera meraih ponselnya dan menekan nomor Adi.

Nada sambung terdengar. Satu kali, dua kali. Dan akhirnya Lidia menghela nafas lega saat nada sambung berganti menjadi suara Adi. Perempuan itu segera menekan tombol loud speaker.

"Halo!"

"Halo Pa. Tolong Lidia. Sekarang Lidia ada di ...,"

"Lidia, jangan ganggu saya! Saya sedang kalut, karena saya baru saja dipecat oleh Bupati!" bentak Adi dengan suara keras sebelum Lidia sempat menyelesaikan kalimatnya.

Lidia tercengang kaget sampai tanpa sadar dia menjatuhkan ponselnya ke lantai. Sementara itu Hesti tertawa.

"Oh, jadi calon suami kamu sudah dipecat dari pekerjaannya. Hm, kasihan banget. Pasti setelah ini, dia akan kesusahan cari kerja. Mana ada sih yang mau menerima orang yang mempunyai masalah asusila.

Oh ya, dan kamu juga pasti bingung ya karena enggak bisa lulus tepat waktu. Saya benar-benar merasa kasihan. Tapi boong ...!"

Lidia memandang Hesti dengan rasa yang campur aduk.

"Awas saja kamu, Te. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu hidup bahagia karena telah membuat ku dan Papa menderita. Ingat itu!"

"Wah, boleh juga ya nyali kamu. Dan benar-benar nggak tahu malu. Dasar pelakor. Kalau kamu sudah selesai bicara, saya harap kamu segera pergi meninggalkan rumah saya. Saya tidak ingin rumah saya dikotori oleh pelakor seperti kamu," sahut Hesti santai seraya melirik pintu gerbang rumahnya.

Lidia hanya bisa terdiam dan dengan mengepalkan kedua tangan, Lidia memungut ponselnya dan berlalu meninggalkan rumah Hesti.

***

Flash back On :

Adi baru saja turun dari mobil dan memasuki pelataran kantor bupati saat beberapa pasang mata melihat dengan aneh kearahnya sambil melihat ke ponsel masing-masing.

Lelaki itu mengerutkan dahinya. Dia bingung tapi tetap melangkah menuju ke ruangannya.

Beberapa pikiran buruk sempat terlintas di kepalanya, tapi Adi dengan cepat menepisnya.

Baru saja Adi duduk di ruangannya, saat terdengar suara ketukan di pintu. "Pak Adi, bisa ikut ke ruangan saya sebentar? Ada yang perlu saya bicarakan."

Adi menatap ke arah lawan bicaranya dengan bingung. "Apa Bupati ada tugas khusus untuk saya di luar job disk yang sudah direncanakan?" tanya Adi pada Erick, sekertaris Bupati.

"Iya. Saya tunggu sekarang di ruangan saya."

*

"Video ini ...?" tanya Adi terbata saat melihat videonya yang sedang gancet dengan Lidia dan tertangkap basah oleh Hesti viral di sosial media.

Erick tersenyum dan mengambil ponselnya dari tangan Adi.

"Iya. Itu video Bapak kan? Tindakan Bapak yang sangat merusak citra Bupati dan jajarannya membuat Bupati langsung memerintahkan saya untuk membuat surat mempensiunkan Bapak secara dini. Ini surat pencabutan ASNnya."

Erick mengeluarkan sepucuk surat dari lacinya dan menyerahkannya pada Adi.

Adi menerima nya dan membacanya sekilas.

"Apa? Saya dipecat dan tidak lagi menjadi ASN? Ini tidak adil! Mana Bupati? Saya ingin menghadap beliau langsung!"

"Bupati sedang ada urusan di kabupaten sebelah. Apa Pak Adi merasa keberatan?"

"Tentu saja. Masa hanya karena masalah video hoax saja saya sampai dipecat. Itu bukan saya. Jelas sekali ya ada orang yang ingin memfitnah saya!"

"Oh ya? Tapi kata dokter Hesti tidak seperti itu. Dokter Hesti membenarkan semua tindakan perselingkuhan antara Pak Adi dengan anak angkat kalian."

"Astaga, Hesti mengatakan hal itu? Apa dia juga mengatakan bahwa dia yang memviralkan video saya?"

"Itu bukan urusan saya. Sekarang yang menjadi urusan saya adalah silakan pergi dari sini dengan membawa barang-barang milik Anda!"

Adi terdiam dan wajah nya memerah. Dengan menahan amarah dia pergi dari ruangan sekertaris Bupati tersebut.

Amarah Adi semakin memuncak saat Lidia meneleponnya berulangkali. Dan dengan sekali sentakan darinya, Lidia mengakhiri panggilan telepon.

***

Flash back Off :

"Adi, saya tidak terima jika Lidia diDO dari sekolah. Bagaimana dengan masa depan anak saya?"

"Bu, tenang dulu. Adi juga masih bingung memikirkan rencana selanjutnya karena Adi juga dipecat dari kantor Bupati dan dipensiunkan dini dari ASN."

"Hm, hilang harapan Ibu punya mantu ASN dan kaya dong," sahut Ibu Lidia dengan ketus.

Saat Adi hendak membuka mulut untuk menanggapi ucapan Ibu Lidia, terdengar suara ketukan pintu.

Lidia segera menuju pintu dan membukanya, namun sesaat kemudian dia terkejut melihat pemandangan yang ada di luar.

"Astaga, ada apa ini?"

Next?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eko Winardi
bagus semoga dilanjut ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status