Kulihat jam di dinding ruang pustaka. Jam 15.30. Hmnnn masih 30 menit lagi jelang Ren pulang, pikirku. Disinilah aku saat ini, karena kelas 3 pulang lebih lambat 1 jam dari kelas 1 dan 2. Jadi, dari pada boring aku mengisi waktu dengan baca-baca buku diperpus, suatu hal yang jadi kebiasaanku dari dulu sejak sekolah dasar. Entah kenapa, membaca jadi salah satu hobi yang paling menyenangkan bagiku. Jika sudah berhadapan dengan yang namanya buku, aku bisa menghabiskan waktu hinga berjam-jam lamanya. Disampimg itu, aku juga merenungkan kejadian-kejadian yang kualami hari ini. Mulai dari 'pengeroyokan' yang dilakukan oleh Bowie CS. Sampai diundangnya oleh Angel melalui Roy sepupunya ke ruangan yang menurutku teramat sangat aneh. Bagaimana tidak aneh, kenal juga tidak, tiba-tiba saja diundang ke ruangan VIP sekolah ini, dari situ aku jadi tahu jika pemilik sekolah ini punya ruang khusus yang hanya diperuntukan bagi keluarga pemilik sekolah ini, sepertinya. Ketika sedang asik-asiknya memba
"Gila, besar juga nyali loe berani datangin Bowie dan teman-temannya seorang diri". Tanya Ilham seolah masih gak percaya kalau aku langsung mendatangi Bowie dan teman-temannya seorang diri tanpa membawa bantuan sama sekali.Gue hanya tersenyum tanpa menjawab."Hai Ren, loe gak apa-apakan ?" Tanya Ilham pada Ren. Namun karena Ren masih terlihat shock karena kejadian barusan, dia hanya memeluk lengan kananku dengan erat, sesekali masih terdengar isakan dari suaranya."Yaudah bro, gue ma Ilham cabut dulu", kata Radit mengkode Ilham dan kawan-kawannya sambil memberi kami waktu untuk berdua, karena kondisi Ren yang terlihat masih shock dengan kejadian barusan.Aku hanya mengangguk pada Radit dan Ilham."Gue hanya ingatin pada loe Wan!", kata Ilham coba mengingatkanku."Hati-hati sama Bowie, dia tipikal orang yang nekat dan bisa melakukan segala cara untuk dapetin apa yang dia mau. Selama ada gue, loe bisa minta bantuan apapun ke Gue, karena loe sohibnya adik gue, berarti sekarang gue anggap
Ren mengajakku belanja pakaian yang ada dilantai dua. Herannya dia malah mengajakku ke area khusus pakaian pria. "Eh, kok kesini Ren", tanyaku heran. Karena kupikir dia yang akan belanja sebelumnya. "Iya, aku mau beliin pakaian buat cowok spesial yang telah nyelamatin aku hari ini", sambil mengandeng tanganku melihat-lihat pakaian-pakaian pria terbaru. "Eh gak usah, aku kan mau temanin kamu belanja bukannya mau belanja", kataku mencoba menolak. Ren langsung diam, dan cemberut lagi. Hadeehh keluar lagi deh jurus ngambeknya. Kayaknya dia sudah fasih benar 'jurus' ini untuk membuatku tak berdaya dan menurut padanya. "Ya udah, ayuk lah", kataku pelan menuruti keinginannya. "Nah gitu dong!, lagian pakaian kamu itu-itu aja". Jadilah hari itu, kami belanja-belanja, lebih tepatnya Ren yang belanjain sih. Dan bisa ditebak, aku bolak balik kamar pas setiap beberapa menit karena banyaknya Pakaian yang dikumpulin Ren untuk aku coba. "Gak cocok, gak cocok", "nah itu pas", "warnanya terlal
POV RenataHari-hariku semakin penuh warna sejak kedatangan Awan. Entah kenapa berada dekat dengannya membuatku senang. Padahal kalau dekat dengannya malah aku yang lebih banyak bicara, dan Awannya lebih sering diam dan menuruti apa saja kemauanku. Tapi meski begitu, aku tahu kalau dia itu sangat cerdas. Kalau ngobrol panjang lebar dengannya selalu saja nyambung. Walau kadang dia akan diam untuk sesuatu hal yang dia tidak tahu. Dan luar biasanya, tidak lama pasti dia akan mencari tahu hal yang belum diketahuinya tersebut. Sayang selama ini Awan tinggalnya di desa sehingga kurang update dengan perkembangan terkini. Coba kalau dari kecilnya sudah hidup dikota, dimana semua informasi bisa di dapat dengan mudah.Balik lagi pada kejadian siang ini. Jam 15.00 Wib. Seharusnya hari ini adalah jam tambahan untuk pelajaran Matematika. Namun Bu Sofia yang seharusnya masuk mengajar materi tersebut tidak masuk tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. 15 Menit menunggu membuat kami jenuh, sehingga aku da
"Kalau gitu, biar kamu gak sedih dan bisa melupakan kejadian tadi, gimana kalau hari ini aku temani jalan-jalan, terserah deh mau kemana", kata Awan lembut. Eh aku jadi ingat!, kalau aku mau merubah penampilan Awan. Dan itu membuatku jadi sangat bersemangat. Jadilah pada hari itu kami main ke TSM diantar pak Usman supirku. Sebelum belanja, kami mampir ke sebuah salon yang ada dalam Mall. Awan sangat terkejut begitu tahu kalau dia yang akan di salon. Wajahnya itu loh, lucu sekali. Hahaha. Aku sampai tak berhenti tertawa melihat ekspresi Awan yang pasrah di cukur sama mbak-mbak salonnya. Aku sempatkan belanja sebuah HP baru, rencananya sebagai hadiah buat Awan. Kasihan juga, HP awan sudah butut begitu masih saja dipake. "Hmnnn apa Awan akan senang nanti yah", pikirku. Aku sengaja menyimpannya dulu sebagai suprise nantinya. Yah, semoga aja Awan senang dengan hadiah yang kuberikan. Dan pada hari itu juga, aku sengaja membelikan Awan pakaian-pakaian terbaru. Walau awalnya Ia sempat prote
POV Author Malam itu setelah selesai makan malam, Awan langsung pamit pada Ibunya untuk kekamarnya. Tanpa menyapa Ren sama sekali. Tampak kalau ia masih kesal dengan kejadian sebelumnya. Ren juga diam walau ia melihat Awan dengan tatapan sendu seperti itu. Bu Arini yang melihat itu hanya diam saja. Walau ia tahu kalau anaknya dan Ren sedang ada masalah, tapi ia lebih memilih diam dan membiarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri karena itu bagian dari proses pendewasaan mereka. Begitu pikirnya. Bu Arini mengusap kepala Ren. "Dah bicara sama Awan ?" kata Bu Arini lembut. "huffftt... belum bu, orangnya diam begitu, serem liatnya", kata Ren pasang wajah cemberut. "Ya sudah sana temuin, Awan itu aslinya lunak kok", suruh bu Arini Renata tiba-tiba tersenyum manis. "Loh kok malah senyum-senyum begitu ?", tanya Bu Arini heran. "Ada deh bu, hihihii" "Pasti nyogok dengan hadiah lagi kan!", tebak bu Arini yang ternyata tebakannya sangat tepat. "Loh kok Ibu tahu ?" Tanya Ren membul
Malam itu kami menonton film 'Me Before You' yang diperankan oleh Sam Claflin dan Emilia Clarke. Ceritanya tentang pemuda kaya yang mencari seorang perawat kemudian jatuh hati pada perawatnya tersebut. Sayangnya kisah cinta mereka tidak berakhir dengan bahagia, dimana si Cowok harus meninggal karena sakit yang dideritanya. Njir ceritanya sedih banget. Mau nangis malu, kok yah cowok baper. Jatuhlah imageku sebagai cowok tangguh di cerita ini tar, hehehe. Hiksss.. terdengar suara isakan disebelahku. Eh Ren malah nangis saking menghayati cerita difilm tersebut. Bahkan ketika film tersebut berakhir, masih terdengar isakan Ren. Tapi bedanya kali ini dia menyandarkan kepalanya kebahuku. "Apa yah rasanya mati ?" tanya Ren sendu. Degh. Kenapa perasaanku jadi tidak enak ketika Ren menanyakan hal ini. "Ngapain sih nanya-nanya begitu", jujur aku tak senang Ren menanyakan itu. "Sakit gak yah ?" kata Ren sedikit terisak. "Gak tahu, aku belum pernah merasakannya", jawabku sekenanya. "Apa oran
"Loe mang sobat gue paling aneh Rin", kata Amel pelan. "Indra, ketua BEM kita yang terang-terangan menyatakan cintanya ma loe, malah loe tolak. Ini bocah yang masih sekolah begitu, dan baru sekali loe temuin, malah bisa buat loe kayak begini. Penasaran Gue kayak apa orangnya yang bisa bikin sobat Gue ini sampe begini cintanya", kata Amel panjang lebar. "Gue juga gak tahu kenapa Mel. Bicara dengannya, tatapannya, selalu membuat gue berdebar ketika berada didekatnya, bahkan ketika dia tidak bisa dihubungi seperti ini, malah semakin membuat gue kepikiran ma dia, takut dia kenapa-napa", kataku jujur pada amel. "atau jangan-jangan dia sudah ada pacarnya Rin ?", tanya Amel tiba-tiba Degh.. eh mungkinkah. "Gue gak tahu Mel. Kalaupun iya, paling tidak gue ingin bertemu dengannya, terus bilang padanya tentang perasaan Gue, Gue gak peduli kalau dia akan nerima Gue atau tidak, paling tidak gue akan lega ketika berhasil mengungkapkan apa yang gue rasa padanya", kataku sambil menatap ke dindin